Seorang Manusia dalam mengamati suatu objek, maka objek tersebut akan dapat diinterpertasikan dan didefinisikan dengan bermakna. Contohnya, angka 6 akan terlihat seperti angka 9 apabila dilihat dari ruang sudut pandang yang berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat dipungkiri perbedaan persepsi ini sering kita rasakan, Bagaimana ini dapat terjadi, objek yang berwujud sama dapat diartikan secara berbeda-beda.
Perbedaan persepsi ini, dipengaruhi oleh kemampuan kita sendiri dalam mengolah panca indera agar dapat terintegrasi dengan rohani yang berupa akal dan pikiran. Inderawi hanyalah selubung pintu pertama dalam mengenali sebuah makna, sedangkan rohani adalah pintu yang mengantarkan kita ke esensi sebuah makna. Sebelum kita membahas lebih dalam.
Setiap objek dan teori yang dtangkap oleh panca indera dengan sekian juta per detik langsung diolah oleh pikiran dan akal akan mengawasi pola kerja pikiran agar tetap bekerja digaris norma-norma keseimbangan. Kemudian pikiran akan memberikan hasil berupa premis-premis, argumentasi dan rasio kepada hati dan nafsu. Hal inilah kemudian menjadi bentuk idea atau sebuah pemahaman.
Ketahuilah nafsu itu ada yang merusak dan ada berupa nafsu kebaikan.
Pikiran, hati dan nafsu memiliki penasehat yang bernama akal. Tidak ada akal yang tidak sehat, yang ada hanya pikiran yang tidak sehat. Apabila pikiran telah terintegrasi dengan akal maka semakin tinggi resolusi persepsi yang diperoleh. Perlu diketahui bahwa, persepsi yang ideal tidak selalu persepsi yang persis sama dengan persepsi seorang tokoh panutan dan tidak selalu juga sama dengan persepsi orang bijaksana. Persepsi yang ideal ialah persepsi yang memberikan kita output yang tepat dan outcome yang bermanfaat bagi diri kita sendiri maupun bagi lingkungan kita. Maka dari itu diperlukan kebijaksanaan dalam memahami dan menyiarkan sebuah persepsi.
Dalam menggapai ketepatan diperlukan integritas pikiran dan hati dalam mengikuti aturan-aturan yang menjadibawaan oleh akal. Pikiran akan mencari informasi dan aksioma-aksioma untuk membantah ajakan nafsu yang menentang akal. Apabila pikiran telah mampu menolak ajakan nafsu yang cenderung merusak, maka hati akan jelas posisinya menjadi aliansi untuk ikhlas mendukung pikiran agar selalu berada di keseimbangan dan tunduk kepada akal.
Ketepatan sesungguhnya tidak dapat diklaim sebagai suatu yang absolute atau mutlak adanya. Ketepatan bersifat dinamis dan selalu berevolusi mengikut tatanan kosmologi alam semesta. ketepatan tersebut dibagi dua yaitu ketepatan yang objektif dan ketepatan yang subjektif. Mudahnya ketepatan itu terdiri dari ketepatan yang tepat untuk diri kita saja dan ketepatan yang tepat untuk khalayak umum.
Untuk selamat dalam menggapai ketepatan. Kita harus mampu untuk melakukan seleksi tiap-tiap ketepatan tersebut apakah ini berlaku untuk diri sendiri saja atau berlaku untuk umum. Ketepatan yang objektif dan subjektif harus benar-benar jelas kedudukannya. Jangan sampai ketepatan objektif diletakan pada koordinat ketepatan subjektif dan ketepatan subjektif dipaksakan menjadi objektif. Hal ini apabila tidak dapat dibedakan, tidak heran pada saat ini kalau kita menemukan banyak perbedaan persepsi mengakibatkan perpecahan.
Ketepatan ini mengapa dinamis, Salah satu kasus yang menunjukkan kalau ketepatan ini dinamis yakni bagaimana individu mengamati suatu objek. Suatu objek belum tentu dimaknai sama oleh satu individu lainnya. Tergantung apa saja yang ada di gudang rasio individu tersebut dan sebatas apa pemahaman yang diketahui individu tersebut pada objek tersebut. Untuk itu diperlukan kedalaman berpikir, ketajaman bernalar dan kebijaksanaan, kalau ingin mengetahui ketepatan suatu objek.
