Memahami Ketentuan Pembuatan Bukti Potong Pajak Penghasilan Pasal 23

in pajak •  4 months ago  (edited)

PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan dari modal, penyerahan jasa, hadiah, dan penghargaan, selain yang sudah dipotong oleh PPh Pasal 21. Setiap Wajib Pajak yang terlibat dalam transaksi yang terkait dengan PPh 23 harus mengelola bukti potong melalui aplikasi e-Bupot. Artikel ini akan membahas secara detail tentang bukti potong PPh 23 dan langkah-langkah membuatnya dengan mudah.

Sekilas tentang Bukti Potong PPh Pasal 23

Bukti potong PPh Pasal 23 adalah formulir atau dokumen lain yang digunakan oleh pemotong pajak untuk menunjukkan bahwa pajak telah dipotong dan untuk mempertanggungjawabkan pemotongan tersebut. PPh Pasal 23/26 adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan dari modal (seperti dividen, bunga, royalti, dll.) dan penyerahan jasa atau kegiatan lainnya yang tidak dipotong PPh Pasal 21.

Bukti potong memiliki peran penting bagi pemotong dan subjek pajak yang pajaknya dipotong. Bagi pemotong, bukti potong menunjukkan bahwa mereka telah memotong dan menyetorkan pajak yang sesuai. Bagi subjek yang pajaknya dipotong, bukti potong adalah bukti bahwa pajak telah dipotong dari penghasilannya. Selain itu, bukti potong ini digunakan sebagai formulir bukti pemotongan yang digunakan untuk pelaporan PPh 23.

Panduan Pembuatan Bukti Potong PPh 23

Tata cara pembuatan bukti pemotongan PPh Pasal 23 diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-07/PJ/2017. Sebelum membuat bukti potong PPh 23, penting untuk memahami jenis-jenis bukti potong yang ada. Berikut adalah beberapa di antaranya:

  1. Bukti Pemotongan PPh Pasal 23: formulir SPT PPh 23 atau dokumen lain yang setara, digunakan sebagai bukti pemotongan dan pertanggungjawaban atas pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan.
  2. Bukti Pemotongan Pembetulan: bukti pemotongan yang dibuat untuk memperbaiki kesalahan dalam pengisian bukti pemotongan yang telah dibuat sebelumnya.
  3. Bukti Pemotongan Pembatalan: bukti pemotongan yang dibuat untuk membatalkan bukti pemotongan yang telah dibuat sebelumnya karena pembatalan transaksi.

Dalam pembuatan bukti potong, penting untuk memperhatikan penomoran dokumen. Jika penomoran bukti potong tidak sesuai ketentuan, dokumen tersebut dianggap tidak sah. Berikut adalah beberapa ketentuan penomoran bukti potong:

  1. Bukti Pemotongan terdiri dari 10 digit, di mana 2 digit pertama adalah kode bukti pemotongan dan 8 digit berikutnya adalah Nomor Urut Bukti Pemotongan.
  2. Nomor Urut Bukti Pemotongan diberikan secara berurutan dari 00000001 hingga 99999999 dalam satu tahun kalender.
  3. Penomoran Bukti Pemotongan untuk formulir kertas harus terpisah dengan dokumen elektronik.
  4. Nomor Bukti Pemotongan dibuat dan dihasilkan oleh sistem.
  5. Nomor tidak berubah saat terjadi pembetulan atau pembatalan.
  6. Nomor tidak bersifat terpusat (nomor dibuat untuk setiap NPWP).

Selain penomoran, berikut adalah beberapa ketentuan lain yang harus dipatuhi dalam pembuatan bukti potong sebelum menerbitkannya:

  1. Mencantumkan NPWP atau menggunakan NIK (Nomor Induk Kependudukan) jika tidak memiliki NPWP.
  2. Mencantumkan Surat Keterangan Domisili dengan keterangan yang jelas mengenai tanggal pengesahannya.
  3. Mencantumkan nomor dan tanggal Surat Keterangan Bebas.
  4. Mencantumkan tanda tangan elektronik yang terdapat di Digital Certificate (DC) saat menggunakan e-Bupot secara resmi.
  5. Satu Bukti Pemotongan berlaku untuk satu wajib pajak, satu kode objek pajak, dan satu Masa Pajak.

Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 23

Setelah membayar PPh 23, penting untuk menyimpan bukti potongnya dalam dua rangkap. Rangkap pertama harus diserahkan oleh pemotong kepada Wajib Pajak yang dikenakan PPh. Sedangkan rangkap kedua akan dilampirkan dalam laporan pajak.

Penyampaian laporan pajak Penghasilan Pasal 23 dilakukan oleh pemotong pajak. Pelaporan ini dapat dilakukan dengan mengisi formulir SPT Masa PPh Pasal 23. Untuk melaporkan pajaknya, pemotong PPh 23 dapat menggunakan fitur lapor pajak online atau e-Filing. Penyerahan SPT ini harus dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.

Kesimpulan

Secara umum, PPh Pasal 23 adalah pajak yang pemotongannya, penyetoran, dan pelaporannya dilakukan oleh pihak pemotong pajak. Oleh karena itu, penting bagi pemotong pajak untuk memahami prosedur pengelolaan PPh 23 dan dokumen yang harus dilampirkan, seperti bukti potong.

Dengan mengikuti langkah-langkah dalam pembuatan bukti potong PPh Pasal 23 yang telah dijelaskan sebelumnya, Anda dapat membuat bukti potong tersebut dengan benar sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Hal ini akan membantu memastikan kepatuhan Anda terhadap peraturan perpajakan dan menghindari potensi sanksi perpajakan.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!