I. MENUNGGU
Lenteraku pecah di tengah krubera,
Ingin kembali namun mata kian memudar,
Arah angin menuntunku ke satu titik,
Penantianlah menjadi timsar,
Menunggu memang yang melelahkan,
Tapi aku slalu menunggu,
Karena cinta bukan pacaran, tapi ikatan penerus ke pelaminan.
Jika air bisa menyapu dahaga,
Maka pasanganmulah menjadi lentera,
Tatkala purnama gugur di angkasa.
II. NEGERIKU
Negeriku empunya debu,
Negeriku semu tercela,
Bukan salahmu negeri kau hancurkn dirimu,
Tapi kami yg membuatmu malu pada dunia.
III. FATAMORGANA
Tetesan embun di Maroko laksana emas bagiku,
Dalamnya samudra Bagdadi membuat impian ini tak karuan,
Aurora Atlantik ku selimuti dgn impian,
Ku dapati hanya syair-syair sendu dari musannifin-musannifin (pengarang kitab)
Langkahku ingin pergi ke Ghifari,
Hingga ku terjaga, dan yang ku temui hanya senyuman dari bayi yang sedang menatapku,
Ku hembuskan nafasku, semuanya hanya fatamorgana seorang santri.