Di balik pesonanya, Gunung Burni Telong adalah gunung berapa Aktif dan pernah meletus pada Tanggal 7 Desember 1924 menyebabkan kerusakan hebat lingkungan sekitarnya termasuk lahan pertanian dan perkampungan.
Tinggi menjulang, wajahnya seringkali tidak terlihat tertutup kabut. Diam dengan segala keanggunan. Gunung yang satu ini telah menjadi icon kabupaten Bener Meriah, namanya adalah Burni Telong.
Burni Telong yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan gunung yang terbakar, berada di ketinggian 2.600 meter di atas permukaan laut. Gunung ini hanya berjarak lima kilometer dari Redelong, ibu kota Kabupaten Bener Meriah dan Bandar Udara Rembele (RBL). Gunung ini oleh masyarakat setempat disebut dengan Burni Cempege yang dalam bahasa Gayo mempunyai arti gunung yang penuh belerang.
Sekian lama tidak menunjukan aktivitasnya, Gunung ini dikabarkan akan meletus. Usut punya usut ternyata isu tersebut tidak benar. Isu tersebut mencuat beberapa saat setelah meletusnya gunung Sinabung di Brastagi di, Sumatera Utara. Isu tersebut tentu saja menimbulkan keresahan masyarakat.
Namun fakta akhirnya berbicara, setelah dilakukan penelitian dengan pengawasan yang seksama oleh petugas pengawasan Api di Kampung Kute Kering, Kecamatan Bukit, Bener Meriah, ternyata Burni Telong masih aktif normal dan belum terjadi peningkatan volkanik.
Syafi’ie, petugas Pengawas Gunung Api Burni Telong menjelaskan masyarakat tidak perlu takut dan tidak terpengaruh dengan isu-isu yang tidak benar “Kondisi Burni Telong masih biasa-biasa saja, karena dari hasil pengamatan kami tidak ada menunjukan perubahan yang berarti” kata Safi’e kepada wartawan.
Dari pemantauan para ahli, intensitas gempa vulkanik Burni Telong, masih cukup normal, tidak ada penambahan yang cukup berpengaruh. Selain itu, kondisi suhu air di seputar lingkungan Gunung Burni Telong seperti di kawasan Kampung Pante Raya dan Simpang Balik, Kecamatan Wih Pesam, juga tidak menunjukan perubahan. Demikian juga pengamatan visual, tidak menunjukkan perubahan fisik pada gunung tersebut. Pengawasan terhadap Gunung Burni Telong sendiri telah dilakukan sejak 1991 dan sepanjang kurun waktu 20 tahun terakhir belum ada reaksi peningkatan status.
Gunung Burni Telong sendiri bertipe A, sehingga pengawasan terus dilakukan selama 24 jam. Burni Telong termasuk dalam tiga gunung berapi yang bertipe A. atau aktif, yaitu gunung Seulawah Agam di kabupaten Aceh Besar, Gunung Peut Sagoe di kabupaten Pidie, dan gunung Burni Telong di Bener Meriah.
Seperti yang ditulis salah satu harian Terbitan Medan, Gunung Seulawah Agam adalah salah satu dari tiga gunung api strati aktif tipe A di Provinsi Aceh. Masa istirahat terpendek dari Gunung Seulawah Agam adalah 136 tahun dan terpanjang 239 tahun. Erupsi terakhir terjadi di kawah parasit pada 12-13 Januari 1839, di kawah Heutz berupa erupsi freatik.
Dari ketiga gunung berapi tipe A di Aceh, yang paling dikhawatirkan para ahli adalah gunung Burni Telong di Bener Meriah. Sebab, di kawasan gunung itu terdapat sebuah kota yang berada di dalam kawasan peta rawan bencana. Burni Telong memiliki puncak dengan ketinggian 2.624 meter di atas permukaan laut (dpl). Ini beda tipis dengan ketinggian Gunung Peuet Sagoe di Pidie, yakni 2.780 meter dpl.
