Kebiasaan ngasih makan anak orang tanpa ijin ortunya di Indonesia / Indonesians are accustomed to just share food to children without asking for permission from their parents

in parenting •  6 years ago  (edited)

(For English speaker: Please just scroll down, the translation could be found below the Indonesian article!)

Bahasa Indonesia

Halo sobat Steemians...
kali ini tulisan saya membahas tentang isu yang cukup penting untuk jadi bahan renungan bagi publik Indonesia, karena itu saya merasa penting untuk menulisnya dalam bahasa Indonesia.

Sebelum saya mudik beberapa waktu lalu, ada beberapa hal yang menjadi sumber kekhawatiran saya terutama karena sekarang saya akan membawa anak satu-satunya yang umurnya baru 1,5 tahun.
Tapi berhubung ada beberapa isu yang ingin saya bahas sementara saya ingin tulisan saya ngga terlalu melelahkan untuk dibaca karena terlalu panjang, maka akan saya batasi topiknya dengan membaginya menjadi beberapa artikel.

Isu pertama adalah soal makanan.

Selama ini saya sudah sering mendengar keluhan dari teman2 seperjuangan (hadeeh seperjuangan wkwkwkw), maksud saya senasib sepenanggungan dinegeri orang LOL... , topiknya adalah tentang kebiasaan orang Indonesia (sepertinya di Asia pada umumnya mirip2 sih) untuk asal ngasih makanan pada anak-anak tanpa nanya ortunya dulu.
Ngerti sih, secara umum mereka tuh ngga ada niat jelek, cuma mau berbaik hati dan beramah tamah dengan anak kecil yang dianggap menyenangkan.

Tapi itu adalah hal yang sebenarnya ngga seharusnya dilakukan. Sayangnya, ketika kita mengingatkan dan juga wanti-wanti pada saudara dan ortu yang lagi ngajak anak kita main untuk jangan biarin anak kita makan pemberian orang sembarangan, seringnya itu malah jadi sumber konflik. Dianggapnya kita sombong mentang-mentang udah jadi orang Eropa. Bahkan tak jarang keluarga kita sendiri pun protes dan ngajak "berantem" gara-gara isu ini.


Well... itu sama sekali salah besar, ngga ada hubungannya sama sekali dengan "kesombongan", merasa jijik, "nggaya" ngga doyan lagi sama makanan lokal, ngga menghargai atau apapun yang semacam itu.

Ada beberapa alasan yang mungkin dibenak kebanyakan orang Asia ngga pernah terlintas, yaitu sebagai berikut:

1. Pernah nggak terpikir kalau si anak ternyata punya alergi serius terhadap bahan makanan tertentu?

Alergi itu ngga cuma sesederhana kulit bentol-bentol atau merah2 dan gatal ya. Kasus alergi yang serius itu bisa berakibat fatal, bisa menghilangkan nyawa lho.
Alergi kacang misalnya, itu yang serius bisa menutup saluran pernafasan dan efeknya cukup kilat. Di Eropa yang proses pertolongan daruratnya cepat, bahkan bisa manggil helikopter segala kalau perlu pun belum tentu memberi cukup waktu untuk menolong, apalagi di Indonesia dimana ambulan aja bisa terjebak macet dan ngga akan bisa bawa anak ke RS secepatnya. Apalagi kalau kita lagi jauh dari kota besar yang punya fasilitas kesehatan yang komplit.
Seperti di kota kelahiran saya yang dari ibukota propinsi terdekat saja jaraknya 3-4 jam perjalanan naik mobil. Mau nangis darah juga percuma kalau sampai kejadian macam itu terjadi.


Dan produk jadi buatan pabrik yang bahan utamanya bukan kacang misalnya, belum tentu ngga ada jejak kacang sama sekali, apalagi produk rumahan yang ngga terpantau Depkes.
Kasus intoleransi terhadap laktosa pada anak itu juga cukup banyak. Di Eropa setiap produk akan selalu ada keterangan apakah sebuah produk ada kemungkinan jejak bahan tertentu yang bisa memicu alergi, sesedikit apapun itu, tapi di Indonesia nggak ada kewajiban macam itu.


Karena itu, jangan sepelekan isu ini.

2. Di Eropa anak-anak itu secara umum dididik untuk mandiri sedini mungkin.

Disini yang namanya asisten rumah tangga itu nggak umum. Tenaga manusia itu mahal jadi keluarga kebanyakan itu nggak ada yang punya baby sitter yang bisa ngikutin anak kemana-mana. Kita juga ngga bisa nitipin anak ke saudara atau nyuruh orang tua/mertua momong anak dan bertanggung jawab penuh secara kontinyu.
Karena itulah anak-anak dari kecil dibiasakan untuk nggak sembarangan nerima pemberian dari orang tanpa setahu ortunya, apalagi kalau orang itu tidak mereka kenal baik.


Ini penting sekali, karena anak adalah sasaran empuk kejahatan dan paling gampang terbujuk oleh makanan dan mainan. Orang dewasa aja bisa tertipu mulut manis dan senyum ramah, apalagi anak kecil.
Bukannya kita mencurigai tetangga sendiri ya...sama sekali bukan!


Walaupun berdasarkan statistik, pelaku pedofilia itu memang mayoritas justru orang yang ada dilingkungan terdekat si anak sih... tapi diluar isu inipun tetap ada alasan lain yang nggak kalah signifikan, yaitu "pendidikan".
Mendidik anak bukanlah hal yang gampang dan butuh proses panjang, karena itu kita nggak mau kerja keras kita begitu lama rusak total hanya karena liburan di Indonesia yang mungkin bahkan sebulan aja nggak ada.


Kita ngga mau anak kita jadi kebiasaan suka minta-minta ke orang lain kalau liat anak lain makan sesuatu karena itu nggak sopan, itu satu. Tapi yang lebih penting adalah seperti saya bilang diatas, kita ingin anak kita hati-hati dan ngga gampang terbujuk oleh rayuan orang jahat dengan makanan ataupun mainan, karena anak kita ngga mungkin setiap menit selalu ada dibawah pantauan mata orangtua/pengasuhnya/orang yang kebetulan sedang dititipi tanggung jawab.
3. Kali ini mungkin ngga terkesan serius, tapi sebenarnya juga bisa menjadi serius terutama bagi anak dibawah 3 tahun, karenaa mereka masih tergolong rapuh. Contohnya: Pencegahan "Diare" dan usaha untuk menjaga agar kesehatan dan organ tubuh anak kita terpelihara kesempurnaan fungsinya.

Diare kedengarannya adalah isu ringan, tapi itu jika sifatnya nggak bakterial dan penderitanya orang dewasa yang secara umum sehat. Tapi bahkan bagi dewasa pun, adalah hal yang ngga menyenangkan untuk dialami ketika kita udah ngabisin duit puluhan juta untuk liburan dan ujung-ujungnya harus menderita kan?


Sementara itu, bagi batita, diare pun bisa membahayakan nyawa lho... karena anak sangat gampang dehidrasi dan kalau sakit akan susah makan minum biasanya kan. Anak saya doyan makanan Indonesia, tapi bagaimanapun dia lahir dan besar di Jerman sehingga tubuhnya ngga punya imunitas terhadap kuman-kuman yang ada di Asia. Butuh waktu cukup lama bagi tubuhnya untuk beradaptasi dan satu dua minggu belum tentu cukup, sementara fisik mungilnya masihlah belum setangguh tubuh orang dewasa dalam menghadapi penyakit yang sama.


Dalam hal ini saya sangat bersyukur karena sejauh ini nggak pernah ngalami problem menyusui sehingga si kecil masih bisa dapat asupan ASI cukup banyak sampai sekarang. Dan itu ngga cuma praktis tapi amat SANGAT membantu menjaga ketahanan tubuhnya.


ASI adalah "immunity booster" super wahid, pencegah dehidrasi paling top dan supplier nutrisi ideal bagi anak.
Udah gitu ASI nggak perlu ngeluarin duit ekstra pula.
Karena itu saya sangat menyayangkaan kenapa di Indonesia -bahkan didesa saya yang penduduknya masih banyak yang tergolong miskin pun- lebih suka ngasih anaknya susu formula, meskipun pada dasarnya ngga mengalami masalah dalam menyusui, dan si ibu ngga kerja "full time" diluar rumah pula.


(Padahal kerja diluar rumah pun ASI bisa dipompa dan disimpan di kulkas lho!)

Selain itu, mungkin tidak banyak rakyat kita yang menyadari bahwa organ tubuh bayi itu belum semuanya siap untuk menerima asupan bahan makanan tertentu pada umur tertentu.
Contohnya: madu baru boleh diberikan setelah minimal umur setahun karena ada substansi tertentu didalamnya yang organ bayi belum bisa mengatasinya. Asupan garam juga belum disarankan dibawah satu tahun dan cuma perlu ditingkatkan pelan-pelan sesudah itu, karena ginjal bayi masih lemah, nggak boleh dibebani terlalu banyak. Kita juga ngga mau anak kecanduan gula terlalu dini, karena itu tidak ingin memberi makanan dengan tambahan gula. Terutama karena kita juga ingin menjaga kesehatan giginya.
Salah satu produk yang bagus untuk menjaga kesehatan pencernaan adalah yoghurt, dan kebetulan anak saya suka sekali yoghurt, plain tentunya. Terutama untuk mengatasi masalah perut di Asia, saya ingin memberi si kecil Yoghurt setiap hari. Tapi tahu nggak, di Indonesia itu ternyata susah sekali nyari produk jadi yang alami, yang nggak ditambahi gula dan perasa macam-macam.
Heran deh, produk untuk balita pun ada gulanya...gila kan? Saya sempat seneng ketika di supermarket nemu yoghurt yang pake label "asli eropa" dan "plain", bukannya karena saya sok "nggaya", tapi karena saya pikir itu yoghurt beneran natural, ngga pake tambahan apa-apa gitu...Eeeeh, ternyata saya salah besar. "Plain" dan "natural" disini ternyata maksudnya cuma nggak pakai perasa buah artifisial ataupun pewarna, tapi tetep aja ditambah gula. Dan ketika saya icipi rasanya "muaniiis"...
Minta ampuuun... kaya gitu masih bisa heran kenapa di Indonesia begitu banyak orang yang udah punya masalah gigi dari kecil, dan kenapa pula begitu banyak orang Indonesia yang udah bermasalah dengan diabetes padahal masih muda dan ngga selalu punya keturunan diabetes itu lho.
Terang ajalah kalau dari kecil udah kebiasaan dapat asupan gula begitu banyak. Akhirnya tempo hari saya cuma kasih anak saya susu full cream selain ASI, ketika saya berada di kota kecil dimana nggak bisa menemukan supermarket besar yang menjual produk impor beneran ataupun produk lokal tapi yang organik sehingga bener-bener alami tanpa campuran apapun.
Ngomong-ngomong, ketika di Thailand saya juga menghadapi problem yang sama dalam mencari yoghurt, cuma setidaknya... kadar gulanya prosentasinya masih jauh lebih kecil daripada produk Indonesia. Dan berhubung saya berada dilokasi wisata yang populer bagi turis asing, setidaknya masih nggak terlalu sulit menemukan toko yang menjual produk natural yang biasa dicari keluarga Eropa yang bepergian dengan balita.

Kebiasaan yang terbentuk dari kecil itu susah menghilangkannya, jadi nantinya sampai dewasa sukanya makan yang manis-manis, padahal dari konsumsi nasi yang begitu banyak, manusia di Indonesia itu asupan gula hariannya udah cukup besar.
Nah... saya nggak mau anak saya juga punya kebiasaan semacam itu, karena itu tolong hargailah keinginan saya (dan ibu-ibu lain yang berfikiran sama) untuk tidak asal ngasih anak saya makanan tanpa minta persetujuan saya dahulu.
Bukannya sama sekali nggak boleh menerima pemberian orang yang bermaksud baik ya, tapi saya ingin tahu persis apa yang masuk ke mulut anak saya dan berapa banyak yang sekiranya masih bisa saya tolerir.

