Ibu Pertiwi Membutuhkan Senyummu, Duhai Perempuan Indonesia!

in politics •  6 years ago 

Aku tersenyum bukan karena aku selalu menginginkannya, namun karena aku ingin semua bahagia karena aku tersenyum. Tak ada yang sanggup kuberikan selain senyumanku meski belum tentu membuatmu bahagia. Bahkan pada senyumanku pun dirimu takut, hanya karena dirimu tak mampu melakukannya untukmu sendiri dan apalagi untukku.



IMG_20190610_195805.jpg

Ada masa di mana saya merasa bahwa menjadi seorang Ibu Rumah Tangga sangatlah menyedihkan. Begitu tergantung pada suami sehingga tidak memiliki daya untuk melawan, apalagi jika sudah ketergantungan secara financial. Beruntung bila suaminya baik, bila tidak?! Jika sampai terjadi apa-apa dengan suami, bagaimana dengan anak-anak?! Haruskah mereka terbengkalai atau mencari suami baru hanya karena tidak berdaya?!

Namun, saya juga bingung bila kemudian perempuan menjadi merasa terlalu berdaya hingga melupakan perannya sebagai istri dan ibu dari anak-anak dengan berbagai alasannya. Bahkan untuk memandikan anak sendiri pun tak sanggup, sementara untuk membersihkan tas dan sepatu favorit bisa lebih diprioritaskan. Memasak bagi buah hati sendiri pun dianggap merendahkan diri. Duh!

Yang paling membuat saya bingung adalah bagaimana perempuan bisa begitu semena-mena selalu menuntut hak dan mengharuskan suami memenuhi semua kewajiban. Lupa dengan kewajiban sebagai istri, pokoknya hak yang didahulukan dan kewajiban suami itu harus selalu dituntut. Sakit kepala saya kalau sudah begini. Bagaimana perempuan kemudian tidak merusak masa depan? Ampun!

Yah samalah dengan di politik, pemerintahan, dan di tempat kerja. Rasanya hina banget bagi perempuan karena diberikan 'jatah kursi/kuota", apalagi dengan alasan emansipasi perempuan dan feminisme. Duh, nggak banget! Jika memang sanggup, tak perlu diberi jatah. Bersaing saja dengan segala daya dan kemampuan. Untuk apa merasa hebat bila mendapat posisi hanya karena "harus memenuhi jatah".

IMG_20190610_195545.jpg

Saya tak paham. Sementara bagi saya, Khadijah istri Rasulullah adalah figur perempuan yang hendaknya ditauladani ketulusan dan keikhlasannya. Beliau kaya bukan hanya harta namun juga hati, tak pernah menuntut namun selalu memberi dan mendukung. Harta habis diberikan kepada suami untuk perjuangan, tak masalah, bahkan hingga tak ada lagi yang tersisa. Mana pernah beliau menuntut untuk "dicukupi", apalagi sampai marah dan uring-uringan.

Banyak yang mengira saya ini seorang feminis yang memperjuangkan emansipasi perempuan, dan itu salah besar. Saya bahkan pernah menulis di sebuah media national terbesar bahwa saya adalah perempuan yang anti feminisme, dan membuat gusar para pendukung dan pejuangnya. Saya merasa tidak ada yang patut saya perjuangkan, saya bangga dan bahagia dengan kodrat saya sebagai perempuan. Kodrat itu bagi saya adalah anugerah keadilan Allah, mengapa saya harus protes?!

Saat saya hamil pun, saya menolak diperlakukan istimewa seperti orang cacat yang lemah. Saya malah bangga dan merasa sangat kuat karena mampu hamil, dan tidak ada lelaki mana pun yang mampu, kan?! Lantas mengapa harus susah, sih?! Sungguh saya tak mengerti. Ada banyak hal di mana perempuan itu lebih lemah dari lelaki, namun dalam banyak hal lain perempuan justru lebih kuat.

Coba lihat emak-emak yang berjuang untuk perubahan, keadilan, kemerdekaan, dan kedaulatan rakyat?! Siapa mampu melawan semangat juang emak-emak ini?! Saya pun sampai ngeri sendiri menyaksikan emak-emak menatang Brimob saat aksi 21-22 yang lalu. Kalau masih muda, saya masih tenang, karena paling tidak masih bisa cepat kabur dan lari. Nah ini, sudah berumur tak lagi muda dan lewat dari paruh baya, bagaimana bila ada apa-apa?!

Jujur saja, saya sempat kesal juga melihat banyak pria bersantai-santai di sana. Sementara emak-emak termasuk saya pusing mondar mandir karena dititipi "badan dan amanah", mencari solusi dan jalan keluar bila terjadi sesuatu yang buruk. Fokus saya kepada emak-emak dan mereka yang sudah lanjut usia. Aduh, jangan sampai, deh mereka kenapa-kenapa. Emosi emak-emak sulit dikontrol, memang bernyali tapi saya takut tak mampu mengendalikan diri. Jangan sampai emak-emak dimanfaatkan sebagai objek semata. Saya sempat bertanya dalam hati, "Mana pejantan tangguh yang pemberani itu?! Kok bisanya hanya ngomong saja? Kalah mental sama emak-emak!!!".

Saya yakin dengan kekuatan perempuan saat ini akan sangat membantu mempercepat proses perubahan itu. Bila emak-emak bersatu dengan tulus dan ikhlas, serentak melakukan sebuah gerakan di seluruh Indonesia, maka tak akan ada yang mampu melawan. Polisi dan dunia masih bisa beralasan bila berhadapan dengan "ulama dan agama", namun siapa yang berani dengan perempuan?!

IMG_20190610_195707.jpg

Tak usah kita memikirkan siapa yang harus di depan dan apa untungnya dari perjuangan ini. Berikan saja semua daya dan kemampuan, agar kehidupan dan masa depan yang lebih baik itu benar kita dapatkan bersama. Mimpi itu terlalu indah bila tidak diperjuangkan semaksimal mungkin agar benar menjadi kenyataan.

Ayo perempuan! Emak-emak! Semangat!!!

Bandung, 6 Juni 2019

15:25 WIB

Salam hangat selalu,

Mariska Lubis

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!