Sedangkan Gunung Jaboi di Sabang, itu tipe C, menandakan gunung berapi itu erupsinya tidak diketahui dalam sejarah manusia, namun terdapat tanda-tanda kegiatan masa lampau, berupa lapangan solfatara atau fulmarola pada tingkat yang lemah.
Burni Telong terletak pada ketinggian 2.624 meter diatas permukaan laut, tipe strato memiliki lima kawah yang semuanya berada di puncak. Secara geografis terletak di 4 derajat 46 Lintang Utara dan 96 derajat 48.5 Bujur Timur. Sementara itu, Gunung Seulawah Agam memiliki ketinggian 1.726 meter dpl. Secara geologis, gunung tipe A menandakan gunung berapi itu pernah mengalami erupsi magmatik sekurang-kurangnya satu kali sesudah tahun 1600.
Berdasarkan data yang ada seperti yang ditulis oleh Neuman Van Padang (1951), Burni Telong pernah meningkat kegiatannya atau meletus pada tahun 1837, pada akhir September tahun itu, terjadi beberapa letusan dan gempa bumi yang menyebabkan banyak kerusakan, Neuman van Padang (1951) menganggap sebagai letusan normal kawah pusat.
Beberapa tahun kemudian pada 1839 terjadi letusan pada tanggal 12 hingga 13 Januari dengan abu letusan mencapai pulau Weh. Pada tahun 14 April 1846 terjadi letusan dari kawah pusat selanjutnya ia juga menulis bahwa dibulan Desember pada tahun 1919 terjadi letusan normal dari kawah pusat, dan terakhir pada tahun 1924 pada tanggal 7 Desember tahun itu, Nampak 5 buah tiang asap tanpa diikuti suatu letusan.
Secara Morfologi seperti yang ditulis oleh Zulfikar Arma dalam blognya, www.gayoaceh.wordpress.com dalam tulisan berjudul Gunung Berapi Di Aceh, ia menulis Gunung ini, berkembang bebas ke arah selatan, tenggara dan barat daya, meskipun ke arah selatan sedikit terhalang oleh adanya bukit-bukit kecil di bagian lerengnya. Hal ini karena ke arah utara dan timur pertumbuhann tubuh Bur Ni Telong terhalang oleh komplek gunung Geurodong, Leui Kucak dan gunung Panji.
Pola aliran sungainya dipengaruhi oleh morfologi yang membentuknya, sebagian dari aliran sungai yang berada di sekitar puncak menunjukan suatu daerah tangkapan berpola aliran radier dan semi dendritik, namun ke arah hilir berubah menjadi pararel.
Daerah puncak Burni Telong mempunyai morfologi berrelief kasar terdiri dari sisa sisa kerucut dan kubah lava yang sebagian terhancurkan oleh erupsi pada waktu lampau sehingga bila dilihat dari kejauhan nampak bergerigi. Daerah puncak dan lereng aatas ini mempunyai sudut lereng yang terjal 35 dan berdasarkan titik aktivitas saat ini kaeah Burni Telong terbuka ke arah barat daya. Adapun bekas kawah yang terdapat di sebelah tenggara saat ini tidak menunjukan aktivitasnya.
Burni Telong merupakan gunung api termuda pada komplek gunung api tua Pepanji, Geurodong dan Salah Nama. Batuan yang mendasarinya berupa batuan sedimen/meta sedimen (sedimen tersier). Erupsi gunung api pertama yang terjadi pada komplek gunungapi ini adalah gunung . Salah Nama, setelah kegiatan ini berakhir terjadi erupsi di gunung Geurodong yang mengakibatkan terbentuknya kaldera dengan bukaan relatif utara-selatan.
Selanjutnya lokasi kegiatan gunungapi kembali berpindah ke gunung Pepanji yang mengakibatkan terbentuknya kawah di puncak yang terisi air (danau). Setelah aktivitas gunung Pepanji berakhir, kegiatan mulai berlangsung di Bur Ni Telong, produk letusan berupa aliran piroklastik, lava dan jatuhan piroklastik. Kegiatan yang terus berlangsung hingga sekarang adalah pembentukan endapan sungai berupa alluvium. Dengan Batuan tertua batuan sedimen, yang sebagian besar telah terubah menjadi kwarsit, batu tanduk dan meta gamping yang merupakan batuan dasar (basement) dari batuan vulkanik.
Burni Telong merupakan gunung api termuda yang terdapat di dalam suatu komplek gunung api tua yang terdiri dari gunung Salah Nama, Geureudong dan gunung Pepanji. Penyebaran produk letusan gunung Burni Telong sebagian besar ke arah selatan, tenggara dan barat daya, terdiri dari : aliran piroklastik (awan panas), jatuah piroklastik dan lava.
Sebagian besar lava tersingkap di daerah puncak dan di lereng barat dan selatan bagian atas dengan komposisi andesitic dan dasitik. Pada umumnya lava di bagian lereng bersifat andesitik sedangkan di daerah puncak (kawah) umumnya dasitik (Suhadi dkk, 1994). Aliran piroklastik mempunyai sebaran yang cukup luas di sekitar lereng terutama di bagian baratdaya, adapun jatuhan piroklastik tersingkap di lereng selatan dan baratdaya umumnya menumpang diatas aliran piroklastika. Meskipun kegiatan Burni Telong saat ini hanya menempakan fumarola yang berasap tipis dan lemah , namun bukan berarti bahwa gunung tersebut tidaak berbahaya dan tidak akan meletus kembali.
Kawasan rawan bencana Burni Telong dapat dibagi dalam dua tingkatan yaitu, Kawasan Rawan Bencana, Kawasan Rawan Bencana. Kawasan Rawan Bencana II adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lava, lontaran atau guguran batu (pijar), hujan abu lebat, hujan Lumpur (panas), aliran lahar dan gas beracun. Kawasan rawan bencana II ini dibedakan menjadi dua yaitu, Kawasan Rawan Bencana terhadap aliran masa berupa awan panas, aliran lava dan aliran lahar Kawasan rawan bencana terhadap material lontaran dan jatuhan seperti lontaran batu (pijar), hujan abu lebat dan hujan lumpur (panas).
Diperkirakan gunung ini, tidak akan menghasilkan guguran batu (pijar), hujan Lumpur (panas) maupun gas beracun, karena ketiga jenis produk gunungapi ini sering tergantung pada karakteristik gunungapi tersebut, yang mana berdasarkan sejarah letusannya ketiga jenis produk tersebut tidak tercatat.
Kawasan Rawan Bencana I adalah rawan bencana yang paling berbahaya, kawasan yang berpotensi terlanda lahar dan banjir dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Kawasan ini dibedakan menjadi dua, yaitu, Kawasan rawan bencana terhadap aliran ma berupa lahar dan banjir dan kemungkinan perluasan awan panas dan aliran lava. Kawasan ini terletak di dekat lembah atau bagian hilir sungai yang berhulu di daerah puncak, Kawasan rawan bencana terhadap jatuhan berupa hujan abu tanpa memperhatikan arah tiupan angin dan kemungkinan dapat terkene lontaran abtu (pijar).
Ada tiga parameter yang selalu diamati dari gunung api aktif ini, seperti kegempaan, visualisasi dan pengukuran suhu air panas yang memakai thermokopel. Berbagai parameter pengamatan gunung api Burni Telong.
Saat ini, hasil pemantau Burni Telong setiap hari dilaporkan kepusat vulkanologi di Bandung, Jabar dengan menggunakan radio SSB (single side band).“Melihat fenomena Gunung Sinabung di Sumut yang bertipe-B, kini telah berubah secara otomatis setelah meletus ke tipe-A, seperti yang terjadi pada Gunung Anak Ranakah di NTT. Pengawasan gunung api di Aceh tidak boleh lalai,”kata salah seorang pengawasan Burni Telong bernama Sulaiman seperti yang dikutip oleh wartawan.