4. Terakhir dan tak kalah penting: ini adalah soal "respek".
Ini menyangkut anak orang lain, jadi sudah selayaknya kalau kita menghormati wilayah privat orang lain. Seperti apa dan bagaimana seseorang membesarkan anaknya, termasuk dalam hal memberi makanan, apa yang boleh dan ngga boleh itu adalah hak prerogratif setiap keluarga. Orang lain tidak punya alasan untuk komplain, titik.
Satu-satunya alasan yang bisa dijustifikasi bagi orang luar untuk ikut campur dalam urusan keluarga orang adalah jika terjadi kasus "pelecehan/penelantaran/penganiayaan/kekerasan", selain itu TIDAK ADA lagi.

Untungnyaa... keluarga saya biarpun orang kampung ternyata masih konsisten dengan prinsipnya dari dulu yang mana selalu mencoba menghormati kehendak orang lain meskipun itu anggota keluarganya yang jauh lebih muda. Mereka nanya dan memang protes pada awalnya, tapi bersedia menerima. Saya sangat mensyukuri itu.
Dan faktanya, saya nggak overprotektif pada anak saya kok selama disana. Bisa dilihat di foto-foto dan video yang pernah kami upload selama di Indonesia... saya bahkan membiarkan si kecil berjalan dengan telanjang kaki di lantai tanah, main disawah, mainan dengan ternak dan juga sesekali makan kerupuk aja saya ijinkan kok.
Saya cuma nggak ingin sikecil mengkonsumsi sesuatu diluar sepengetahuan saya itu apa dan seberapa banyak.

Untuk sementara cukup ini dulu bahasannya, karena sekedar ngomongin satu tema pun udah segini panjang hehehe.
Sampai jumpa pada tulisan dengan tema berikutnya dan terimakasih banyak sebelumnya atas upvote-nya.
Salam @kobold-djawa

English version:

Hello dear Steemians...
Today I'd like to elaborate few issues, which are especially important for many Indonesians to reflect on them. That's why I wrote it more details in Indonesian language.
Before travelling to Indonesia few weeks ago I had quite many concerns since I would travel with an infant this time. However I would first only concentrate on one topic, because this one alone would surely make this article long enough for most Indonesians who generally are not so fond of reading. :-D

This time I'm focusing on "FOOD" issue.

