ACEHNOLOGI BAB 19 (SASTRA ACEH)

in sastra •  6 years ago  (edited)

Karya Sastra Aceh.jpg

Pada kesempatan kali ini saya akan me-review buku acehnologi yang terdapat dalam bab 19, yaitu tentang Sastra Aceh. Sebagaimana kita tau Sastra Aceh tidak akan bisa lepas dari bagian kajian Acehnologi, karena banyak pemikiran dari para leluhur Aceh yang menerjemahkannya pada karya sastra, salah satu contohnya ialah hikayat. Tentu saja pemikiran-pemikiran dari leluhur ini mempunyai kaitan dengan kondisi masyarakat Aceh termasuk kehidupan pada massanya.

Tidak berbeda jauh dengan Sejarah Aceh yang berkaitan dengan “ranah Melayu”, sastra Aceh-pun memiliki hubungan dengan sastra Melayu, hal ini terjadi karena pusat politik Melayu adalah Aceh, sejak pertengahan abad 16. Pada saat itu Teuku Iskandar menuturkan: “Kesusastraan Aceh merupakan lanjutan kesusastraan Pasai dan Melaka. Sesudah jatuhnya Melaka ke tangan orang Portugis dan Pasai dikalahkan pusat kebudayaan Melayu berpindah ke Banda Aceh Darussalam”.

Ketika Aceh melawan Belanda pada tahun 1873, salah satu karya sastra yang sangat berpengaruh dalam melawan penjajahan yaitu HIKAYAT PRANG SABI yang diciptakan oleh Tgk. Thjik Pante Kulu. Tidak hanya hikayat prang sabi satu-satu nya hikayat mengenai perang di Aceh. Namun, hampir didalam tiap-tiap episode perang mempunyai hikayat atau kisah perlawanan rakyat terhadap penjajah, kecuali perang cumbok.

Kemudian, ada Hadih Maja (bahasa sederhananya petuah atau nasehat orangtua terdahulu/ cara mendidik anak) sebagai sastra local yang magic yang harus dipertahankan eksistensi nya. Karena, jika hilang hadih maja maka hilang pula kemanusiaan dari orang Aceh. Karena hadih maja ini sebagai nilai manusiawi yang dianut orang Aceh.

Karya sastra Aceh juga tidak sebatas “karya seni”. Contoh sederhana saja hikayat leluhur Aceh, yang tidak hanya sebatas karya seni atau bacaan, tapi juga mampu mendorongkan kekuatan dari dalam diri orang Aceh sendiri. Dan karya-karya ini juga didasarkan dengan kehidupan masyarakat Aceh, sehingga tidak hanya mengetahui kemampuan luar orang Aceh, namun juga membertitahukan hakikat kehidupan sebenar-benarnya.

Tentu saja, karya sastra orang Aceh tidak hanya berpatokan pada hikayat saja. Tarian, seni music, juga hasil dari karya sastra orang Aceh. Yang kini tidak hanya dinikmati dalam bingkai nasional, tetapi juga mampu menggemparkan dunia.

Meskipun, pada generasi sekarang sastra Aceh ini tidak terlalu akrab lagi di telinga kita, apalagi dengan generasi muda saat ini. Seperti yang disebutkan dalam buku ini dapat dicontohkan seperti haba (cerita dongeng) diganti dengan sinetron, kemudian seni gerak diganti dengan keyboard, seudati dinikmati oleh kalangan tertentu, meurukon menjadi asing bagi masyarakat Aceh, bahkan nadham diperjual-belikan di pinggir jalan, namun sepi peminat. Inilah aceh sekarang yang sastranya semakin menghilang, sungguh disayangkan padahal sastra aceh juga merupakn suatu simbol bagi aceh sendiri.

Mungkin hanya ini yang bisa saya paparkan tentang Sastra Aceh, semoga ini menjadi sebuah pembelajaran bagi kita yang membacanya dan terutama bagi saya sendiri yang menulis. Sekian terima kasih.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!