Karena Hitam Tak Selalu Hina

in lovestory •  8 years ago 

TO BE HONEST, LADIES AND GENTLEMAN. Sebenarnya …

Gue uda lama pengen nulis dan mencurahkan isi hati gue tentang betapa Jatuh Cintanya gue dengan Nikmatnya Kopi Indonesia. Ada banyak hal yang pengen gue tulis di wordpress gue, tapi jemari gue membantah semua ide gue untuk tetap menulis cerita Cinta. OH GOD. Dan yah, sekarang saatnya gue membangkang dan harus memaksa ke 10 jari gue untuk menulis Cerita Gue Tentang KOPI dengan seluruh komponen-komponen pada keyboard di Laptop. Boom.

Kecintaan gue terhadap kopi bermula ketika gue mulai berperan sebagai anggota Boyband di kelas 1 SMK. Dimana pada waktu itu gue berpakaian dan bergaya yang GAK BANGET, I mean .. CUPUABIS. Dengan rambut straight laki-laki pada umumnya tapi berponi ala-ala korea, memasukkan baju kedalam celana, bukan bajunya yang gue masukin ke celana terus gue telanjang dada, Bukan, but .. you know what I mean lah. First Love gue terhadap kopi itu pada saat Bunda (panggilan mama gue), menyeduh kopi di malam hari. Sebenarnya uda lama banget gue ngeliat bunda menggeluti kopi, tapi pada malam itu, gue dengan rasa KEPO yang luar biasa mengambil dan meneguk kopi bunda dengan sekali tegukan. Gue hembus manja kopi panas itu, dan … slurrrrpp.. Ahh..

Dengan santai gue bilang “Enak juga ya”. Simple. Lalu gue beranjak ke dapur.

Gue ngapain?

BIKIN KOPI.

Setelah itu gue kembali ke kamar, mengunci pintu, menyalakan laptop, aktifkan wifi, dan gue wifi-an ditemani secangkir kopi yang barusan gue bikin. Dan kayanya kehidupan malam gue sekarang terasa lebih komplit dengan adanya kopi. Yah, walaupun pada akhirnya gue susah tidur gara-gara tuh kopi. Pfft. Tapi emang bener sih, kopi bisa bikin lo jadi tahan kantuk. Terjaga untuk 1-2 jam kedepan mungkin. Pribadi gue yang suka ngopi sih kaya gitu. Tapi gue juga suka ngeriset, basa-basi nanya ke temen-temen gue soal “lo pernah ngopi? rasa ngantuk lo ilang gak abis ngopi?”. ada yang ngejawab iya, ada juga yang engga. yang ngejawab iya alasannya simple, kaya.. “Yaiyalah, namanya juga kopi, pasti bikin tahan kantuk”. Oke, mungkin nilai sejarahnya D. dan yang ngejawab engga kalo kopi itu bikin tahan kantuk beralasan “Ngantuk gak ngantuknya kita setelah minum kopi itu tergantung kondisi tubuh, gitu ajasih”. Oke, cukup smart. By the way, itulah kali pertama gue jatuh cinta pada kopi.

“Jatuh Cinta Pada Tegukan Pertama”.

Bercerita soal kopi, kayanya kurang komplit kalo gue gak ngebahas tentang betapa nikmatnya rasa dan aroma Kopi Aceh. Bukan karena gue lahir di aceh lalu gue meninggi-ninggi kan soal kopinya, tapi seriusan, kopi aceh memang terkenal nikmat. Satu indonesia kayanya mengakui, yang belum ngerasain kopi aceh juga sama, dia mengakuinya pada saat si dosen memberi tugas penelitian tentang kopi aceh, lalu searching di youtube, lalu menontonnya, melihat seoarang pria berumur 30an sedang asyik menyeduh secangkir kopi dalam video tersebut, lalu pria itu berkata “What the taste, it’s nomero uno”. Dan dengan gampang dia menganggap kalau Kopi Aceh itu memang nikmat. Oke, khayalan gue jelek. hmm.

Penyajian kopi aceh terbilang unik, karena penyajiannya itu dengan cara disaring, makanya kopi ini dinamakan Kopi Saring. Dengan cara tradisional itulah kopi ini dikenal. Gue setuju dengan kalimat Q-Grader, mahdi, dalam diskusi saat Festival Kopi di Banda Aceh, dia mengatakan “Kadangkala, bukan rasanya yang dinikmati oleh penikmat kopi, tapi juga bisa kita jual bagaimana cara menyajikannya seperti kopi saring yang tidak ada di tempat lain”. Iyasih, banyak juga penikmat kopi menyukai kopi tersebut bukan karena rasanya, melainkan karena cara penyajianya. Seperti halnya gue, gue menyukai doi bukan karena parasnya, melainkan kebaikan hatinya. Hehe.

Memang Benar, Dunia itu Sempit

Back to my own story, di awal puasa ramadhan tahun 2016 kemarin, gue balik dari medan ke kampung halaman gue, di lhokseumawe, tepatnya di Aceh, gue menetap selama 3 bulan dikarenakan libur semester dan libur puasa. Iya, kampus gue, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara meliburkan kegiatan mahasiswa disaat bulan puasa, wajar sih ya kan muhammadiyah. Gue balik ke aceh dengan tampilan Rock n Roll salah gaul, rambut gondrong, puluhan gelang karet ditangan, cincin tengkorak dijari, sehingga waktu gue nyampe rumah, bunda dengan polos bertanya “Anak siapa kamu?” . Mendengar kalimat itu, gue langsung balik lagi ke medan. Haha engga, gue becanda. Hari pertama menjalani aktivitas dirumah terasa begitu canggung, ya mungkin gue uda lama gak bareng-bareng sama keluarga lagi, yang biasanya gue kalo pagi itu main, siang gue ngampus, dan pada malam hari gue wifi-an di cafe, kategori Mahasiswa payah.

Seminggu kemudian dikampung halaman, gue diajak temen lama semasa SMA gue, Alex dan dedi, untuk hangout bareng dimalam hari setelah selesai sholat tarawih. Setelah sampai di cafe lalu duduk dan basa-basi untuk beberapa menit, ngobrol soal gimana keadaan satu sama lain, soal kegiatan, cinta, keuangan, karir, masa depan, dan tugas basi yang selalu diobrolin anak-anak sok pinter di perkuliahan, lalu sejenak gue mengarahkan pandangan gue ke arah jarum jam 2, gue terdiam selama 1-5 detik lalu berkata “Anjir, ada dia”. Gue ngeliat mantan gue duduk di meja yang cukup berjarak dari meja gue. Baru 1/4 mulut gue kebuka buat ngomong ke alex, bilang kalo mantan gue ada disini, dia langsung bilang “Uuuuh mantan terindah”. “ehm, biasa aja kali men”.

Sedikit flashback, yah, boleh dibilang dulu selama pacaran sama mantan gue satu ini, gue cuma ketemu dia dua kali doang, gak lebih. Pertemuan pertama itu waktu dia main kerumah sepupuannya di kampung halaman gue, terus dia nelfon gue. “ris, meet yuk. Gue lagi di rumah sepupu gue nih, deket rumah lo juga”. Lalu dia memberi gue alamat rumah sepupunya. “Oke, on my way darl, waiit.. 5 menit doang”. Gue temuin dia. Dalam perjalanan, gue memasang muka datar, muka gak niat pengen ketemu gitu, soalnya gue ada janjian sama anak-anak buat reunian, tapi karena ini first meet, jadi gue batalin ajakan reunian temen gue dan temuin doi. Gue juga uda buat list, daftar pertanyaan-pertanyaan apa aja yang bakal gue tanyain ke doi selama meet dan duduk bareng nanti. Sumpah, gue payah.

“Hey far.. loh kok.. oh.. hey adiknya fara”. Ucap gue dengan senyuman gaenak. I guess, I just pick her up in there and just her, dan ternyata engga. Dia minta adiknya nemenin dia buat ketemuan sama gue. Yakali tampang gue sangar kaya tukang begal, kan engga. Ngapain pake acara ditemenin adik segala. Gue langsung nebak, misi gue gagal. Lalu gue dan mereka beranjak dari rumah sepupunya, gue dengan motor gue sendiri, dia dengan motornya beserta adiknya sebagai pengawal yang mengantisipasi agar kakaknya gak jadi korban pelecehan seksual yang gue lakukan. Gini amat ya.

Gue berbincang basi dengan mereka diperjalanan, pertanyaan dan jawaban yang sama tapi terus menerus diulang, “Kita duduk dimana nih?” “Terserah lu aja hehe”. Kita patroli, muter-muter kota hampir setengah jam dan masih belum kelar dengan masalah duduk dimana, gue bosen, dia kayanya juga mulai bosen, akhirnya gue tuntaskan dengan “Far, uda jam segini nih, gue ada janjian reunian sama anak-anak, kayanya kita duduknya besok ajadeh ya. Nggapapa kan?”. Terus dia bilang “Oh gitu, yauda gue balik kerumah sepupu kalo gitu. Jangan kemaleman pulangnya.”. Berhasil, akhirnya gue ngga jadi duduk bareng mereka, dan gabung ke reunian temen-temen gue. Pertemuan kedua… gak usah dibahas deh. Gue males kelamaan flashback.

Kembali ke topik awal, gue bisa dengan jelas ngeliat mukanya dari kejauhan selang 4-5 meja. Dia duduk bareng adiknya, juga pacar barunya. Kita duduk dibagian outdoor cafe. Setelah itu gue berbincang kembali dengan temen gue, menyeduh kopi hitam favorit gue, dan bermanja dengan angin malam. Setengah jam berlalu, tiba-tiba hujan yang samasekali gak ngekode kalo ia bakal turun, dengan lumayan deras turun tanpa rintik terlebih dahulu. Situasi cafe bagian belakang heboh, orang-orang berlarian menuju ke dalam cafe termasuk gue, gue berlari dengan manja dan dengan sangat hati-hati agar kopi favorit gue gak jatuh setetespun ke lantai.

Dubraak….!!

Gue bertabrakan dengan pria botak besar, umurnya sekitar 30 keatas. Kopi gue tumpah, yang tadinya penuh menjadi setengah. Lalu spontan gue bilang “kampret lu..” tapi dengan nada rendah. Terus pria itu yang kaya ngomong tapi ngomongnya itu pake mata yang di tutup seperempat, alisnya naik sebelah, sangar banget deh pokonya. Gue senyumin pria itu dan buru-buru masuk ke dalam cafe bareng temen gue. Suasana didalam cafe terasa seperti suasana pasar di pagi hari, berisik. Gue masih dalam kondisi kesel kopi gue tumpah gara-gara om-om botak tadi. Sementara Alex dan dedi berbincang tentang betapa menyedihkannya kejombloan mereka, payah.

Gue melihat suasana di dalam cafe, begitu ramai. Kumpulan wanita dengan gosipan hangatnya, cewe paruh baya ber-selfie ria dengan senyuman dan flashlight pada gadgetnya, asap rokok, dan musik klasik yang dilantunkan seperti biasanya, yah semuanya terlihat normal. Lalu dedi tiba-tiba memberi isyarat ke gue dengan matanya, seperti menyuruh gue untuk menoleh ke belakang. Dan gue pun menoleh dengan indah, rambut gondrong gue yang lurus terurai mantap. Dan… oh God, dia lagi. Seperti magnet, dengan sangat lekat mata gue tertuju pada cewe tadi, mantan gue, posisinya tepat dibelakang gue lebih ke kanan. Gue bingung, gue harus nyapa atau engga. Mungkin kalo gue sapa, kejadiannya bakal kaya gini :

“Hey far, kamu uda lama disini?”
“Eh fara, apa kabar. Kok gak ngabarin ada disini sih”
“Loh kamu, aku kira siapa. Hmm”.

Kayanya semua pertanyaan gue bakal ngebuat pacarnya ngajakin gue ke kamar mandi, lalu gue pulang dengan penuh benjolan di muka gue. Gue batalin niat buat nyapa dia.

Dedi membuka obrolan baru, kebetulan ada mantan gue di sini, jadi si dedi agak sedikit ngebahas dia. Dia mulai dengan “jadi gimana lex? Waktu itu lo sempet jadian juga kan sama doi?” dedi menatap alex dengan alis sebelah yang naik turun. “Eh.. loh kk.. kok jadi gue sih”. Alex menjawab dengan gagap seperti ada sesuatu antara dia dan mantan gue. “Tapi lo sempet mentionan mulu sama dia di twitter, terus lo pernah ceritain ke gue kalo lo sempat hampir jadian sama doi. Jadian juga akhirnya?”. Dedi menjelaskan dan bertanya dengan penuh rasa ingin tau. “Bener lex?” . Tanya gue datar.
“oke, yah.. iya gue sempet deket sama dia, pdkt-nya lumayan lama, lo tau kan ris, rumah doi sama kita lumayan jauh, jadi gue temuin dia sekali waktu itu, gue kerumahnya, terus gue ngobrol bareng, dan pulang. terus…” “Terus gimana” Potong dedi. “Yah terus satu dua hari kemudian, gue gak ngabarin dia lagi, kita lost communicate, gaktau kenapa gue tiba-tiba jadi gak suka sama dia lagi”. Alex bercerita dengan sangat niat. “Cerita lo basi lex, huh”. Jelas dedi dengan memasukkan kelingkingnya ke lubang hidung sebelah kanannya. Lalu kami tertawa dengan banyak cerita yang kami sajikan tanpa sengaja.

Beberapa saat kemudian, datang satu cowo menghampiri meja kami. Gue agak familiar dengan mukanya, mukanya gak asing, tapi dedi dan alex mengenalinya. “Wassap mamen andraa”. Sapa dedi dengan kalimat gaul, kalimat yang dia hafal semalaman dari buku tentang “Kitab dan Cara menjadi diri agar terlihat lebih keren”. Kuno. “Hey dedi, lex. Eh.. hey bro”. Sapanya ke dedi dan alex, dan yang terakhir gue, “bro”? Oh, it’s okay, gak terlalu buruk. Namanya andra. “Gue kesana dulu ya, anak-anak pada nungguin. kapan-kapan kita duduk bareng, okee?”. Lalu dia cabut setelah dedi membalas kalimat andra dengan kata-kata gaulnya seperti sebelumnya. “Dia mantannya doi juga ris, mantannya fara”. Kata dedi dengan penuh semangat. “seriusan lo ded? Haha, tapi wajar sih. Kota ini sempit. Dunia juga sempit.” Kata gue sok bijak. ”Gue jadi pengen senyum-senyumin fara deh, pasti dia malu banget liat mantannya pada kompak, hahaha.” Goda alex. Lalu gue menghabisakan malam dengan obrolan, hinaan kepada orang-orang yang melihatkan kemesraannya dengan pasangan didepan umum, dan melempari tisu ke orang-orang disekitar meja.

Malam semakin larut, gue minta bill ke waiters cafe, bayar minuman, dan menuju parkiran. Gue cabut. Kembali ke kamar kesayangan gue, berbaring manja dikasur, lalu sejenak gue memikirkan sesuatu.

Seharusnya gue tadi nyamperin doi, berjalan dengan mantap, menatap matanya dengan tatapan bergairah, lalu berkata “Hey, apa kabar?”. Mungkin saja setelah itu, hal keren akan terjadi. Yasudahlah.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Hi! I am a content-detection robot. I found similar content that readers might be interested in:
https://heybaris.wordpress.com/2016/08/21/karena-hitam-tak-selalu-hina-mycupofstory/