Genangan Rasa, Kenangan Masa
Amarah yang saling berkecamuk, diam-diam memperhatikan pemiliknya. Tanpa pernah kamu sadari, aku lebih sering memendamnya dalam-dalam. Aku hanyalah seorang wanita, yang begitu kecil masanya di sampingmu, namun begitu besar rasanya dalam dekapanmu.
Cemburuku tak mungkin tak beralasan, terlebih lagi tentangmu yang riang bersamanya, bersama sosok yang tak asing untuk kupanggil namanya.
Kamu begitu ramah padanya, namun amat marah padaku.
Bukankah... Aku dan kamu saat ini adalah kita di hari yang telah lalu?
Bukankah... Kalimat paling romantis, pernah begitu manis kita ukir dalam senyuman yang tak pernah habis?
Kini tertinggal miris, baru saja kulihat tatapanmu yang meringis, lengkap dengan hari jadi yang kusebut perayaan penuh tangis.
Tak ada lagi kesal yang mudah tersampaikan, pun itu bukanlah perihal untukmu. Bagimu, aku hanyalah gumpalan debu, yang tersapu bersih oleh isak paling perih.
Tak ada sedikit sisa kenang yang kau hias dalam bayang. Hanya aku, yang masih menyimpan rapi ragamu dalam pelataran rindu. Meski sendu saling beradu, namun kamu tetap damai berada. Mungkin kini, aku hanyalah untaian sesak dalam ingatanmu. Dan sampai kini, kamu masih menjadi sebab, sembab di kedua mataku.
Cimahi, 11 Juli 2018