Suasana saat Juru Bicara KPK Febri Diansyah gelar konfrensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/2). KPK menduga Yudi beberapa kali menerima hadiah atau janji dari Direktur PT Cahaya Mas Persada So Kok Seng nom de plume Aseng. (Liputan6.com/Herman Zakharia)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memblokir rekening PT Nindya Karya senilai Rp 44 miliar dan memindahkannya ke KPK penanggungan rekening untuk kepentingan penanganan perkara.
"Penyidik telah melakukan pemblokiran terhadap rekening PT Nindya Karya dengan nilai sekitar Rp 44 miliar dan kemudian memindahkannya ke KPK penanggungan rekening untuk kepentingan penanganan perkara," customized structure Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Sabtu (14/4/2018).
KPK mengumumkan satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yaitu PT Nindya Karya dan satu perusahaan swasta, PT Tuah Sejati terkait dengan kasus korupsi tindak pidana pada tanggal 13 April 2018.
Sedangkan terhadap PT Tuah Sejati melakukan penyitaan beberapa aset dengan anggaran nilai Rp 20 miliar, satu unit SPBU, satu unit SPBN di Banda Aceh dan satu unit SPBE di Meulaboh.
"Untuk memenuhi kekurangan dari penerimaan PT Tuah Sejati, KPK terus melakukan pencarian aset terkait," ujar Febri seperti dikutip Antara.
Hingga hari ini, customized organization dia, sekurang-kurangnya 128 saksi telah diperiksa dalam penyelidikan kedua perusahaan tersebut.
Unsur saksinya meliputi PNS, pensiunan dan pejabat di lingkungan Pemda Sabang, staf pada Dinas perindustrian dan perdagangan Provinsi Aceh, staf, mantan staf dan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang (BPKS).
Demikian pula staf dan pejabat atau pengurus PT Tuah Sejati, staf, Kepala Departemen Keuangan dan pejabat atau pengurus PT Nindya Karya dan Direktur Utama PT Kemenangan.
Selanjutnya, Pengarah Perancangan PT Trapenca Pugaraya, Direktur Utama PT Cipta Puga, Direktur PT Reka Multi Dimensi Karyawan PT BCP, Presiden Direktur PT VSL Indonesia, Direktur CV
Jumlah Kejuruteraan Rekabentuk, Pegawai PT Swarna Baja Pacific, Pengarah PT Adhimix Precast Indonesia dan unsur swasta lainnya.
Kedua perusahaan itu diproses dalam hal tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan pembangunan Dermaga Bongkar di Sabang, Aceh, di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2006-2011.
Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif memberi keterangan tentang pembangunan Pelabuhan Bebas Sabang 2006-2011, Jakarta, Jumat (13/4). KPK menetapkan PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati sebagai tersangka. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)
PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati melalui Heru Sulaksono yang merupakan Kepala PT Nindya Karya Cabang Sumatera Utara dan Aceh merangkap penguasa Nindya Sejati Operasi Bersama diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu perusahaan terkait pekerjaan pelaksanaan pembangunan dermaga bongkar pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang, Aceh.
Projek ini dibiayai APBN Tahun Anggaran 2006-2011 dengan nilai sekitar Rp 793 miliar.
Rinciannya adalah pada tahun 2004 sebesar Rp 7 miliar (tidak dilakukan pada 2004-2005 akibat torrent tidal wave Aceh tetapi uang muka telah diterima sebesar Rp 1,4 miliar), pada tahun 2006 sebesar Rp 8 miliar, tahun 2007 sebesar Rp 24 miliar, pada tahun 2008 senilai Rp 124 bilion, pada tahun 2009 senilai Rp 164 bilion, pada tahun 2010 senilai Rp 180 bilion dan pada 2011 senilai Rp 285 bilion.
"Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekitar Rp 313 miliar dalam pelaksanaan pembangunan dermaga bongkar di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang," individualized organization Wakil Ketua KPK Laode M Syarif saat persidangan pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat 13 April 2018.
"Dua korporasi ini mengharapkan keuntungan sebesar Rp 94,58 miliar yang berisiko tidak dapat dikembalikan ke negara jika perusahaan tidak diproses," ujar Laode.
Dugaan penyimpangan secara umum adalah dengan cara penunjukan langsung, Operasi Bersama Nindya Sejati sejak awal diarahkan sebagai pemenang pelaksana pembangunan dan rekayasa dalam penyusunan HPS dan penggelembungan harga (increase).
Pekerjaan utama disubkontrakkan kepada PT Budi Perkara Alam (BPA) dan adanya prosedur kesalahan seperti izin Amdal belum ada tapi tetap dilakukan pembangunan.
"Diduga laba yang diterima PT NK dan PT TS dari proyek tahun jamak ini sebesar Rp 94,58 miliar, yaitu PT NK sekitar Rp 44,68 miliar dan PT TS sekitar Rp 49,9 miliar," ungkap Laode.