Perbedaan cara pandang soal impor beras belum juga berujung pada kesamaan sikap antara Direktur Utama Bulog Budi Waseso (Buwas) dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. Keduanya masih bertahan dengan argumen masing-masing soal harus-tidaknya impor beras.
Kepentingan pemerintah untuk memperkuat pasokan dan cadangan beras di dalam negeri, dibantah oleh Buwas. Mantan Kepala BNN tersebut beranggapan, impor beras justru akan menambah stok beras yang mubazir di gudang Bulog. Buwas mengatakan bahwa gudang-gudang Bulog sudah penuh, sehingga tak mungkin bisa menampung gelontoran beras impor yang masih akan dilakukan pemerintah. Bagi Buwas, pasokan beras lokal masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras nasional.
Apakah kondisinya benar di lapangan? Kami mencoba mendatangi dua gudang Bulog yang berada di Kota Padang, Sumatra Barat. Gudang pertama yang didatangi berada di Alang Laweh, Kota Padang.
Fakta yang ditemukan di sana, tiga unit gudang dengan kapasitas total 10.500 ton beras terisi penuh oleh 8.000 ton beras dan sisanya diisi komoditas lain seperti tepung terigu, gula, dan minyak goreng. Sebagian besar cadangan beras yang disimpan adalah beras impor dari Vietnam dan Thailand. Hanya sebagian kecil bagian dalam gudang yang digunakan untuk menyimpan beras dari petani lokal.
Bulog Divre Sumbar terpaksa menyewa gudang milik swasta untuk menampung 7.500 ton beras impor asal Vietnam. Bila impor tetap dilanjutkan, maka Bulog harus menyewa gudang lain dengan biaya ratusan juta perbulan.
Gudang kedua yang didatangi beralamat di Pampangan, tak jauh dari Pelabuhan Teluk Bayur. Gudang dengan kapasitas total 7 ribu ton beras itu terisi penuh oleh beras impor dari Vietnam dan Thailand. Tidak ada komoditas lain selain beras yang disimpan di gudang Pampangan. Bahkan, kapasitas kedua gudang di Kota Padang ini berlebih.
Bulog terpaksa menyewa dua unit gudang di kawasan pergudangan Contindo milik swasta. Sebanyak 7.500 ton beras impor asal Vietnam disimpan di gudang sewaan ini. Usut punya usut, Bulog harus merogoh kocek hingga ratusan juta per bulan untuk membayar biaya sewa.
Kepala Bulog Divisi Regional Sumatra Barat, Suharto Djabar, menjelaskan secara menyeluruh, cadangan beras di gudang-gudang di seluruh Sumbar berjumlah 21 ribu ton. Kondisi di seluruh gudang sama: full capacity.
Dari angka tersebut, 11.500 ton beras merupakan beras serapan lokal seperti dari Lampung. Meski sudah penuh, Bulog masih harus menampung 4.000 ton beras yang dijadwalkan tiba pada akhir September 2018 mendatang. Bila ditotal, Bulog Sumbar harus menyimpan 25 ribu ton beras.
"Memang kondisinya demikian. Pak Dirut (Buwas) tentu menyampaikan kondisi di lapangan. Ketersediaan gudang Bulog sangat terbatas. Bahkan kami kami sewa gudang swasta. Biaya tentu membengkak," kata Suharto, Kamis (20/9).
Bulog Divre Sumbar terpaksa menyewa gudang milik swasta untuk menampung 7.500 ton beras impor asal Vietnam. Bila impor tetap dilanjutkan, maka Bulog harus menyewa gudang lain dengan biaya ratusan juta perbulan.
Penyaluran Beras Sejahtera Dipercepat
Penuhnya gudang membuat Bulog harus memutar otak untuk menyediakan ruang penyimpanan 4 ribu beras yang akan tiba akhir bulan. Akhirnya pemerintah menyepakati, penyaluran bantuan sosial beras sejahtera (rastra) untuk keluarga miskin dipercepat untuk tiga bulan sekaligus. Bulog diberi izin untuk menyalurkan rastra selama September-Oktober 2018 dalam sekali penyaluran. Bila penyaluran reguler dilakukan untuk 2.300 ton beras perbulan, maka penyaluran kali ini bisa dilakukan untuk 6.900 ton beras sekaligus.
"Dengan percepatan ini gudang kita ada space untuk tampung 4.000 ton dari Jawa tadi. Rata-rata gudang di Jawa penuh terisi beras impor. Sehingga di 'movenas' artinya dipindah ke daerah yang masih bisa menampung," katanya.
Meski menyayangkan keputusan Kementerian Perdagangan yang kukuh melakukan impor beras, Suharto mengaku tetap akan tunduk pada ketetapan pemerintah. Bila impor beras tetap dilakukan,