Mereka terbunuh pada tanggal 10 Oktober 1999. Ketika itu usiaku genap sepuluh tahun. Aku pulang dari tempat perayaan hari ulang tahunku sekitar pukul 18:00 termasuk larut untuk bulan oktober di kawasan West Orange, sehingga aku perlu menyalakan lampu.
Pada saat itu, kakekku mendapatkan telepon untuk melakukan penyelidikan. Nenekku menjadi sukarelawan di perpustakaan umum West Orange. Karena itu keduanya meninggalkan pestaku dan harus segera tiba di rumah lebih awal dariku. Tapi, kaca jendela di samping rumah -biasanya disebut pebbled- pecah, sepertinya dihajar orang untuk menjangkau slot kunci dan membuka pintunya.
Tanpa pikir panjang, langsung kuputuskan untuk masuk ke dalam rumah. Meraka tergeletak di ruang makan. Nenekku yang tertembak dadanya, terlentang di ruang makan. Kakekku yang terpental setelag tertembak perutnya menelungkup diatas meja makan. Tangan kakekku berada di atas lengan nenekku.
Mereka meninggal cukup lama sebelum di temukan. Darah di karpet meresap di sepatuku, lantas ke wajahku, saat aku menelungkupkan wajahku diatas mereka. Sebelumnya ku telpon 911.
Dalam ingatanku semua berwarna begitu jelas. Hal ini menarik, karena sekarang aku paham sebenarnya kita tidak benar-benar melihat warna dalam situasi cahaya temaram. Pikiran kitalah yang membayangkan dan mewarnainya.
Aku ingat meraih kepala kakek-nenekku yang beruban dan menarik mereka dalam dekapanku. Saat EMT (Emergency Medical Techinician) -Petugas Medis Darurat- akhirnya tiba, satu-satunya yang mereka lakukan adalah menarikku untuk memisahkanku dari mereka supaya polisi bisa memotret TKP dan memindahkan mayat mereka.
...
Baca sebelumnya https://steemit.com/sofiatoyumi/@sofiatoyumi98/broken-line-part-3