(Teks Foto: Dua Pembina Pramuka sedang berdiskusi. Foto: R. Andi Widjanarko)
Menjelang peringatan hari lahir Bapak Pandu Sedunia, Lord Baden-Powell, pada 22 Februari 2018, organisasi gerakan kepanduan sedunia the World Organization of the Scout Movement (WOSM) di wilayah Eropa mengadakan seminar tentang Pengembangan Kepanduan. Seminar itu mengacu pada NSO Profile (Profil NSO = National Scout Organization/organisasi nasional kepanduan) dengan data sensus per 31 Desember 2015. Data itu juga telah dibagikan sewaktu berlangsungnya Konferensi Kepanduan Sedunia (World Scout Conference) ke-41 di Baku, Azerbaijan, 8-14 Agustus 2017.
Walaupun seminar itu hanya untuk para pandu di wilayah Eropa, namun dalam sensus itu juga tercantum data mengenai Gerakan Pramuka, nama NSO di Indonesia, yang mempunyai jumlah anggota sekitar 21 juta orang. Itulah sebabnya hal ini juga menjadi penting untuk disimak, apalagi Kwartir Nasional Gerakan Pramuka juga akan melaksanakan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) 2018 yang diikuti perwakilan dari 34 provinsi di seluruh Indonesia.
Dari data yang ada, dibandingkan dengan jumlah penduduknya, maka anggota Pramuka di Indonesia mencapai 26,32 persen. Sementara diprediksi pada 2023, perbandingan anggota Pramuka dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai 29,59 persen. Itu berarti dalam 5 tahun ke depan, diprediksi ada pertambahan 3 persen jumlah anggota Gerakan Pramuka dibandingkan penduduk negeri ini.
(Keterangan foto:Sampul muka WOSM Membership Report. Foto: WOSM)
Saat ini saja, Gerakan Pramuka telah menjadi NSO dengan jumlah anggota terbanyak di antara 170 NSO yang tergabung dalam WOSM. Dari keseluruhan anggota WOSM sebanyak hampir 50 juta orang, maka 21 juta lebih berada di Indonesia. Bisa diperkirakan bahwa jumlah 21 juta anggotanya, akan naik juga pada 2023. Tentu ini semakin membanggakan bagi kita.
Namun yang perlu dicermati adalah perbandingan jumlah peserta didik dan anggota dewasa dalam Gerakan Pramuka. Peserta didik adalah Pramuka golongan Siaga (7-10 tahun) sampai Pandega (21-25 tahun). Sedangkan orang dewasa adalah mereka yang berusia di atas 25 tahun. Dari hasil sensus yang diterbitkan WOSM terlihat jumlah peserta didik mencapai 96,06 persen, sedangkan orang dewasanya hanya 3,94 persen. Bila dihitung-hitung berarti ada sekitar 840.000 orang dewasa untuk menangani pendidikan kepanduan bagi lebih dari 20 juta peserta didik.
Secara hitungan kasar, ini tidak terlalu merisaukan. Bila dihitung, berarti 1 orang dewasa untuk menangani pendidikan 24 peserta didik. Masih cukup masuk akal, walau idealnya 1 orang dewasa untuk 10 peserta didik. Namun yang agak mengkhawatirkan dari jumlah orang dewasa itu tidak semuanya Pembina Pramuka. Ada yang hanya pengurus kwartir seperti andalan atau majelis pembimbing, ada juga staf atau pekerja profesional yang bertugas mengurus administrasi organisasi. Maka yang menjadi Pembina Pramuka dan turun langsung membina peserta didik jumlahnya jauh lebih sedikit.
Katakanlah jumlah yang memang Pembina Pramuka dan langsung menangani peserta didik sekitar 750.000 orang. Berarti 750.000 untuk 20 juta lebih peserta didik atau kira-kira 1 Pembina untuk 26 peserta didik. Ini kalau benar-benar jumlah Pembina Pramuka yang ada tersebar merata. Pada kenyataannya, di sejumlah tempat 1 Pembina bisa menangani 40-50 peserta didik bahkan lebih. Belum lagi, kualitas Pembina Pramuka yang ada belum setara. Masih banyak yang sekadar Pembina Pramuka karena memang tugas sebagai guru dalam melaksanakan ekstra kurikuler wajib sebagaimana diharuskan dalam Kurikulum Sistem Pendidikan Nasional 2013 (Kurikulum 2013 atau K-13).
(Keterangan foto: Data dari WOSM mengenai Gerakan Pramuka. Foto: WOSM)
Kursus Pembina
Memang, belakangan Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan para pemangku kepentingan (stake holder), telah mengupayakan peningkatan kualitas Pembina Pramuka. Kursus-kursus bagi Pembina Pramuka, seperti Kursus Pembina Pramuka Mahir Dasar (KMD) dan Kursus Pembina Pramuka Mahir Lanjutan (KML), diadakan di berbagai tempat.
Sayangnya, tidak semua yang telah mengikuti KMD dan juga bahkan KML, menindaklanjuti dengan memberikan pembinaan kepada para peserta didik di pangkalan mereka masing-masing. Apalagi kalau keikutsertaan mereka pada KMD dan KML semata-mata karena instruksi dinas, ditugaskan oleh instansi tempat mereka bekerja. Bukan karena kerelaan hati dan keinginan pribadi untuk menambah pengetahuan kepramukaan, untuk selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam membina para peserta didik.
Sementara bagi para calon Pelatih Pembina, yang nantinya akan memberikan masukan kepada para Pembina Pramuka, juga diadakan kursus-kursus. Mulai dari Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Dasar (KPD) dan Kursus Pelatih Pembina Pramuka Tingkat Lanjutan (KPL). Sedangkan bagi yang sudah lulus KPD dan KPL, tetap diadakan penyegaran pelatih misalnya melalui kegiatan yang dinamakan Gelang Ajar dan sebagainya.
Lagi-lagi, tidak semuanya kemudian berkesempatan membagi pengetahuannya kepada para Pembina Pramuka. Ada berbagai alasan, mulai dari alasan faktor usia, kesehatan, sampai waktu luang yang tidak cukup. Untunglah beberapa Pelatih Pembina Pramuka masih mempunyai jalan ke luar. Memanfaatkan keberadaan teknologi informasi, mereka membagi pengetahuannya kepada rekan-rekan Pembina Pramuka melalui jalur media sosial.
Ada juga yang menulis artikel-artikel tentang kepramukaan, termasuk sejumlah panduan dalam mengelola pendidikan kepramukaan. Panduan dalam arti aturan memang sudah ada dalam bentuk Petunjuk Penyelenggaraan (Jukran) berbagai kegiatan yang diterbitkan Kwarnas, namun untuk hal-hal teknis yang tidak ada dalam Jukran, pengalaman Pelatih Pembina yang telah mengikuti berbagai aktivitas kepramukaan dalam kurun waktu cukup lama, tetap dibutuhkan. Di sinilah peran mereka untuk membagi pengalamannya kepada teman-teman Pembina Pramuka.
(Keterangan foto: Sebagian anggota Pramuka di alam terbuka. Foto: ISJ)
Pendidikan Karakter
Harus diingat, pendidikan dalam lingkungan gerakan pendidikan kepanduan, lebih diarahkan kepada pendidikan karakter dan budi pekerti para anggotanya. Itu bisa dilihat dari tujuan kepanduan umumnya, atau lebih spesifik dalam tujuan Gerakan Pramuka. Dalam Undang Undang No. 12 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, pada Pasal 4 disebutkan bahwa “Gerakan pramuka bertujuan untuk membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa, dan memiliki kecakapan hidup sebagai kader bangsa dalam menjaga dan membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia, mengamalkan Pancasila, serta melestarikan lingkungan hidup”.
Sehingga apa pun materi kegiatannya, harus diarahkan kepada pembentukan karakter kaum muda sebagaimana disebutkan dalam tujuan tersebut. Upacara yang diadakan setiap awal dan menjelang usai latihan mingguan misalnya, jelas membantu membentuk jiwa patriotisme, disiplin, dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tapi bukan hanya itu. Bahkan untuk Pramuka Siaga yang masih kecil, sekadar bernyanyi dan bertepuk tangan, para Pembina Pramuka harus bisa membungkus kegiatan itu agar secara tidak langsung para peserta didik memahami bahwa mereka bukan hanya bernyanyi dan bertepuk tangan saja. Tanpa disadari, mereka menjadi gembira dan bersikap lebih positif memandang hidup, bersahabat, dan melatih kepekaan terhadap nada dan irama.
Itulah sebabnya, keberadaan Pelatih Pembina dan Pembina Pramuka yang berkualitas menjadi penting. Mereka harus dapat memilih materi-materi latihan yang benar-benar dibutuhkan dalam pendidikan karakter anak bangsa, apalagi dalam perkembangan zaman saat ini yang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi begitu cepatnya.
Kaum muda yang merupakan peserta didik bahkan seringkali lebih tahu lebih dulu tentang perkembangan yang ada. Pelatih Pembina dan Pembina Pramuka yang terlambat meng-update wawasannya, agar tertinggal. Maka, tak ada salahnya menjelang peringatan Hari Bapak Pandu Sedunia yang lahir 22 Februari 1857 dan berarti tahun ini merupakan peringatan ulang tahunnya ke-161 dan menyambut Rakernas yang penting, Gerakan Pramuka harus benar-benar menaruh perhatian pada peningkatan kuantitas dan sekaligus kualitas Pelatih Pembina dan Pembina Pramuka yang ada.
Bila tidak, pertanyaan di judul tulisan ini “Indonesia Krisis Pembina Pramuka?”, bisa-bisa semakin nyata. Suatu hal yang berakibat kurang baik pada pembinaan karakter kaum muda melalui Gerakan Pramuka, yang sampai saat ini masih diandalkan sebagai organisasi pendidikan nonformal diakui dan bahkan bisa dikatakan yang terbaik. Semoga.
(Tulisan ini awalnya dikirim ke sebuah media cetak nasional, namun bisa jadi karena dianggap kurang menarik – atau memang hal-ikhwal Pramuka dan kepramukaan kurang menarik – maka tidak jadi dimuat. Penulis merasa penting menyebarluaskan tulisan ini, dan Steemit menjadi pilihan untuk mengunggah tulisan ini. Semoga berkenan).
Ya ampun. Ternyata kita kekurangan pembina pramuka. Hayo semua, dukung tulisan ini untuk mengingatkan pentingnya pembina pramuka bagi Indonesia
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Terima kasih untuk apresiasinya
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Seharusnya tagnya di awali dengan Indonesia Om @bertsinaulan, baru diikuti dengan scouting, kepanduan, gerakanpramuka, dan pembina. Soalnya yang paling populer adalah Indonesia.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Terima kasih infonya, lain kali akan dicermati.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit