9 tahun sesudahnya, di sini, di dalam keterpencilan memori, kami berdiri di hadapan raksasa yang mengecil setelah hampir satu dekade.
Dalam luluh lantak dan hilang energi, kami bangun replika kenangan dalam badai. Berpondasi Asma Allah, tugu itu menjulang. Kapan saja engkau ke sana, pugarlah semampumu. Kami makin pulih dari kemurungan. Meskipun dalam kenyataan politik, tanda-tanda kesembuhan masih samar-samar. Biar saja. Aceh tidak secengeng perkiraan politikus Jakarta yang haus perang.
Biarkan kami terus berzikir dengan lafaz yang jelas. Jangan suruh kami menulis puisi elegi di tahun-tahun mendatang. Biarkan penyair menangisi diri sendiri untuk alasan estetik. Kami tidak ikut-ikutan.
9 tahun dengan isi kepala tak lagi berat, kami merasa lega dan baikan. Entah kalian.
Puisi ini saya tulis di 9 tahun peringatan tsunami Aceh. Di 13 tahun tsunami, Aceh sudah banyak perubahan. Walau dalam perpolitikan, suasana kondusif mulai menampakkan tanda-tanda positif. Semoga kian bagus Aceh di masa depan.
Amin.
selalu yang terbaik buat warga Aceh
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Amin. Makasih. Salam.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit