Berpikir ala Sherlock Holmes
Karya: Kahfi Rafsanjani
Akhir-akhir ini aku sedang sibuk membaca novel detektif yang bernama Sherlock Holmes. Dia adalah salah seorang karakter fiktif ciptakan Sir Athur Conan Doyle. Sherlock Holmes digambarkan sebagai seorang pria yang elegan, introver dan teliti. Ditemani seorang koleganya yang berprofesi sebagai dokter yaitu tuan Watson, Sherlock Holmes berpetualang memecahkan semua jenis kejahatan di London barat.
Aku menamatkan novel Sherlock Holmes itu dalam beberapa hari saja. Entah mengapa, aku serasa dibawa ke dalam lingkungan detektif. Banyak misteri misteri yang Sherlock Holmes pecahkan membuatku takjub.
Sejak saat itu, aku mulai sedikit demi sedikit bertindak seperti Sherlock Holmes. Aku mulai memperhatikan orang-orang lalu lalang di pasar seraya menebak umur dan profesinya. Tentu saja itulah hal yang sering dilakukan Sherlock Holmes dalam kisah petualangannya.
Hari itu, aku bangun pagi seperti biasa. Segera aku melakukan rutinitasku mulai dari mandi, berpakaian dan makan pagi. Jam menunjukkan pukul 07:00 pagi. Aku segera menghidupkan sepeda motorku. Kukenakan sepatu hitam bergaris putih di kakiku. Terasa pas dan mantap seperti biasa. Kemudian bersiaplah aku menarik gas menuju ke sekolah.
Dalam perjalanan, lagi-lagi pandanganku terarah ke berbagai penjuru. Memeriksa setiap detail pemandangan. Aku melihat seorang ayah yang sedang membonceng anaknya ke sekolah melesat dari arah kananku. Aku perhatikan mereka. Lagi-lagi aku berusaha menebak umur dan profesi bapak tersebut. Tetapi aku tidak berhasil menebaknya. Hanya spekulasi-spekulasi saja yang bermunculan. Bahwa bapak itu berprofesi sebagai toke sebuah toko terkenal di Sigli, dilihat dari baju yang dimasukan kedalam celananya. Ditambah tali pinggang yang berkilau membaluti pinggang kecil di bawah perutnya yang buncit. Mungkin saja aku salah.
15 menit kemudian aku tiba di sekolah. Seperti biasa, aku jarang telat. Segera ku langkahkan kaki ini menuju ke kelas. Hari itu, pelajaran pertama adalah olahraga. Pak Rahmat, guru olahraga kami memanggil semua murid untuk berkumpul di lapangan. Kemudian kami semua melakukan pemanasan sesuai arahan dari pak Rahmat.
"Fan, kamu udah baca novel Sherlock Holmes yang aku ceritakan kemarin?" Tanyaku.
"Enggak, tapi aku udah nonton beberapa filmnya. Keren-keren banget aksinya. Kita sebagai penonton susah sekali menebak alur ceritanya" jawab Fani.
Diantara semua teman-teman ku, hanya Fani yang sedikit nyambung kalo aku bicara tentang Sherlock Holmes.
Kemudian kami semua belajar teknik-teknik dasar permainan bola basket. Sudah lebih dari dua Minggu kami mendapat materi ini dalam pelajaran olahraga.
60 menit berlalu dengan menyenangkan. Banyak peluh yang kami keluarkan. Lalu, aku mengajak semua teman-teman untuk mengganti pakaian dibelakang asrama putra. Kami masih membahas tentang permainan basket tadi.
Setelah selesai mengganti pakaian. Aku mengajak Fani dan teman lainnya untuk jajan di depan. Aku juga bermaksud untuk memasukkan baju kotor penuh keringat ini ke bagasi jok motorku.
Tiba-tiba, di tengah perjalanan aku tersentak. Terasa seperti serangan jantung kecil. Aku meraba seluruh saku celana dan bajuku, tetapi aku tidak menemukan kunci sepeda motorku. Ini bukan kali pertama aku kehilangan kunci sepeda motor ku. Sudah cukup kapok aku dimarahi orang tua atas keteledoran ini.
Tak tanggung-tanggung, aku membuka seluruh isi tasku untuk mencari kunci itu. Alhasil aku hanya harus memasukkan buku bukuku kembali kedalam tas dengan sia sia.
Sedikit frustasi. Kemudian Fani bilang, "Coba kamu ingat dulu, Fi. Ingat baik-baik dari pertama kali kamu sampai ke sekolah tadi pagi.
"Aha! Ide bagus. Kurasa ini saatnya kita berlagak seperti Sherlock Holmes dan Watson, ayo!" ajakku.
Dia hanya mengangguk. Kami segera menuju ke parkiran. Disana, aku mulai memperhatikan sekeliling motorku. Tetapi tidak menemukan apa-apa.
"Berpikir seperti Sherlock Holmes, berpikir seperti seorang detektif" Gumamku dalam hati.
Kemudian aku memperhatikan motorku sendiri. Aku duduk kembali di atasnya. Aku memperagakan kebiasaanku ketika hendak turun dari motor menuju kelas. Aku melakukannya sampai tiga kali. Fani hanya melihat ku sambil geleng-geleng kepala. Mungkin saja dia mengganggap aku sudah gila.
Aku merasa ada yang janggal di motorku. Aku memperhatikan dengan seksama lubang kunci motor yang terdapat di bagian bawah setang sebelah kanan. Aku tersadar. Lalu memanggil Fani.
"Fan, cepat kesini!" Panggilku.
Dia berjalan kurang semangat. Mungkin karena dia sudah lapar memerhatikan ku seperti orang kurang waras.
"Fan, coba kamu lihat box kunci motor ini. Ada yang janggal?" Tantangku.
"Hmmm... enggak tuh!" Jawabnya kurang semangat.
"Coba perhatikan lagi! Ini lihat, tombol kecil pengaman lubang kunci ini tidak tertutup", ujarku penuh semangat.
Fani hanya bertambah heran. "Terus?" Tanyanya.
"Tombol kecil ini kan berguna untuk menutup lubang kunci, dan hanya bisa dibuka menggunakan bagian atas kunci. Ada semacam magnet di situ yang bentuknya juga harus cocok dengan kunci. Begitu cara bukanya. Nah, yang ingin aku jelaskan adalah, aku tidak pernah lupa menekan tombol kecil itu setiap kali aku turun dari kereta. Tapi sekarang lihat? Tombol itu belum tertekan, lubangnya masih terbuka", ujarku seperti layaknya seorang detektif kondang.
"Nah, untuk itu. Aku dapat menyimpulkan dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah, aku memang lupa menekannya. Tapi kemungkinan ini sangat kecil, maka kita abaikan saja. Kemungkinan kedua adalah, aku lupa mencabut kunci dari tempatnya ketika aku turun dari motor menuju ke kelas", jelasku panjang lebar.
"Ok, terus? Dimana kuncimu?", Ucap Fani tidak sabar.
"Sabar, sabar... hanya ada satu tempat untuk mencari taunya" jawabku menenenangkannya.
Kami berdua menuju pos satpam. Fani juga ikut atas paksaanku.
"Permisi pak, ada orang yang menitip kunci motor tadi gak? Gantungannya warna merah. Kunci itu diambil dari lubang kunci motor di parkiran yang lupa dicabut", tanyaku percaya diri.
"Eee... ada nih. Memangnya punya siapa? Punya kamu?", Tanyanya bapak satpam tersebut.
"Iya pak, tadi saya lupa cabut kuncinya. Tiba-tiba saja saya kepikiran pasti ada yang membawanya ke pos satpam" jawabku.
"Oh, yasudah. Lain kali hati-hati ya. Ini kuncinya", pak satpam memberi kuci motorku.
Lalu, kami keluar dari pos satpam. Dadaku busung kedepan. Rasanya seperti detektif handal yang menuntaskan kasus pembunuhan berantai.
"Hahaha... bagaimana Fan? Kekuatan analisaku?" Tanyaku sombong.
"Yelah, yelah... aku akui kamu itu 15-20 sama Sherlock Holmes. Yaudah ayok kita jajan" Jawabnya iri.
Aku hanya menertawakan kejadian kami. Lalu segera mengajaknya jajan ke depan. Aku tahu dia sudah sangat lapar setelah menyaksikan pertunjukan penuh teka-tekiku.
Tamat.