Untuk dapat mengasah kemampuan ini terdapat beberapa hal yang perlu diasah. Pertama asah pikiran kita terlebih dahulu. Yaitu, Pertama suatu objek apapun di dunia ini tentunya setelah dirilis tuhan menjadi suatu objek yang memiliki common sense apa objek tersebut, baik itu dari informasi melalui wahyu, peradaban dan budaya ,Jadikanlah informasi tersebut sebagai hulu penalaran anda terlebih dahulu. Lalu, galilah fungsi utama objek tersebut berdasarkan ideal moral yang ada. Misalnya gelas berfungsi sebagai wadah air minum, Pisau dapat untuk memasak dan dapat pula untuk berburu dan contoh-contoh lainnya. Pada bagian ini dapat disingkat dengan istilah epistemologi
Setelah anda mengetahui dua informasi objek ini secara wujud dan fungsi, maka hal ini akan mengantarkan anda kepada ketepatan subjektif. Kebenaran subjektif apabila ingin dikonversikan menjadi ketepatan yang objektif maka diperlukan tambahan pengamatan secara etika dan moral agar dapat melegitimasi bahwa ketepatan tersebut dapat bersifat objektif.
Wujud dan fungsi yang disahkan oleh ketepatan subjektif perlu lagi diuji, apakah kebenaran ini dapat diterima dari sudut pandang etika dan moral yang telah ditetapkan. Contohnya, apakah pisau dapur dapat dijadikan senjata perang dunia ke-3, Kalau kita nilai secara wujud dan fungsi, pisau dapur itu tajam dan dapat memotong benda padat seperti pisau "tactical war". Tentunya apabila kita menilai dengan ketepatan subjektif, dapat disahkan, bahwa pisau dapur dapat menjadi salah satu peralatan perang. Dengan landasan bahwa pisau juga dapat memotong, menusuk dan melukai lawan. Namun,apabila kita menempatkan ide pisau dapur adalah perangkat perang secara objektif, tentunya anggapan bahwa pisau dapur dapat digunakan sebagai alat perang tentunya premis ini tidak dapat dilegitimasi. Hal ini karena anggaran untuk membeli pisau dapur dalam pengadaan peralatan alustista perang tidak sesuai etika, estetik dan moral pengadaan alutista. Karena secara objektif pisau dapur dinilai tepat digunakan untuk kegiatan memasak bukan untuk perang. pada bagian ini dapat dipadatkan dengan istilah hermeneutik.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang tersebut dapat mencapai keseimbangan ketepatan untuk mengetahui, memahami dan merasakan suatu objek dengan tepat, baik secara subjektif maupun objektif.
Pertama, Jiwanya dapat mereduksi nafsu sehingga nafsu tidak dapat mempengaruhi pikiran dalam mengolah data yang diambil dan dikumpulkan oleh inderawi dalam menerjemahkan suatu hal ataupun fenomena. Pikiran sejatinya dapat menghasilkan output yang baik dan tepat bagi seseorang apabila nafsu merusaka tidak mencemari Sang Pikiran. Pikiran telah dilengkapi sistem otomatisasi pengumpulan hingga pengolah data-data, disana terdapat big data yang diolah menggunakan artifisial inteljensi yang telah dianugerahkan Tuhan kepada manusia.
Pikiran yang telah memiliki data-data terkait realita dan fenomena maka pikiran akan memproses data tersebut hingga memperoleh logika. Pada tahapan ini, informasi abstrak bertransformasi menjadi informasi yang dapat dimengerti apa wujud, fungsi dan dampak dari suatu objek maupun fenomena. Layaknya sebuah matriks, pikiran dapat menentukan apa dan mana yang dapat diberikan ke hati dan mana yang tidak diberikan ke hati.
Seseorang sejatinya telah dibangunkan framework yang tiap saat diperbarui oleh tuhan mana yang baik dan mana yang buruk sesuai kadar kemampuan manusia itu sendiri. Informasi tersebut diinterpretasikan oleh tuhan pada setiap fenomena, permasalahan, dan pengalaman yang telah dilewati manusia, Informasi tersebut telah di siarkan baik dengan aturan yang dituliskan Sang Pencipta melalui kitab suci dan kitab yang tertulis di hamparan alam semesta. aturan tersebut disimpan baik-baik dan dipahami oleh akal. Oleh karena itu, perlunya pertimbangan akal sebelum pikiran memberikan argumennya ke hati. Pikiran yang sehat akan memberikan tesis bagi hati dan antitesis bagi argumen nafsu untuk memperoleh sintesa dari Sang Akal untuk mengantarkan kepada ketepatan.
Pada peradaban sekarang, di abad 20-21 penempaan pikiran telah dilakukan dengan membuatkan sistem sekolah hingga universitas. Di sana murid/santri didik untuk mengolah pikirannya untuk menyelesaikan suatu permasalahan saat ini dan permasalahan yang akan kelak hadir di perjalanan kehidupannya. Didikan tersebut dilakukan dengan memberikan penyiaran dalam melihat objek yang bernama Ilmu, baik itu ilmu sosial, ekonomi, budaya dan ilmu teknologi. Sayangnya dominan ilmu-ilmu tersebut sebelum disiarkan tidak dijelaskan terlebih dahulu dari mana sumberi ilmu itu, apa hakikatnya ilmu tersebut, bagaimana ilmu itu hadir dan bagaimana proses ilmu tersebut hingga dapat menghasilkan solusi untuk diterapkan dalam menyelesaikan masalah. Hal ini menggiring para santri bahkan pendidik lupa bahwa ilmu bukan objek yang bersifat kebenaran objektif, parahnya ilmu tersebut dipatenkan, bahwa satu mahzab ilmu saja, yang benar, apa saja yang berbeda dari mahzab selain yang diketahui akan diabaikan dan ditolak mentah-mentah, dengan alasan tidak masuk logika dan nalar. Hal Ini sering kali menjadi dogma.
Sebuah penemuan atau gagasan merupakan buah pikiran seseorang dari sudut pandang yang hanya terbatas dari sudut pandang inventor penggagas tersebut. baik itu berupa tafsir maupun tadabbur yang diuraikan dalam suatu bagan alur kerja untuk diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Contohnya Adam Smith seorang ahli filsafat bagaimana dia mampu menghasilkan teori ekonomi yang saat ini menjadi andalannya para ekonom dunia. Ilmu ekonomi jangan hanya dipandang untuk hal perbankan, bisnis dan analisa kelayakan finansial, bukankah akal telah menyarankan kepada pikiran kita bahwa ilmu itu memiliki batasan yang infinity atau tidak terbatas. Baik pengembangannya dan fungsinya dinamis menyesesuaikan jalannya peradaban. Bukannya ilmu ekonomi itu dapat memberikan solusi ketika ilmu ekonomi juga dikaitkan dengan keilmuan lainnya. Apabila kita mampu mengkaitkan ilmu ekonomi tersebut dengan ilmu lainnya, tentunya ilmu ekonomi dapat bermutasi memberikan solusi kepada permasalahan sosial, sains, budaya, pertanian, kesehatan dan pendidikan serta semua permasalahan lainnya yang ada di alam semesta.
Manusia peradaban saat ini rata-rata mampu menghubungkan matriks keberagaman ilmu yang ada saat ini berdasarkan penghargaan yang bersifat materialistis saja, sempit dan memicu mempersempit ruang eksistensi kualitatif manusia. Hal ini tanpa sadar menjadikan ilmu ekonomi menjadi ilmu paling seksi di dunia. Bagaimana bisa, bukannya profesi/ilmu data sains yang saat ini dipandang paling seksi?, begini penjelasannya. Era saat ini para pelaku pendidikan baik murid dan guru, kebanyakan dari mereka berjalan di dunia pendidikan memiliki orientasi dan tujuan untuk menjadi orang kaya, atau untuk memiliki kecukupan ekonomi, ekonomi klasifikasi nafkah. Ringkasnya apa saja ilmu yang dipelajarinya akan berujung untuk menjadi orang yang mampu menyelesaikan permasalahan keinginan nafsu belaka, demi pemenuhan kebutuhan sekunder hingga tersier bahkan quarter. Begitulah mereka dalam memodifikasi ilmu ekonomi. Itulah alasan saya mengapa menilai bukan ilmu data sains yang terseksi pada era saat ini namun ilmu ekonomi yang paling menggoda nafsu manusia peradaban saat ini.
Ilmu sejatinya tidak terkurung di suatu atmosfer ilmu itu sendiri. Namun sayangnya banyak dari kita mengintegrasikan ilmu ekonomi ke dimensi ilmu lainnya pada penerapannya di level terendah yaitu untuk memperkaya diri. Kalau ilmu ekonomi mampu mengisi slot kosong di suatu tubuh ilmu lainnya, maka ilmu lainnya juga mampu mengisi slot kosong pada tubuh ilmu ekonomi dan juga berlaku pada ilmu lainnya, sehingga dapat dihubungkan dalam sebuah matriks. Ilmu ekonomi yang secara luas maknanya hanya disempitkan pada kluster nafkah, supply and demand untung rugi duit saja. Inilah bukti nyata kalau saat ini kita telah bingung dan keliru dalam menilai objek yang bernama ilmu ekonomi
Dalam sebuah dimensi ilmu terdapat komponen-komponen yang memiliki kompabilitas terhadap dimensi ilmu lainnya. Ilmu Agama ujungnya bukan hanya surga atau neraka, ilmu ekonomi bukan hanya sebatas profit finansial dan fiskal, ilmu sains bukan hanya sebagai ilmu mengenali alam, ilmu sosial bukan hanya membahas prilaku manusia dalam berkelompok, ilmu kesehatan bukan pula sebatas ilmu biologis, ilmu budaya bukan hanya permasalahan identitas suatu bangsa dan ilmu-ilmu lainnya, namun saling berkaitan satu sama lain yang tidak terpisahkan.