Tujuan Allah menciptakan manusia untuk beribadah kepadaNya sebagaimana Allah firmankan didalam QS Az-Zariyat :56 "Tidak Ku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Ku"
Maka segala aktivitas dalam hidup kita sudah selayaknya ditujukan untuk mendapat ridha Allah, agar bernilai ibadah.
Demikian juga halnya dalam berumah tangga, harus diawali dengan niat yang lurus.
Lalu mengapa niat menjadi penting?, ya karena segala amal perbuatan itu tergantung niatnya. Ini disebutkan dalam hadist yang pertama pada hadist Arbain Imam Nawawi.
Mengapa dalam islam berumah tangga perlu diawali dengan meluruskan niat?
Jawabannya karena keberlangsungan rumah tangga nantinya setelah menikah, akan ditentukan oleh niat awal dalam membangun rumah tangga.
Jika salah dalam niat awal menikah maka kegagalan dalam berumah tangga akan terjadi, boleh jadi kegagalan itu berupa biduk rumah tangga akan putus di tengah jalan, suasana rumah tangga yang tidak harmonis, tidak ada ketenangan didalamnya, anak-anak yang buruk tingkah polahnya.
Ada banyak alasan/sebab yang memotivasi seseorang untuk menikah. Misalnya karena cinta, tersebab cantiknya, cerdasnya, kayanya, juga karena kedudukannya(keturunannya). Ada pula yang ingin menikah karena ingin menjaga kehormatannya, mendapatkan keturunan. Tak sedikit juga yang beralasan menjalankan sunnah Rasulullah saw. Dan ada juga yang menikah tersebab kesholehannya.
Dalam sebuah hadist Rasulullah saw mengatakan " Wanita dinikahi karena empat perkara hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang taat beragama, niscaya engkau beruntung" (HR Bukhari).
Jadi tak ada yang salah jika seseorang menikah berdasarkan harta, keturunan, kecantikan dan agama. Namun harus diperhatikan juga janganlah seseorang menikah karena hartanya saja, atau karena keturunannya saja atau karena cantiknya saja, karena Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa mengawini seorang wanita karena memandang kedudukannya maka Allah akan menambah baginya kerendahan, dan barangsiapa mengawini wanita karena memandang harta-bendanya maka Allah akan menambah baginya kemelaratan, dan barangsiapa mengawininya karena memandang keturunannya maka Allah akan menambah baginya kehinaan, tetapi barangsiapa mengawini seorang wanita karena bermaksud ingin meredam gejolak mata dan menjaga kesucian seksualnya atau ingin mendekatkan ikatan kekeluargaan maka Allah akan memberkahinya bagi isterinya dan memberkahi isterinya baginya." (HR. Bukhari)
Jadi luruskan niat menikah, untuk meraih Ridha Allah, termasuk didalamnya proses menuju pernikahan harus sesuai dengan apa yang diajarkan dan di sunnahkan oleh Rasulullah saw.
Hadist Rasulullah saw: "Segala sesuatu yang dikarenakan Allah akan berkelanjutan dan berketerusan dan apa-apa saja yang bukan karena Allah akan terputus"
Ketika suatu masalah terjadi dalam rumah tangga maka tujuan awal menikah, visi misi berumah tangga akan menjadi pengikatnya.
Bagaimana untuk yang sudah menikah, yang awalnya tidak memiliki visi misi dalam berumah tangga, juga tidak mempunyai ilmu?.
Tidak ada kata terlambat untuk memperbaharui niat dalam berumah tangga. Luruskan niat untuk meraih ridhaNya. Untuk Serumah sesurga, rumah tangga dunia akhirat. Jangan lupa senantiasa berdo'a kepada Allah agar senantiasa diberikan keberkahan dan memohon ridhaNya.
Sebagai penutup mari belajar dari kisah yang Dikutip dari Talkhis Kitabush Shiyam min Syarhil Mumti’ karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin diterjemah Oleh Danang Kuncoro Wicaksono
Najmuddin Ayyub, penguasa Tikrit saat itu belum menikah dalam waktu yang lama. Saudaranya yang bernama Asaduddin Syerkuh bertanya:
“Saudaraku, mengapa kamu belum menikah?”
Najmuddin menjawab, “Aku belum mendapatkan yang cocok.”
“Maukah aku lamarkan seseorang untukmu?”
“Siapa?”
“Puteri Malik Syah, anak Sultan Muhammad bin Malik Syah, Raja bani Saljuk atau putri Nidzamul Malik, dulu menteri dari para menteri agung zaman Abbasiyah.”
Najmuddin berkata, “Mereka tidak cocok untukku.”
Heranlah Asaduddin Syerkuh. Ia berkata, “Lantas, siapa yang cocok bagimu?”
Najmuddin menjawab, “Aku menginginkan istri yang salihah yang bisa menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan anak yang dia tarbiyah dengan baik hingga jadi pemuda dan ksatria serta mampu mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum muslimin.”
Waktu itu, Baitul Maqdis dijajah oleh pasukan salib dan Najmuddin masa itu tinggal di Tikrit, Irak, yang berjarak jauh dari lokasi tersebut. Namun, hati dan pikirannya senantiasa terpaut dengan Baitul Maqdis.
Impiannya adalah menikahi istri yang salihah dan melahirkan ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis ke pangkuan kaum muslimin.
Asaduddin tidak terlalu heran dengan ungkapan saudaranya, ia berkata, “Di mana kamu bisa mendapatkan yang seperti ini?”
Najmuddin menjawab, “Barang siapa ikhlas niat karena Allah, akan Allah karuniakan pertolongan.”
Maka, pada suatu hari, Najmuddin duduk bersama seorang Syaikh di masjid Tikrit dan berbincang-bincang. Datanglah seorang gadis memanggil Syaikh dari balik tirai dan Syaikh tersebut minta izin Najmuddin untuk bicara dengan si gadis.
Najmuddin mendengar Syaikh berkata pada si gadis, “Kenapa kau tolak utusan yang datang ke rumahmu untuk meminangmu?”
Gadis itu menjawab, “Wahai, Syaikh. Ia adalah sebaik-baik pemuda yang punya ketampanan dan kedudukan, tetapi ia tidak cocok untukku.”
Syaikh berkata, “Siapa yang kau inginkan?”
Gadis itu menjawab, “Aku ingin seorang pemuda yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan darinya anak yang menjadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin. Dia cocok untukku!”
Najmuddin bagai disambar petir saat mendengar kata-kata wanita dari balik tirai itu.
Allahu Akbar! Itu kata-kata yang sama yang diucapkan Najmuddin kepada saudaranya. Sama persis dengan kata-kata yang diucapkan gadis itu kepada Syaikh.
Bagaimana mungkin ini terjadi kalau tak ada campur tangan Allah yang Maha Kuasa? Najmuddin menolak putri Sultan dan Menteri yang punya kecantikan dan kedudukan. Begitu juga gadis itu menolak pemuda yang punya kedudukan dan ketampanan.
Apa maksud ini semua? Keduanya menginginkan tangan yang bisa menggandeng ke surga dan melahirkan darinya ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin.
Seketika itu Najmuddin berdiri dan memanggil sang Syaikh, “Aku ingin menikah dengan gadis ini.”
Syaikh mulanya kebingungan. Namun, akhirnya beliau menjawab dengan heran, “Mengapa? Dia gadis kampung yang miskin.”
Najmuddin berkata, “Ini yang aku inginkan. Aku ingin istri salihah yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan anak yang dia didik jadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin.”
Maka, menikahlah Najmuddin Ayyub dengan gadis itu.
Tak lama kemudian, lahirlah putra Najmuddin yang menjadi ksatria yang mengembalikan Baitul Maqdis ke haribaan kaum muslimin. Anak itu lahir di benteng Tikrit, Irak tahun 532 H/1137 M. Namanya adalah Yusuf bin Najmuddin al-Ayyubi atau lebih dikenal dengan nama SHALAHUDDIN AL AYYUBI(صلاح الدین ایوبی).
Ahad 21 Januari 2018
Radio Serambi FM 90,2