MENULIS di media massa, seorang penulis berhadapan dengan dua hal, yakni terbatasnya ruang dan waktu. Kedua aspek ini harus diperhatikan sebelum menyiapkan tulisan untuk media massa. Aspek ruang menyangkut panjang pendeknya tulisan, sehingga penulis dituntut untuk memerhatikan space yang tersedia dan menyesuaikannya tanpa mengabaikan kekuatan pesan bagi pembaca.
Sedangkan waktu berkaitan dengan isu tertentu dan timing yang tepat. Banyak tulisan bagus tidak bisa ditayangkan karena timing-nya kurang sesuai (sudah berlalu atau masih terlalu dini). Jadi, harus memerhatikan waktu yang tepat kapan mengirim tulisan ke media dengan isu tertentu. Biasanya, ada momen khusus yang bisa dimanfaatkan untuk membuat artikel/opini tertentu. Misalnya, hari guru, hari pendidikan nasional, hari ibu, hari anak, hari kebebasan pers internasional, dan sebagainya.
- Potensi media massa
Pertumbungan media massa—terutama online—saat ini berkembang pesat. Perkembangan ini tidak diimbangi dengan kualitas dan kuantitas tulisan yang memadai. Tidak heran jika para penulis yang meramaikan media utama (mainstream) sebagian besar adalah penulis yang itu-itu juga.
Menurut catatan Sudarman (2008), dengan jumlah media cetak di Indonesia (Dewan Pers, 2001) sebanyak 564 dan rata-rata satu media membutuhkan 3-5 tulisan dari penulis lepas. Maka hitungannya:
305 surat kabar harian x 5 tulisan = 1.525 tulisan
1.525 x 30 hari = 45.750 tulisan
132 tabloid x 3 tulisan per edisi = 396 tulisan
396 x 4 pekan per bulan = 1.584 tulisan
127 majalah mingguan x 4 tulisan = 508 tulisan
508 x 4 edisi = 2.032 tulisan
45.750 tulisan koran + 1.584 tulisan tabloid + 2.032 tulisan majalah = 49.366 tulisan per bulan!!!
Itu baru jumlah tulisan di media cetak saja dan data di atas tahun 2001 akhir. Dewan Pers belum merilis data terbaru jumlah media cetak tahun 2015. Tapi pada 2014, jumlah media cetak di Indonesia 567 media. Ditambah media penyiaran dan siber 1.771 di seluruh Indonesia. Berapa tulisan yang dibutuhkan?
Booming media online bisa dimanfaatkan untuk menghadirkan tulisan berkualitas yang bisa menjadi referensi banyak kalangan. Untuk itu, dibutuhkan ketekunan, disiplin, dan jaringan agar bisa menembus media massa, terutama yang dikonsumsi oleh banyak pembaca.
Jenis tulisan
Media massa menyediakan ruang yang luas bagi pembaca di luar tulisan yang dihasilkan jurnalis/penulis mereka sendiri. Ada rubrik yang disedikan untuk menampung tulisan dari luar. Misalnya:
Opini; Di surat kabar, rubrik opini setiap hari ada, kecuali hari minggu yang digantikan dengan artikel sasta dan budaya.
Artikel; esei, tips, catatan perjalanan, tulisan kuliner, resensi (buka, film, pementasan drama, dll), psikologi, ulasan olahraga, dan sebagainya. Setiap media memiliki rubrik khas yang dikirim dari penulis luar.
Fiksi: cerpen, cerita bersambung, dan puisi. Di koran, rubrik fiksi biasanya dimuat pada hari Minggu, dan ada sebagian kecil surat kabar pada hari Sabtu.Strategi menembus media
Untuk bisa menembus media massa, tergantung dengan empat hal; siapa kita, apa yang kita tulis, kapan, dan bagaimana menuliskannya.
a. Nama besar
Sebuah tulisan yang sulit ditolak redaktur adalah, tulisan yang bagus, ditulis dengan cara memikat, pada saat yang tepat, oleh orang yang memiliki kapasitas pula. Ketika sebuah tulisan dikirim seorang penulis pemula tetapi disajikan dengan menarik, ulasannya mendalam dan sesuai dengan isu kekinian, redaktur juga sulit menolak. Tidak selamanya nama besar menjadi jaminan. Cerpen “Di Tubuh Tarra, Dalam Rahim Pohon”, menjadi cerpen terbaik pilihan Kompas 2014. Cerpen ini ditulis Faisal Oddang, seorang mahasiswa yang baru pertama kali cerpennya dimuat di Kompas.
