Sulaiman Juned dalam Negeri di atas Kabut: Sebuah Studi Kemanusiaan dan Nostalgia Personal Religius

in resensi •  7 years ago  (edited)

Iqra! Malaikat melaksanakan perintah Yang Maha Kuasa. Penguasa Semesta, langit dan bumi, disampaikan kepada Kekasih-NYA. Rasulullah saw. Menggunakan pikir untuk pencerahan dan melakukan segala sesuatu di dunia. Pengantar Prof. Dr. Mahdi Bahar, S. Kar., M. Hum. Mengawali ulasannya pada buku ini. Menggambarkan peristiwa-peristiwa alam dan tingkah laku manusia di muka bumi. Di akhir penyampaian, antologi puisi Negeri di atas Kabut Karya Sulaiman Juned, diharapkan menjadi bahan penyadaran dan pengayaan spiritual serta bahan studi kemanusiaan.
Sementara penyair Mustafa Ismail, merefleksikan Soel (nama kecil) sebagai Personal Religius. Sudah cukup lama saling mengenal. Tidak terlalu terkejut melihat dan membaca sajak-sajak Sulaiman juned. Ketika pada usia muda, karya penyair ini lebih eksistensialis. Masih lekat diingatannya sambil bernostalgia, kembali membaca sajak “Ikrar Para Penganggur” mengkritisi para lulusan perguruan tinggi atawa universitas maupun sarjana, kembali menambah jumlah pengganggur. Lalu membaca sajak-sajak pada antologi puisi ini, mengikuti perjalanan usia, lebih mendekat diri, jiwa dan raga kepada sang Khalik.
Perjalanan Sulaiman Juned, diawali ketika jauh dari kampung halaman, siapa saja yang melewati gunung Seulawah menitip rindu pada tanah tempat lahir, “Usi Dayah” masih berharap kepada Indatu selalu memberi air, agar tak dahaga akan keimanannnya. Tujuh belas tahun mengarungi hidup, menelusuri bukit barisan, merasakan pahit getir, asam, serta asin keringat perjalanan, di lembah antara gunung Merapi dan Singgalang, tumpah pada sajak “Padangpanjang” sampai pada bilangan (Tiga Puluh Tujuh). Pengharapan yang berbuah manis.
Perjalanan berakhir pada “Bersebelas” sajak pamungkas yang panjang, semakin terasa religius. Segala badai dan benturan batin, menimpa kepala dan dada. Bersebelas bertahan pada perjuangan membangun harapan. Berserah pasrah kepada yang Maha Kuasa, agar segala perbuatan tidak khilaf.
Antologi Negeri di atas Kabut.jpg

Kelebihan Antologi Puisi Negeri di atas Kabut

Antologi Puisi Negeri di atas Kabut ini, secara fisik, penampilan buku menarik dengan kualitas bahan yang cukup bagus. Kulit sampul dari kertas boleh dikatakan berkualitas bagus. Desaign sampul di garap oleh Adryandi, S.Sn terlukis seorang gadis bermain alat musik celo, di atas gundukan tanah dengan dua pilar dibelakangnya, tampak belakang sang gadis berkibar panji-panji tertiup angin. Dan kabut memutih dibawahnya. Begitu artistik dan menyentuh, membias makna.
Kertas bagian dalam buku ini seperti hasil daur ulang, tapi daur ulang yang berkualitas tinggi, memberi kesan istimewa. Prasasti yang menarik, ucapan terimakasih yang puitik. Pengantar dari Prof. Dr. Mahdi Bahar, S. Kar., M. Hum Guru besar ISI Padangpanjang, memberi pembelajaran, pentingnya membaca, apalagi membaca karya sastra yang mampu memberi pencerahan. Lalu Ranub Sigapu disampaikan penyair Mustafa Ismail Redaktur Koran Tempo Jakarta, mengajak pembaca kembali ke masa perjalanannya dengan penyair Sulaiman Juned hingga terbitnya antologi puisi ini.
Saja-sajak pendek Sulaiman Juned. “Negeri di atas Kabut” sangat memberi kesan dan dapat dikatakan lebih mengarah sufistik. Hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alamnya, hubungan manusia dengan Tuhannya, terbaca jelas pada setiap judul puisinya. Lalu memberi makna yang membias dan semakin menggali, semakin panjang pesan-pesan yang di sampaikannya. Maka kembali pada jalan yang ditunjukkan oleh-NYA.

Kekurangan Antologi Puisi Negeri di atas Kabut

Menggarap isi antologi ini, terkesan sangat menghemat kertas, puisi-puisi pendek, di paksakan menjadi menjadi dua judul puisi dalam satu halaman. Sangat tanggung memberi bingkai pada setiap halaman. Adanya motif  di atas dan di bawah halaman. Barangkali agar kelihatan mewah, tapi lebih kelihatan ramai dan mengganggu pandangan mata. Tifografi puisi terletak di tengah halaman, kurang menarik. Sepertinya tata letak ini bukan keinginan penyairnya,  juga tidak  menunjukan karakter atawa tata letak bait-bait puisi milik si penyair Sulaiman Juned yang saya kenal.

IMG_20180206_110948.jpg

Kenakalan Diksi yang Kreatif

Negeri di atas Kabut adalah perjalanan Sulaiman Juned dari tanah kelahiran mengelilingi nusantara, bahkan melangkahinya menuju negeri luar (Tokyo, jepang) yang membuatnya rindu kepada sang isteri, hampir tidak mampu merangkai kata-kata, hingga tertulis judul puisi yang begitu panjang. Tertumpahlah “ah!” pada isi puisinya. Ini cukup memberi motivasi dan ide-ide kreatif dalam memilih style (gaya) menulis puisi. Tentu saja melalui perjalanan yang tidak singkat untuk menemukan diri dengan karya-karya fantastis. Terlihat ketika membaca biodata si penyair, salah satu bukti perjalan Sulaiman juned, begitu panjang hingga mencapai tujuh halaman.

Judul : Negeri di atas Kabut
Penulis : Sulaiman Juned
Penerbit : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh
Tahun Terbit : Desember 2015
Halaman : i-xx + 116 halaman

Banda Aceh
Zulfikar | @zulfikark-kirbi

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Terima kasih adoe loen. Saleum

sama-sama dun. saleum

Mantap

terimakasih abang ambo @tabraniyunis

Semoga omsul sehat terus agar dapat berkarya tanpa batas.

bang @apilopoly Insya Allah terus bergerak tak henti

Congratulations @zulfikark-kirbi! You have completed some achievement on Steemit and have been rewarded with new badge(s) :

Award for the number of upvotes
Award for the number of upvotes received

Click on any badge to view your own Board of Honor on SteemitBoard.
For more information about SteemitBoard, click here

If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word STOP

By upvoting this notification, you can help all Steemit users. Learn how here!

STOP