Kombes Pol Martinus Sitompul
Dua perwira tinggi (Pati) Polri dikabarkan bakal menjadi pelaksana tugas (Plt) Gubernur Jawa Barat (Jabar) dan Sumatera Utara (Sumut). Rencana itu untuk mengisi kekosongan pimpinan saat Pilkada Serentak 2018. Hal itu disampaikan Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Martinus Sitompul saat Rapim Polri di Auditorium PTIK, Jakarta Selatan, Kamis, 25 Januari 2018.
Dua perwira tinggi yang dikabarkan menjadi Plt Gubernur adalah Assisten Operasi (As Ops) Irjen Pol M Iriawan sebagai Plt Gubernur Jabar dan Kadiv Propam Polri Irjen Pol Martuani sebagai Plt Gubernur Sumut. "Informasi ini kita masih menunggu surat resminya, sehingga bisa kita ketahui siapa yang akan menduduki jabatan sementara," ujarnya. Mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini menyebut keputusan dua Pati menjadi Plt Gubernur berdasarkan rujukan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Irjen Pol M Iriawan
Irjen Pol Martuani
Direktur Jenderal Otonomi Daerah pada Kementerian Dalam Negeri, Sumarsono, mengoreksi bahwa mereka sesungguhnya diusulkan menjadi pejabat gubernur. "Bukan Plt tapi dia Pj, yaitu penjabat gubernur. Itu boleh saja. Nanti Presiden memerintahkan kepada eselon satu atau jenderal setingkat untuk menjadi Pj melalui Mendagri. Dan sepertinya sedang diusulkan saja," ujar Sumarsono pada Kamis, 25 Januari 2018.
Menurut Martinus, ditunjuknya dua perwira tinggi Polri menjadi Plt Gubernur bukanlah hal yang pertama kali. Sebelumnya, Staf Ahli Bidang Ideologi dan Konstitusi Kemenko Polhukam Irjen Carlo Brix Tewu pernah menjabat sebagai Plt Gubernur Sulawesi Barat pada 2016. Nantinya, jika memang ditunjuk sebagai Plt Gubernur, dua perwira tinggi ini akan mengisi kekosongan pemerintahan daerah selama empat hingga lima bulan. "Menjabat sekitar 4 sampai 5 bulan," katanya.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengakhiri masa jabatannya pada 13 Juni 2018, sedangkan Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry pada 17 Juni 2018.
Pemungutan suara pilkada serentak ditetapkan pada 27 Juni 2018. Artinya ada masa lowong Jawa Barat dan Sumatera Utara tanpa gubernur karena masa jabatan mereka berakhir sebelum pencoblosan. Maka pemerintah pusat perlu mempersiapkan pengganti sementara yang disebut penjabat gubernur sampai gubernur terpilih atau definitif hasil pilkada dikukuhkan.
Anggota Komisi III DPR, Taufiqulhadi
Adapun Anggota Komisi III DPR, Taufiqulhadi berkomentar soal perwira polisi yang menjadi pelaksana tugas gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara. Ia meminta presiden mencermati lagi soal putusan Mendagri tersebut.
"Sebaiknya Presiden menolak saja. Karena kebijakan ini menimbulkan tanda tanya dari masyarakat. Dan, Presiden dianggap pihak yang bertanggungjawab," kata Taufiqulhadi dalam pesan singkat pada wartawan, Kamis 25 Januari 2018. Ia menyarankan agar Kemedagri sebaiknya mengajukan saja pejabat di Kemendagri. Misalnya seperti pejabat setingkat Dirjen untuk jabatan tersebut.
"Mengajukan perwira polisi aktif sebagai plt Gubernur bukan tempat dan saat yang tepat. Bukan hanya polisi, juga perwira TNI aktif jangan ditempatkan untuk untuk posisi itu dulu. Hal ini semata-mata untuk menjaga netralitas," kata Taufiqulhadi.
Lalu dalam konteks Sumatera Utara atau Sumut, Ia menjelaskan Kemendagri akan melaksanakan pergantian Gubernur ke plt Sumut pada bulan Februari. Padahal, Gubernur Sumut baru bisa diganti dengan plt bila telah habis masa jabatannya selama 5 tahun.
"Masa jabatan itu akan berakhir bulan Juni nanti. Jadi gubernur Sumut, yang tidak mencalonkan diri itu, baru bisa di-plt-kan pada bulan Juni nanti. Tidak bisa sekarang," kata Taufiqulhadi.
Jika digantikan sekarang, menurut Taufiq, sama saja dipecat di tengah jalan. "Apa alasan ia dipecat? Gubernur Sumut bisa menggugat nanti. Dan hal itu akan berakibat pada keabsahan hasil pilkada Sumut nantinya," kata Taufiqulhadi.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkapkan, pengangkatan pejabat gubernur untuk mengisi kekosongan kepala daerah dari unsur Polri bukanlah yang pertama. Bahkan Kementerian juga pernah meminta dari unsur TNI. "Pilkada tahu kemarin saya tempatkan Mayor Jenderal TNI Soedarmo di Aceh dan Inspektur Jenderal Polisi Carlo Tewu di Sulawesi Barat, tidak masalah, dan pilkada aman," kata Tjahjo melalui pesan singkat pada Kamis, 25 Januari 2018.
Tjahjo menjelaskan alasan mengusulkan perwira tinggi Polri menjadi penjabat gubernur karena keterbatasan aparatur sipil negara pada Kemendagri. Syarat utama untuk mengisi jabatan gubernur yang lowong ialah sekurang-kurangnya pejabat eselon I atau jenderal yang setingkat.
"Tidak mungkin semua eselon satu Kemendagri dilepas semua. Kalau semua dilepas, kosong Kemendagri," ujarnya berargumentasi.
Selain itu, pemilihan anggota TNI dan Polri sebagai penjabat gubernur adalah pertimbangan kerawanan konflik pilkada di daerah yang ditunjuk. Tanggung jawabnya sebagai Menteri Dalam Negeri untuk memastikan pelayanan terhadap masyarakat tetap berjalan.