Setelah merebut Kota Banda Aceh pada tahun 1874, langkah pertama yang dilakukan Belanda adalah mengubah nama kota itu dari Bandar Aceh Darussalam menjadi Kutaraja dan membangun Pelabuhan Uleelheu. Dua tahun kemudian (1876) membangun jalur kereta api ke pelabuhan tersebut untuk memperlancar pengangkutan orang dan barang.
Belanda kemudian juga membangun sarana transfortasi dan komunikasi untuk mendukung admiistrasi pemerintah Kolonial. Hal ini menyebabkan perubahan tata ruang kota Kutaraja, bila sebelumnya mobilisasi barang dan orang dilakukan melalui sungai, kini dilakukan melalui jalur darat.
Taman Sari taman yang dibangun pemerintah Kolonial Belanda di tengah Kota Kutaraja Sumber
Brau de Saint Pol Lias orang Perancis yang mengunjungi Kutaraja pada tahun 1880 menjelaskan saat itu Kutaraja sedang dibangun menjadi kota administrasi kolonial, munculnya bazar orang-orang Eropa dan pasar-pasar, serta pemukiman pegawai dan serdadu Belanda, serta munculnya kampung etnis Tionghoa (pecinan) di kawasan Peunayong.
Brau de Saint Pol Lias dalam bukunya Ille de Sumatera, Chetlez Atches Lohong yang terbit di Perancis pada tahun 1884 pada halaman 20-21 mengungkapkan bahwa pada masa itu juga sudah muncul toko-toko orang Eropa yang melayani kebutuhan pegawai kolonial Belanda, diantaranya toko Van Deyl dan di kawasan Pecinan Peunayong saat itu terdapat sekitar 700 hingga 800 warga etnis Tionghoa.
Kemudian berdasarkan data sensus Belanda dalam Volkstelling 1930 Inheemsche Bevolking Deel IV halaman 142 mencatat penduduk kota Kutaraja pada tahun 1930 terdiri dari 6.146 jiwa penduduk pribumi, 1.137 orang Eropa, 3.132 orang Tionghoa, dan 309 orang Timur Asing (Arab dan India).
Pemerintah Kolonial Belanda juga membangun infrastruktur ekonomi Kutaraja sebagai satu-satunya kota yang dikuasi Belanda dan yang relatif aman dari peperangan, karena pada saat itu perang Aceh sudah menyebar ke berbagai daerah di luar Kutaraja, setelah Sultan Aceh meninggalkan kota tersebut dan membangun pusat pemerintahan baru di Keumala, Pidie.
Pemerintah Belanda yang membangun NV Delli Courant di Medan pada tahun 1890, melebarkan bisnisnya ke Kutaraja pada tahun 1892 dengan membangun percetakan NV Atjeh Drukkerij Nederlandsche Handel Maatschappij di kawasan Uleelheu. Hal yang sama juha diikuti Padan Handel yang membuka cabang di Kutaraja dan Sabang yang kemudian berdiri sendiri dan berubah menjadi NV Atjeh Handel Maatschappij sebagai perusahaan export impor. Perusahaan ini kemudian membuka cabang di Tapaktuan, Sigli, Sabang dan Langsa.
Selain perusahaan-perusahaan tersebut, dalam catatan Residen Belanda di Aceh Jongejans dalam buku Land en Volk van Atjeh terbitan Vroeger en Nus, Hollandsche Drukkerij tahun 1937 pada halaman 224 menjelaskan bahwa pada tahun 1938 ada dua perusahaan lain yang beroperasi di Kutaraja yakni, Firma (Fa) J Boon Jzn dan NV Borsumij yang digolongkan sebagai perusahaan besar atau grosir di Kutaraja. Sementara perusahaan-perusahaan menengah dijalankan oleh pengusaha Tionghoa, hanya perusahaan-perusahaan kecil yang dijalankan oleh kalangan pribumi dan etnis Timur Asing (India dan Arab).
saat itu saya sdh tamat SMA. sy lulus 1991. kalau tau dari dulu, saya sdh lamar di perusahaan ini. saya ajak Ayi juga. jadi gak perlu buat sablon di terminal Bireuen. masanyan jadi buruh di perusahan asing kan keyen
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Ha ha ha sori mayori aduen @zainalbakri 1890 nyan ha ha ha that na teuh
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit