Foto: Jean Demmeni/Universiteit Leiden
Foto di atas adalah kawasan penambangan batubara Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat sekitar tahun 1900-an. Kawasan penambangan batubara tertua di Asia Tenggara ini terletak di lembah yang dikelilingi oleh bukit-bukit di jajaran Bukit Barisan.
Sawahlunto yang dulunya merupakan desa kecil dan terpencil di tengah hutan belantara, dengan populasi sekitar 500 orang, kemudian berubah dengan cepat menjadi pusat pertambangan batubara pada masanya.
Semua berawal dari penemuan cadangan batubara oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1868. Diperkirakan bahwa deposit batubara di Sawahlunto mencapai 205 juta ton.
Pembangunan tambang batubara pun dimulai pada tahun 1876, pemerintah Hindia Belanda menginvestasikan sekitar 5,5 juta gulden untuk membangun pemukiman dan fasilitas pertambangan di Ombilin.
Selain itu juga dibangun jalur kereta api sepanjang 100 kilometer, dari Sawahlunto ke Padang. Lokomotif dan peralatan penambangan diimpor langsung dari Jerman.
15 tahun kemudian, penambangan pertama dilakukan di desa Sungai Durian, batubara yang diproduksi disebut memiliki kualitas yang sangat baik.
Tambang batubara Ombilin adalah satu-satunya di Hindia Belanda, sampai tahun 1930-an, produksi batubara Sawahlunto telah memenuhi 90 persen kebutuhan energi di Hindia Belanda.
Berkat tambang batubara, Sawahlunto menjadi kota besar di pantai barat Sumatera setelah Padang pada waktu itu.
Bisnis pertambangan ini mencapai puncaknya pada tahun 1920, dengan ribuan pekerja baik pribumi maupun Belanda. Tambang Batubara Ombilin di Sawahlunto kini menjadi situs warisan budaya dunia yang ditetapkan oleh UNESCO.