Mahasiswa zaman now, dikasih nilai B masih bertanya "pak nilai saya kenapa B, apa bisa diperbaiki?". Inilah ciri-ciri terjadinya pergeseran nilai seorang guru, dimana guru sekarang mulai bisa didikte oleh siswa, diatur oleh siswa. Guru nantinya semakin ketakutan dengan siswa, sehingga siswa akan menggurui dirinya sendiri. Dan guru memilih menjadi petani, atau jualan ikan asin karena kata dan tindaknya sudah tidak dianggap.
Ini adalah akibat dari pendidikan yang menyembah kepada angka-angka numeratif sehingga nilai etika dan moral dikebiri dan dilewati begitu saja. Dan ini adalah akibat dari dipenjaranya guru oleh kode-kode etik perlindungan hak asasi manusia dan perlindungan anak. Model seperti ini nantinya akan melahirkan generasi generasi tukang beli. Jika ingin jadi pegawai negeri tidak memenuhi kompetensi, "beli saja". Uang menjadi tangan besinya. Walhasil generasi-generasi kita akan semakin korup.
Di jaman dulu, jika ada siswa berbuat salah, ditempeleng oleh gurunya, kemudian mengadu pada orang tuanya, maka ia akan dapat tambahan tempelegan empat kali lagi dari orang tuannya. Sekarang? ha ha ha, jika guru nempeleng siswanya, orang tua lapor kepolisi. Atau lebih parah lagi siswa sudah mulai berani menantang guru atau bahkan mengajak duel dengan guru. Dikira guru pemain WCW kali yaa. Lalu guru harus lapor kemana? hanya bisa lapor pada Tuhan Yang Maha Esa. IRONIS
Kemajuan bangsa ditentukan oleh daya guna masyarakatnya. Jika masyarakat tangguh dan kreatif, bangsa akan maju. Tapi bagaimana mau tangguh dan kreatif jika harus menyerah pada uang, jika harus didoktrin oleh nilai numerik. Kalau seorang mahasiswa mendapat nilai C, seharusnya ia membuktikan diri bahwa ia bisa lebih sukses dengan hanya berbekal nilai C melebihi mahasiswa yang bernilai A. Dan ia harus membuktikan bahwa nilai numerik bukan segalanya, tapi gelora, karakter, dan explorasi dirilah yang mampu menjadikannya tahan banting.