Disebutkan, saat ini pengetahuan masyarakat Bener Meriah terhadap pemahaman aktifnya Burni Telong masih sangat rendah, sehingga perlu adanya sosialisasi terhadap kemungkinan yang terjadi, terutama kawasan yang berdekatan langsung dengan gunung itu. “Harus ada antisipasi melalui berbagai sosialisasi tentang berbagai kemungkinan yang terjadi pada Burni Telong, termasuk kesiapan warga jika gunung ini meletus, sehingga dapat mengurangi resiko dan korban,” ujarnya.
Salah satu indikasi rendahnya pemahaman terhadap Burni Telong ditandai dengan dibangunnya berbagai fasilitas perkantoran, Bandara Rembele, Mako Polres Bener Meriah, dan Batalyon 114 Pedang Sakti di Bener Meriah, karena masih masuk kawasan rawan bencana gunung api, seperti yang ditulis oleh kantor berita Antara.
Saat ini, Burni Telong acapkali di daki oleh para pencinta Alam. Gunung ini bahkan namanya terkenal sampai ke Negeri Tetangga seperti Malaysia, pada Bulan Juli 2009 tiga puluh orang pendaki dari Malaysia yang tergabung dalam Orang Gunung Kuala Lumpur (OGKL) pernah menjajaki gunung Burni Telong.
Untuk mencapai gunung yang sering disebut ada beberapa jalur. Salah satunya, melalui Jalur Edelwais. Dinamakan Edelwais karena di sepanjang jalur itu ditumbuhi bunga Edelwais yang oleh masyarakat Gayo dipercayai sebagai bunga abadi. Jalur ini diawali dengan jalan aspal mulai dari simpang jalan utama Takengon-Bireun sampai ke lereng Burni Telong tepatnya di desa Bandar Lampahan Kecamatan Timang Gajah yang berjarak 3 km.
Bila mau melakukan Pendakian sebaiknya berkonsultasi dulu dengan pemuda-pemuda setempat atau mengajak satu dua orang dari mereka turut serta, kecuali anda sudah mengenal betul medan dan jalur pendakian Gunung Burni Telong. Kondisi lapangan untuk mencapai ke ketinggian puncak memang agak terjal. Tapi, jalur dari Bandar Lampahan menuju lereng gunung merupakan pilihan favorit para pecinta alam atau pendaki gunung.
Di sepanjang rute tersebut mempunyai medan terjal, yang sering digunakan pendaki sebagai tempat menginap bila ingin bermalam untuk beberapa hari. Di ketingian Burni Telong, hamparan pohon pinus memanjakan mata. Dari gunung ini juga mengalir air panas yang kemudian dijadikan pemandian air panas di Kecamatan Wih Pesam, Lampahan.
Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar pernah mengingatkan semua pihak agar tak lengah mengawasi dan meneliti tingkat kerawanan semua gunung api yang ada di Aceh. “Meningkatnya intensitas bencana di Sumatera, termasuk Aceh, harus membuat kita semakin tanggap terhadap kondisi alam dan giat melakukan penelitian, seperti meneliti gunung berapi dan lainnya.” Ujarnya kepada Media.
Agaknya, apa yang dikatakan oleh Nazar ada benarnya. Bagaimanapun semua pihak terutama pemerintah kabupaten agar menyiapkan langkah antisipasi kalau-kalau gunung ini meletus. Artinya harus ada system yang dibuat secara jelas seandainya terjadi bencana.
Selain itu, tentu masyarakat sendiri harus mengetahui cara menghindar dan menyelamatkan diri dengan bantuan arahan dan pelatihan yang dilakukan oleh pihak terkait, terutama bagi pihak-pihak terkait dalam hal ini. Terakhir tentu saja sebagai umat beragama, sebagai seorang muslim memanjatkan doa, agar gunung Berapi menjadi berkah bukan sebaliknya menjadi bencana kepada masyarakat sekitar sebagai bentuk hukuman Tuhan karena telah durhaka kepada sang Penciptanya.
Sumber : http://www.lintasgayo.com/5115/mengintip-gunung-berapi-burni-telong.html
Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://acehtourismagency.blogspot.com/2012/09/keindahan-gunung-burni-telong-takengon.html
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Luar biasa @munazirza
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit