Photo: Hugo Wilmar/Spaarnestad
Mungkin generasi yang lahir saat ini tidak pernah menduga bahwa ibu kota Indonesia tidak selalu berada di Jakarta. Dalam masa Perang Revolusi Kemerdekaan Indonesia, ibu kota pernah terpaksa dipindahkan ke Yogyakarta karena alasan keamanan. Kemudian dipindahkan lagi ke Bukittinggi ketika Yogyakarta diserang dalam Agresi Militer II.
Pada tanggal 4 Januari 1946 rombongan Presiden Soekarno meninggalkan Jakarta menuju Yogyakarta dengan menggunakan kereta api uap khusus. Pemerintahan Presiden Soekarno menganggap Jakarta saat itu sudah tidak aman lagi setelah pasukan Sekutu datang untuk melucuti tentara Jepang. Kedatangan Sekutu juga ditunggangi oleh kepentingan Belanda yang ingin kembali berkuasa di Indonesia dan membahayakan pemerintahan yang berpusat di Jakarta. Sejak saat itu, Yogyakarta menggantikan Jakarta sebagai ibu kota Indonesia.
Pada tanggal 21 Juli 1947 militer Belanda memulai agresi pertamanya ke wilayah Indonesia. Indonesia merespon dengan cepat dengan mengirimkan nota protes ke PBB yang menginstruksikan kedua belah pihak untuk mengadakan gencatan senjata pada Agustus 1947. Mau tidak mau Belanda pun menuruti perintah PBB tersebut dan pertempuran berhenti.
Foto Hugo Wilmar di atas menunjukkan bagaimana kehidupan masyarakat di Yogyakarta pada bulan Desember 1947, ketika kota tersebut menjadi ibu kota Indonesia.
Gencatan senjata hanya berlangsung sekitar satu tahun sebelum militer Belanda melancarkan agresi kedua mereka ke wilayah Indonesia pada Desember 1948. Kali ini militer Belanda menargetkan Yogyakarta sebagai ibu kota dan menangkap para pemimpin Indonesia dan mengirim mereka ke pengasingan. Dalam situasi genting ini kawat telegram dikirim dari Yogyakarta ke Bukittinggi dan New Delhi, memberikan mandat kepada tokoh-tokoh Indonesia di sana untuk membentuk sebuah pemerintahan darurat ketika pemerintahan yang sah tengah ditahan. Akhirnya Syafruddin Prawiranegara mendeklarasikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi.
Singkat kata, Agresi Militer II menemui kegagalan dan militer Belanda akhirnya meninggalkan Indonesia pada akhir tahun 1949. Pemerintah dan ibukota Indonesia kemudian pindah kembali ke Jakarta sejak saat itu. Tapi, Yogyakarta tetap menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia sebagai ibu kota di masa yang berbahaya.