Pernikahan dan Tanggung Jawab

in pernikahan •  7 years ago  (edited)

Screenshot_2018-01-05-21-54-28-1.png

Pernikahan adalah kebutuhan fitrah manusia normal. Terlebih lagi ia adalah sebuah sunnah yang memiliki derajat sangat penting dalam syari’at Islam. Ia adalah separuh dien (agama Islam), bahkan Rasulullah SAW sangat marah ketika datang tiga sahabat, yang salah satunya tidak mau menikah. Alasannya karena takut membagi cintanya yang katanya hanya untuk Allah.

Sesungguhnya segala syari’at kita jalankan karena cinta kepada Allah. Dan Allah pula Yang Maha Mengetahui hikmah di balik setiap syari’at-Nya. Disebut sebagai ibadah separuh dien. Secara matematis kita bisa mengatakan 50% syari’at agama Islam telah dipenuhi, tinggal melaksanakan 50% lagi, maka agama kita sudah sempurna.

Sangat sederhana. Hanya saja kata “pernikahan” itu tidaklah bermakna sekedar “ijab kabul” saja. Ia memiliki konsekuensi. Ada tanggung jawab masing-masing pasangan, ada hak dan kewajiban. Dan tanggung jawab bersama suami dan istri adalah mempertahankan pernikahannya (ini bukan hanya tanggung jawab salah satu dari keduanya saja).

Kisah sangat menarik terjadi di zaman terbaik adalah seorang Khalifah yang sangat berwibawa, Umar bin Khattab RA. Ketika suatu hari datang seorang rakyatnya, ingin mengadukan masalah keluarganya. Ia pun mendekati rumah pemimpin kaum muslimin ini. Tapi sebelum ia mengetuk pintu Umar, ia mendengarkan suara wanita yang sedang mengomel. Tak ada suara lain dari dalam rumah itu selain suara wanita tersebut. Ia pun segera berbalik untuk pulang, tetapi ternyata Umar melihatnya, ia pun dipanggil dan ditanya apa sebenarnya kepentingannya - sebagai pemimpin, Umar sangat peduli dengan rakyatnya-. Ia pun mengutarakan niatnya, bahwa ia ingin mengadukan istrinya yang suka memarahinya. Akan tetapi, ia urungkan niatnya karena ia sadar dan malu. Bagaimana mungkin ia mengadukan masalahnya? Sementara Amirul Mukminin saja mengalami hal yang serupa, tetapi tidak menyebabkannya marah? Umar yang mendengar penjelasan jujur ini menjawab, pantaskah aku berbuat buruk kepada wanita yang telah membantuku? Ia telah memasak untukku, ia telah mencucikan pakaianku... kebaikannya masih sangat banyak dibanding keburukannya. Sungguh sosok suami yang sangat memuliakan istrinya. Ibnu Qayyim berkata “tidak ada yang memulikan wanita, kecuali orang yang mulia. Dan tidak ada yang menghinakannya kecuali orang yang hina”.

Sebaliknya posisi suami sabagai pemimpin juga harus diterima oleh istri. Setinggi apapun derajat bangsawannya, jabatannya, kekayaannya, rupawannya, serta kecerdasannya, maka posisi suami tetap sebagai pemimpin.
Screenshot_2018-01-05-21-52-28-1.png

Allah menegaskan “laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan)..” (Terjemah QS. An Nisa’ 34)

Kedua hal ini – suami sebagai pemimpin yang dihormati istri, dan istri dimuliakan suami - sebagai kunci pernikahan. Sehingga pernikahan tidaklah dipandang sekedar sebagai penyatuan dua insan secara fisik saja. Tetapi lebih dari itu, pernikahan adalah ibadah yang mengumpulkan tanggung jawab dunia dan akhirat. Semoga Allah memberi petunjukNya kepada kita semua dalam menjalankan ibadah pernikahan.
Aaamiiiiinnnnn.....

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!