Revolusi Menuju Mental Muzakki: Sebuah Catatan untuk Saudaraku PMI

in life •  6 years ago  (edited)

Sepertinya sekarang semakin sering terdengar kata revolusi mental. Hurup e dalam “mental” dibaca seperti e dalam kata “tempe” atau “goreng” yak, jangan seperti e dalam kata “merem”. Bahasa tulisan memang susah, artinya bisa cem macem tergantung niat yg mahamin. Yang nulisnya bener saja bisa diartikan salah, apalagi yang nulisnya ga bener atau kepotong-potong, runyam deh. Apalagi nih tahun politik, nilai agama masukin laci dulu dah, yang penting bela jagoannya agar kelihatan hebat dulu, #ini nyindir.

Kembali ke revolusi mental, e tempe, (suku kata terakhir “pe” mbunyiinnya jangan disetop). Itu kata maksudnya adalah mengubah jiwa/spirit/semangat berubah dengan cepat yang tadinya malas jadi rajin, yang doyan ngutang jadi sadar mbayar, yang semangat nyari duit jadi lebih semangat lagi nyari yang halal dan thoyib. Thoyiban bagi diri sendiri, keluarga dan bangsa.

Hidup adalah bekerja, iya dong, bekerjanya bahkan dimulai dari skala sel tubuh. Jika sel tubuh kita berhenti bekerja maka kita disebut mayyit. Karena kita harus bekerja, maka pasti kita juga punya tujuan bekerja. Ada yang ingin bangun rumah untuk calon suaminya, ada yang ingin nabung untuk sekolah anaknya kelak, itulah setidaknya dua jenis tujuan bekerja. Keduanya baik-baik saja. Jika kata “ingin” dalam dua kalimat sebelumnya membuat kita tergugah dan mewujudkannya dalam tindakan/usaha, maka bolehlah kita dikatakan sudah terevolusi mentalnya.

Selanjutnya penting nih, dalam bekerja ya wajar kalau kita mengharapkan hasil kerja yang banyak. Hasil kerja kan tidak selalu uang. Ada dua tipe manusia terhadap hasil kerja. Ada semangat mustahik, ada semangat muzakki…pinjam istilah dalam perzakatan, note: saya ambil spiritnya, bukan orangnya. Keduanya halal jika sesuai porsinya, tapi berbeda dalam derajat. Contoh jiwa-jiwa mustahik: (1) Demi anaknya diterima di sekolah favoritnya, orang tua rela membuat surat keterangan tidak mampu (SKTM), padahal mampu. (2) Memilih tetap menjadi pengemis dengan pura-pura buntung kaki, padahal di rumah sapinya 4, kambingnya 12, punya sepeda motor, hapenya apel kroak pula. Dll. Keduanya juga bekerja keras, tapi pakai jiwa mustahik, mengharap hasil dari belas kasihan. Sebaliknya, untuk mental-mental muzakki dia akan mandiri. Dalam kemandirian dia berbagi. Bukan berbaginya diantara pengemis. Jadi, mental pekerja keras adalah bagus, tetapi berjiwa muzakki akan menyempurnakan mental kita. Jika anda bisa baca tulisan ini, anda pasti pada posisi muzakki--maka mari berbagi, karena kalo miskin beneran mana sempat main-main dengan pulsa internet.

pengemis.jpg

Pengemis


---------------------------------------------------------------------------------------------

18 Juli 2018

at the corner of Taipei

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

mari bawa perubahan itu ketika pulang.
karena sudah terlalu banyak tempe yang berkeliaran tanpa bisa kita goreng. ahahah

hahahaha..tempe tanpa bisa kita goreng....tapi bisa kita tonton (aja)