Padahal, banyak penulis top lain yang sudah menjadi empu dalam kesusastraan Indonesia.
Jadi, jangan minder kalau belum memiliki nama besar. Penulis senior pada mulanya juga seorang junior. Mereka mengalami proses panjang mulai dari belajar menulis, mengirim ke media massa, ditolak, dan menulis lagi. Dibutuhkan kerja keras sebelum memiliki nama besar. Predikat penulis senior diperoleh dengan karya, bukan senior karena usia. Kalau usia sudah sepuh tetapi karya belum ada, itu artinya penulis tua.
Nama besar di sini termasuk kedudukan penulis terhadap topik tulisan yang diangkat. Kadang, sebuah opini dimuat karena penulisnya dianggap memiliki kapasitas terhadap permasalan yang diangkat.
b. Tema menarik
Menulislah dengan tema-tema menarik yang jarang digali orang lain. Untuk itu, harus jeli dan kreatif melihat tema-tema baru. Untuk tulisan opini di media massa, sebaiknya fokus ke satu bidang saja sesuai dengan minat dan latar pendidikan atau pekerjaan. Apakah mau fokus ke pendidikan, politik, ekonomi dan bisnis, masalah sosial, gaya hidup, dan sebagainya.
Jangan khawatir akan kekurangan ide jika hanya expert di satu bidang saja, sebab begitu banyak hal yang bisa digali untuk diangkat ke dalam sebuah tulisan. Masalah pendidikan—misalnya—begitu luas sehingga tidak ada permasalahan di muka bumi ini yang tak bisa dikaitkan dengan persoalan pendidikan. Jadi, ketika hendak menulis opini bertema pendidikan, tidak hanya ketika menunggu momentum hardiknas atau hardikda semata. Di sinilah dibutuhkan kejelian dalam mencari isu baru dan korelasinya dengan pendidikan. Masalah korupsi, moral yang bobrok, perilaku kekuasaan yang rakus, semuanya bisa dianalisis dengan pendekatan pendidikan.
Kata kuncinya adalah kreatif, jeli, dan gigih.
c. Tulisan memikat
Nama besar bukan jaminan. Ketika baru memulai menulis, bangunlah keyakinan tulisan tersebut akan menarik dan itu merupakan bagian dari proses menjadi penulis besar. Keluarkan seluruh kemampuan untuk menghasilkan tulisan semenarik mungkin sehingga—meski redaktur belum pernah mendengar nama kita—tidak ada pilihan lain selain memuat tulisan tersebut.
Setiap hari, editor menerima puluhan tulisan dengan berbagai tema. Bukan tidak mungkin, sebuah tulisan yang bagus pun terlewatkan. Dalam menyeleksi opini, redaktur bisa saja mengalami kejenuhan, dan itu manusiawi. Kejenuhan, hilang konsentrasi, bisa membuat sebuah tulisan bagus tidak terpantau atau sebuah tulisan buruk lolos seleksi.
Sejumlah penulis, mengatasi masalah ini dengan trik tertentu. Misalnya, membuat judul yang memancing minat (eye catching) dan unik, dengan kalimat pembuka yang meledak, atau gabungan keduanya. Kalau kalimat pembuka sudah menarik dan disusul dengan paragraf membangkitkan minat, maka mataa pembaca akan terpaku sampai tulisan selesai. Menjaga hasrat pembaca untuk menyelesaikan bacaan sampai akhir merupakan salah satu tantangan berat yang dihadapi penulis.
Untuk opini, tulisan yang memikat bukan saja disampaikan dengan bahasa yang indah, tetapi juga dengan pesan dan
argumentasi yang kuat serta logis. Hal itu juga berarti adanya dukungan data yang akurat dari sumber yang bisa dipertanggungjawabkan, terlepas pembaca setuju atau tidak terhadap data dan argumentasi kita.
d. Waktu (timing) tepat
Banyak tulisan yang bagus tetapi tidak bisa dimuat karena isunya sudah berlalu atau tidak up to date. Khusus untuk opini, momen itu sangat penting sehingga sebaik apa pun tulisan tersebut, jika momennya sudah lewat atau terlalu cepat, maka tidak bisa dimuat.
Rumusnya dalam menjaga momen; tidak terlalu cepat, tapi juga tidak telat. Harus tepat. Kalau tulisannya sedap, pasti dimuat.
Ingat, momen itu terkadang hanya satu hari saja sehingga berikan waktu bagi editor untuk menyeleksinya. Ada penulis terkadang memberi “warning” kepada editor jika opini tersebut tidak dimuat sampai tanggal sekian akan dikirimkan ke media lain. Misalnya, jika sampai tanggal 26 Desember tulisan tentang 11 tahun tsunami tidak lain, mungkin ia akan menarik kembali opini tersebut dan mengirimnya ke media online, misalnya. Penegasan ini dianggap penting untuk menghindari dimuatnya tulisan sama di media berbeda, dan ini dinilai tabu dalam dunia tulis-menulis.
e. Komunitas yang kuat
Saat ini berkembang berbagai komunitas penulis di berbagai daerah di Indonesia. Forum Lingkar Pena (FLP) merupakan salah satu komunitas penulis yang besar dan tersebar di berbagai daerah di Indonesia di mana 70 persen anggotanya merupakan perempuan (Mahayana, 2012). Ada juga Komunitas Utan Kayu dengan Gunawan Mohammad dan Ayu Utami sebagai ikonnya, ada Komunitas Sastra Indonesia, dan masih banyak komunitas penulis lainnya yang bisa menjadi tempat berbagi ilmu dan informasi. Bahkan, guru juga memiliki komunitas kepenulisan seperti Agupena.
Komunitas adalah sekadar wadah yang tidak melahirkan kreativitas karena kreativitas lahir dari individu (Mahayana, 2012). Namun, dalam komunitas lahir berbagai gagasan, pemikiran, kritik, dan terjadi pertukaran gagasan yang mengubah pola pikir seorang individu. Namun, jangan sampai komunitas penulis terjebak dalam aktivitas organisasi semata dan kurang berkarya.
Mengapa perlu bergabung dengan komunitas kepenulisan?
- Mendapatkan berbagai informasi baik pelatihan maupun lomba menulis.
- Saling mengoreksi tulisan sehingga menjadi lebih baik.
- Menjaga semangat menulis.
- Mempromosikan karya.
f. Membaca yang giat
Cara menjadi penulis hanya dua; menulislah terus dan membacalah terus. Tidak ada penulis yang tidak suka membaca. Menulis dan membaca adalah satu paket, seperti dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Membaca bukan saja menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang bidang tertentu, juga menambah pengetahuan menulis, kosa kata, dan tata bahasa. Membca juga termasuk salah satu langkah dalam mendapatkan ide kepenulisan dan mengatakan writing block. Penulis Amerika kelahiran Uni Sovyet, Vladimir Nobokov (1899 – 1977) menyebutkan, pembaca yang baik memiki kekayaan imajinasi, ingatan, kosa kata, dan sejumlah kekayaan artistik.
Sebelum mengirim tulisan ke sebuah media massa, banyak-banyaklah membaca tulisan orang lain yang pernah dimuat di media tersebut. Bukan berarti melakukan plagiat atau meniru gaya menulis orang lain, tetapi setiap media mempunyai visi berbeda, demikian juga gaya penulisan. Bahkan, seorang penulis yang jeli, sampai masalah kecil diperhatikan. Misalnya, di Kompas ditulis “Lhok Seumawe” dan di media lain “Lhokseumawe”. Atau di Kompas ditulis “Sumatera” dan di Republika “Sumatra”. Mana yang benar, setiap media memiliki argumentasi masing-masing. Media besar biasanya memiliki direktur bahasa.