I have often heard from Indonesian friends living abroad complaining about this issue when they are travelling home to Indonesia with their children. Indonesians (I guess it's rather similar case in most Asian countries) are generally friendly towards people even if they're not too familiar with each others (which I find very great personal trait), but we should actually be a bit critical when it comes to children. I know that in most cases they only want to be friendly and generous but it's not appropriate to just give something -especially food- to children without asking permission to the parents/guardian first.
It has nothing to do with being snobbish nor conceited after living abroad, thinking that the food is disgusting or such things -like what Indonesians often accuse us regarding this issue- not at all. There are some justified arguments related to this topic which are perhaps not so familiar among Indonesians or Asians in general. I would elaborate some of them as follows:
1. Allergic issue
Allergy effect is not only limited to skin rash like what Indonesians mostly know but there are some really serious consequences caused by allergy towards particular substances in food, it could even lead to death. Crying until your eyes bleeding and even millions of Euros wouldn't help when such tragedy happens to your child.
You couldn't know what kind of intolerance towards certain substance a child has, so asking the parent previously before giving other people's child something is an important issue. Especially because in Indonesia there is no strict regulation regarding labelling for consumer product, especially related to "allergic potential substances". You can't expect it even less from a home industry products to have an appropriate composition list on it.
Even a home made food could have a residual trace of certain substance, and it could be enough to kill a child if that child has a serious allergic problem.
So this is not a light issue at all!
2. Children growing up in industry country are generally trained to be independent rather early
In Eurepe you couldn't hardly find maids nor baby sitter in the common households, human force is expensive and normal family just couldn't afford to hire them. It's not common either to ask your parents, inlaws nor siblings to take care of your kids while you're working.
At most you could ask an occasional help for emergency, but only for few hours, but normally not in regular basis. It's not like in Asia where you can even ask such support without any pre-determined cost from a relative. We just couldn't watch over our children 24/7 so they need to learn how to protect them selves as early as possible. One crucial point is to educate them not to take anything from someone without asking permission from their guardian first, especially not from someone unfamiliar to them.
It's not that we are paranoid and suspecting even our own neighbours >>although it's statistically proven that child molester are most of the time coming from the nearest family/friend circle)<< but that's not the only concern here. This is also about education. It's not an easy thing to train our child to be independent and to protect itself.
It takes a huge effort and looooong process, so we just don't want to destroy that hard work only in this short trip to our homeland.
3. This might be not as serious as those 2 previous arguments, neverthless it could be serious too depending the on the circumstance. It's to deal with "stomach problem" and an attempt to take a good care of the internal organs of our infant which haven't been fully developed yet and to maintain the best function of other organs too.
To be honest, I'm not really sure that many Indonesian mothers are aware that babies under 1 year old shouldn't be given honey yet nor additional salt to their food.
Baby's kidney for example is not fully developed yet and shouldn't be given too much burden. Additionally, although an infant with Indonesian decent has been fed occasionally with Indonesian food in Eurepe, neverthless it's born and has been growing up in Eurepe so it's body is not accustomed to the germs and bacterias growing in Asia.
It takes long time to get them accustomed to the new environment. Even adults would get stomach problem, let alone infants. However, even a diarrhea case which is normally quite harmless could put infants in danger because they are not as tough as an adult yet.
In this case I am really glad that I never had any problem with breastfeeding so that my baby still could get mother milk as much as it needs it. Breast milk is not only practical while travelling but it's also the best immunity booster for children. It's the best way to prevent children from dehydration as well as the best nutrient suppliers especially when children have problem with eating either caused by sickness or merely out of disliking the food.
Furthermore, we don't need to pay extra expense for the milk. :-D
That's why it's really a pity that in Indonesia giving babies formula milk is so much preferable among the folks, even in rural areas where the poverty rate is rather high is not much different.
And that happens even though there is no problem with breastfeeding and the mother do not actually work fulltime. Even if the mommy is working, it is still possible to breastfeed if they want it, because the milk can always be pumped out and preserved in the fridge. But yeah...pharmaceutical industry lobby is just too strong, unfortunately.
Another argument: I don't want my child to be addicted with sweet food, so I don't want it to get additional sugar intake in her food. She gets enough sugar from fruits and carbo already. I want to keep her teeth healthy. However food products in Indonesia (in other Asian countries is similar case) are generally added with sugar, and it's reaaaal plenty of sugar in it.
The most ridiculous thing is that even in a yoghurt that is labelled as a "plain" yoghurt and natural there is also additional sugar in it. I was nearly happy to find a joghurt labelled as "eurepean yoghurt" at a supermarket and I thought that I would finally find a real plain natural yoghurt, but still end up being disappointed again since it's also added with plenty of sugar.
It seems that "plain and natural" in Indonesia only means that it's not being added with artificial fruit flavor nor colour LOL.
You can see it in the pictures below!
In the end I gave up looking for yoghurt for my baby as long as I still stay in a small city. In the capital we can of course find bigger supermarket which sell imported goods or organic local products which offer real natural food.
Pondering over this....I think Indonesian people shouldn't be surprissed with the fact that so many people have problem with their teeth since very early ages and so many young people have problem with diabetes.
They are accustomed to get so high sugar intake since children...plus high amount of carbo in each meal time.
Habits that are developed since children are the most difficult to change so it should be understandable that parents with proper common sense like me do not want our children to build up such unhealthy habit. It is a matter of course that we don't want others to just feed my child without asking my permission.
It's not that I would strictly forbid everything, but I want to know what my children eat and how much is it that I still find as tolerable enough. You can see it from my previous posts that I even let my baby walking around barefooted on the ground, so I am not being a misogyny nor germaphobe :-D.
4. Last but not least: it is simply about RESPECT!
That's my child not other people's child, so my wish should be respected, period!

Finally I was still glad that my family has not changed at all when it comes to respecting other's privacy and personal decision. They indeed protested at first but ended up being understanding enough after listening my arguments.

I think that's it for today and I'll see you again soon with the next topic. Thanks in advance for your upvotes. Have a nice weekend from @kobold-djawa and family ;-)


"Gula" means sugar

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Ein starkes Plädoyer gegen respektlose, persönliche Übergriffe! Diese "Geschenke" sind gut gemeint, es möchte sicherlich niemand bewusst einem Kind schaden. Aber wie heißt es so schön: Das Gegenteil von gut ist 'gut gemeint'.

Als selbst von einigen Allergien Betroffene finde ich deinen ersten Punkt extrem wichtig! Nicht auszudenken, was alles passieren kann, wenn einem Kind etwas angeboten wird, worauf es allergisch reagiert. Ich habe es in Taiwan selbst erlebt, dass das Bewusstsein für Intoleranzen und Allergien kaum ausgeprägt ist und potentiell allergene Stoffe weder auf den Nahrungsmitteln im Geschäft noch auf der Speisekarte im Restaurant deklariert werden.

Grundsätzlich gebietet es natürlich der Respekt, dass ich die Eltern zuerst frage, bevor ich ihrem Kind etwas zum Essen anbiete.

Yup ...ich wusste damals auch nicht, dass Allergie tödlich sein könnte. Ich bekomme zum Beispiel nür Juckreiz und ich würde wie ein Monster aussehen, aber es geht schnell mit einem Antihistamin wieder weg. Der Sohn meiner Freundin hat einen schlimmen Asthma und Allergie gegen Nüssen. Sie wohnen in London und das Krankenhaus war seit der Geburt bis zu seinem dritten Geburtstag wie ein zweites Haus für ihn. Ansonsten ist er ganz aktiv und fit aufgewachsen, kann man nicht merken dass er eine Krankheit hat und überall immer viel Medikamente sowie Inhalator bzw. Atemhelfer-Gerät mitnehmen muss.
Jede Reise nach Asien bringt nicht nur Freude aber auch viel Sorge. Der Staub und so viel Smoke dort macht es natürlich noch schlimmer.
Zigarettengeschaft in unserem Land ist eine der größten Geschäft. Das ist wieder so ein Thema, das mich sehr stört.

Interesting topic and good discussion! It’s great that you raise these issues to us! Yes, we also face similar problems in Thailand.

I totally agree with you that children should be trained at their earlier ages. It’s very important that they should deny foods offering from strangers. Not only because of their health (allergy effect or stomach problem) but sometime criminals use foods or candies to induce and kidnap children.

Regarding sugar issue, I can say that most Thai children addict with sweet foods. (Including me! Yes, it cannot be changed until now.)

Thank you for reminding us about “plain” yogurt that has plenty of sugar… “It seems that "plain and natural" in Indonesia only means that it's not being added with artificial fruit flavor nor colour.” I think, it’s the same meaning here. The label of yogurt that I found in my refrigerator now is said “original”, but added 6% or 14 g. of sugar. Will try to read label before buying yogurt next time….

It’s good that you still give breastfeeding to your little princess. Mother’s milk is the best immunity for children indeed. That’s one of the main reasons why your little princess is in good health and very clever.

Last but not least, “RESPECT” is an important manner that we all should have, I absolutely agree.

Great article! ;)

Yeah... that's our common problem in south east Asia. It's ok to eat sweets, as long as it's not becoming an habit. And not only you, I also likes to drink my tea and coffee sweet, that's coming from my upbringing too in my country.
But atleast I'm not really fond of eating cakes, chocholate or such things, only occasionally.
I let my daughter occasionally eat cakes too, for example at birthday party or when we visit friends. But I don't want her to regularly eat something sweet and not in too much amount.

You're right….that’s our common problem in south east Asia indeed.

It’s good that you are not really fond of cakes or chocolate. In contrary, I love all kinds of them… That’s so sad for me! These makes my weight increase every day! Ha ha! ;D

You are very great mom, your little princess is really lucky…. ;))

Omg dont i know these too well 🤣

Sampai detik ini masih belum kebal aku sama yg ginian, jadinya terkenal jutek, sombong, dll 🤣

Hahahahaha...teman seperjuangan....senasib dan sepenanggungan lah kita 😂😂😂.

Wah setuju banget aku dengan pembahasan ini, Mbak. Karena sebenarnya memang orang tua wajib tau banget apa yang akan dikasih ke anaknya, karena orang lain biasanya gak tau kan asal kasih aja, tanpa mau tau kondisi pencernaan si anak gimana.

Orang Indo biasa mbak, mulutnya tajem bagai silet. ehehe. Dikit dikit dibilang sombong, dibilang sok orang kaya. ehehe

Sedikit-sedikit sombong... betul banget.
Kadang pada nggak nyadar, kalau suami dan anakku tuh perutnya nggak kayak perut kita yang dah kebal sama segala macam racun wkwkwkwkwkkwk.
Kalau mereka sakit yang pusing kan gue...
Ntar kalau ada kabar mau mudik pada heboh ngajak janjian ketemuan... kalau kita ngga bisa menuhin semua... dibilang sombong juga, kopdaran pilih-pilih... kayak dikiranya kita ini punya waktu dan duit takterbatas. :-D
Tapi giliran kalau kita udah sempatin ngatur dengan baik, jauh2 hari sengaja ngabarin jadwal kita, eeeh ujung-ujungnya yang bikin gagal total malah mereka.
Padahal aku dah sengaja kasih mereka pilih tempat dan waktu, krn pd dasarnya kita yg nggak lagi kerja tp berlibur, bisa menyesuaikan dengan jadwal mereka.
Tapi endingnya malah banyak yang akhirnya ngomong nggak bisa.
Atau ada juga tuh temen aku yang komplen... udah jauh2 dari LN ditengokin, giliran ketemuan bukannya melepas kangen tukar cerita2 seru...eeeeeh dimeja malah pada sibuk mainan gadget. :-D
Temenku ngomel-ngomel, lain kali malas dah kopdaran dia bilang...wong yang dikangeni bukan orangnya tapi cuma oleh-oleh dan traktirannya doang hahahaha.
Tapi untungnya temen-temenku nggak sampai begitu LOL.
Dan tempo hari masih bisa kopdaran lah dengan beberapa temen.

Hi @kobold-djawa!

Your post was upvoted by @steem-ua, new Steem dApp, using UserAuthority for algorithmic post curation!
Your UA account score is currently 4.224 which ranks you at #2797 across all Steem accounts.
Your rank has improved 3 places in the last three days (old rank 2800).

In our last Algorithmic Curation Round, consisting of 189 contributions, your post is ranked at #116.

Evaluation of your UA score:
  • Some people are already following you, keep going!
  • The readers like your work!
  • Try to improve on your user engagement! The more interesting interaction in the comments of your post, the better!

Feel free to join our @steem-ua Discord server

Postingan ingkang sae Niki mba@kobold-djawa sangat bermanfaat banyakan orang menghakimi tiang jatah tanpo paham asale perkoro awal.leres niki Ben tiang sedoyo mboten salah paham.

Betul yang @kobold-djawa sampaikan , saya sudah baca semua posting ini, sangat bagus informasinya. Terima ilmu serta pemberitahuan nya . Waspada

Semoga bermanfaat, Pak. Juga sekedar mengingatkan sesama orang sebangsa, biar ngga asal nuduh orang sombong gara2 ini begitu hehe

Congratulations @kobold-djawa! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :

You made more than 14000 upvotes. Your next target is to reach 15000 upvotes.

Click here to view your Board of Honor
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

Do not miss the last post from @steemitboard:

Saint Nicholas challenge for good boys and girls

Support SteemitBoard's project! Vote for its witness and get one more award!

Oh, I understand you very well, my dear Anna!
I was giving milk from my breasts to my daughter Darinka for three years, and she has a nice immunity and healthy teeth. And now our task is to protect our children from synthetic food with dyes and flavors, as well as empty carbohydrates and sugar, which can lead to diabetes in childhood! The main food of my children is the fruits, vegetables, nuts, seeds.
IMG_20181208_174039.jpg