Ku Nanti Ridhomu, Ayah

in puisi •  7 years ago 

Ku nanti Ridhomu, Ayah
by: farida widyati
Sudah berapa tahunkah usiaku kini?
Tiada sadar waktu terus meroda tanpa jeda dan kini usiaku beranjak dewasa, katanya sih sweet seventeen. kamu tau kan? Orang-orang bilang, masa ini adalah masa dimana para remaja sepertiku sedang labil-labilnya, mencari ini, mencoba itu, yah namanya juga remaja.
Disaat gadis seusiaku sibuk menceritakan kisah cinta mereka, memamerkan idola mereka, menggosip tentang berita terhangat, fashion terhits, media sosial, generasi micin, apalah namanya itu yang dibuat buming oleh mereka. Aku justru lalai dengan duniaku sendiri. Rasanya aku sedang berbisik pada bunda,
"bunda , putrimu ini berbeda. Aku ingin berbeda". kemudian segaris senyum memantul di balik cermin milikku.
"lin, kamu benar. langkahmu sudah benar dan bunda pasti bangga". demikian aku bergumam pada diriku sendiri.
Pagi ini mentari bersinar dengan lembut, menyapa bibir dedaunan yang berembun. Oh iya, aku lupa memperkenalkan diri. Sebut saja namaku Erlin, begitulah bunda dan ayah memanggilku. Aku adalah anak tunggal yang dibesarkan dengan sangat istimewa. Bagaimana tidak, Akukan putri tunggal mereka. hehehee.
Seharian ini, rasanya aku ingin cepat-cepat merogoh ponsel dan memberi kabar kepada ayah dan bunda.
"Assalamu'alaikum bunda, Bagaimana kabarnya? Bagaimana kabar Ayah?"
"alhamdulillah, Erlin juga baik. Oh iya bunda, tadi erlin dapat nilai bagus loh."
"hahahaa, iya bunda. nggak kok, nggak gendutan. cuma sedikit besar".
Demikian aku larut bercengkrama dengan bunda meski tak berada di ruangan yang sama. Aku jadi teringat pulang. Ah, aku rindu mereka. Beberapa menit setelah itu, aku terdiam sejenak dan mencoba untuk mengumpulkan keberanian yang ku punya, sebisaku ku ucapkan hasrat yang terpendam.
"Bun...erlin mau menjalankan sunnah".kataku dengan hati yang berdebar-debar.
ku nanti sahutan dari negeri seberang, berharap disambut baik oleh mereka disana. kemudian terdengar jawaban.
"Sunnah apa sayang? Puasa sunnah? ".tanya bunda.
"bu..bukan bunda, Erlin ingin..hmmm..ingin menjalankan sunnah Rasul, menjaga diri bun, Erlin ingin memakai cadar". Kataku dengan terbata-bata.
kudengar bunda terdiam, lalu di detik itu aku tau bahwa Ayah tak berpihak padaku, ayah tak meridhoiku, Padahal aku cuma ingin berkata :
"Yah, Aku sayang ayah, makanya aku begini, aku ingin menjauhi fitnah, makanya aku berani. Yah, aku ingin menjadi anak sholehah yang menjaga kehormatan ayah, jadi tolong mengerti. aku tau yah, kelak orang-orang akan menghujatku. mereka akan meperolokku, tapi aku yakin kok bisa melewatinya dengan tegar". namun tak sempat ku berkata, tak sempat aku mempertahankan prinsipku. ku dengar pertengkaran terjadi diantara mereka, Ayah dan bunda beradu argumen. disatu sisi bunda membelaku sementara disisi lain Ayah justru tak memihakku.
"Apa yang dia lakukan dengan cadar itu? muka cantik kok ditutup-tutupi , udah kayak teroris aja. pokoknya, kalau kamu masih mau diangkap sebagai anak, lepaskan cadar itu ! Ayah nggak suka"
ku tatap nanar pantulan diri di depanku, hanya terlihat mata yang bersarung pilu. Pedih tak berwujud.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Good my friend, so good. (zulfanalfajri)