Ada penulis, sebelum menghasilkan sebuah tulisan sudah meniatkan ke media mana tulisan tersebut akan dikirim. Ada juga penulis yang tidak mau memikirkan soal itu. Baginya, menulis saa dulu agar tidak terkekang dengan batasan-batasan yang ada. Setelah tulisan selesai, baru akan dikirim ke media yang sesuai. Nah, kita termasuk tipe yang mana?
- Mengapa tulisan ditolak/Jangan takut ditolak
Sebuah tulisan ditolak tidak selamanya karena kualitasnya buruk. Bisa jadi, tulisan tersebut terlalu panjang/terlalu pendek, atau momennya sudah berlalu, atau bisa jadi tercecer (misalnya masuk ke spam). Jadi, jangan terlalu cepat memvonis diri tidak berbakat ketika 10 atau 20 tulisan ditolak. Jangan menggantungkan masa depan kepenulisan pada selera seorang redaktur. Tidak selamanya tulisan bagus itu dimuat, dan tidak selamanya tulisan buruk itu ditolak. Ingatlah itu...
Semua penulis pernah merasakan ditolak. Bedanya, calon penulis besar tidak pernah menyerah saat ditolak. Baca kembali tulisan tersebut, revisi, dan kalau isunya masih aktual, kirim ke media lain. Kalaupun tidak cocok untuk media lain, simpan saja tulisan tersebut sebab kita tak pernah tahu kapan tulisan itu kita butuhkan kembali. Bisa jadi, momen tersebut terulang sehingga tulisan itu mendapat kesempatan untuk diterbitkan dengan beberapa penyesuaian.
Referensi (dan buku-buku yang bisa dibaca berkaitan dengan tulis-menulis di media massa):
- Atmiwiloto, Arswendo (2003). Mengarang Itu Gampang. Gramedia, Jakarta.
- Laksana, A.S (2013). Creative Writing. Gagas Media, Jakarta.
- Lee, Christopher (2002). Author Handbook. Petunjuk Lengkap dari Penulis untuk Penulis dan Calon Penulis. Elex Media Komputindo, Jakarta.
- Mahayana, S. Maman (2012). Pengarang Tidak Mati. Peranan dan Kiprah Pengarang Indonesia. Nuansa, Bandung.
- Royan, M. Frans (2009). Cara Mudah Menulis Buku Best Seller. Masmedia Buana Pustaka, Sidoarjo.
- Sudarman, Paryati (2008). Menulis di Media Massa. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
- Sumardjo, Jakob (2007).Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
- Sukirno (2010). Menulis itu Muda. Pustaka Populer LkiS, Yogyakarta.
- Windia, Wayan & Atmaja, Jiwa (2010). Teknik Menulis Artikel Opini. Udayana University Press, Bali.
postingan yang sangat bagus @suci
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Terima kasih @nyakmat.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Postingan bermanfaat, rapi, infotmatif dan berdata kuat.
Paparan yang disampaikan membuat kita semakin paham ttg seluk-beluk penulisan dan perkembangan yang terjadi dalam bentuk personal dan komunitas yang ada.
Terimakasih telah membagikannya.
Salam:
Irman Syah || @mpugondrong
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Bukan punya saya tuh Pak @mpugondrong. Saya posting atas seizin penulisnya tetapi dia tidak mau disebutkan namanya, hehehehehe.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
You got a 1.31% upvote from @postpromoter courtesy of @suci!
Want to promote your posts too? Check out the Steem Bot Tracker website for more info. If you would like to support the development of @postpromoter and the bot tracker please vote for @yabapmatt for witness!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
"wOw". . .mungkin kata yang pas buat @suci ,dari awal sampe akhir ,intinya smpe selesai sya baca semua,, mungkin kalo semuanya di terapkan buat acuan saya di steemit jdi bermanfaat sekali.
Salam kenal dari @imam03
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
postingan yang bermanfaat,
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit