Geraknya masih cekatan. Kendati jelang petang, dahaga puasa kian memuncak. Namun, Azharul Husna masih giat bercakap. Perempuan yang akrab disapa Nana ini tak keberatan disebut ‘nyinyir’ karena idealismenya. Hal ini pula yang menarik saya untuk berbincang lebih jauh.
Saya coba mengingat, kali pertama kami bertemu akhir 2016 silam. Ketika itu, secara terpisah saya dan Nana memilih jadi sukarelawan usai bencana gempa bumi di Pidie Jaya. Setelahnya, kami kerap bersua, utamanya jika ada diskusi terkait Hak Asasi Manusia yang dihelat beberapa jaringan lembaga swadaya.
Nana mengakhiri masa baktinya di Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan (RPuK) sekira satu tahun yang lalu. Dia kini aktif di lembaga Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh.
Saat mengobrol untuk Breedie Podcast, Nana terlihat tak kenal lelah. Ia antusias menjawab lebih banyak pertanyaan dari saya.
Perhatiannya terhadap isu perempuan tak lagi diragukan. Terlebih, seiring meningkatnya eskalasi kekerasan terhadap perempuan yang ia temui di lapangan beberapa tahun terakhir, kian meyakinkan Nana untuk tetap bergiat di isu ini.
Saya nyaris tercekat saat mendengar cerita-ceritanya. Misalnya, duka senyap dari pedalaman Nisam Antara di Aceh Utara. Tentang seorang isteri yang sampai sekarang masih menyiapkan baju lebaran untuk suaminya. Padahal, sang suami sudah lama tak pulang ke rumah sejak konflik, karena dihilangkan secara paksa.
"Ada sisi lain dari situasi trauma yang sulit kita pahami, dan psikologi dari segelintir masyarakat semacam ini tak nampak di permukaan, entah kita cenderung pemaaf," ujarnya.
Saat itu saya hanya menerawang ingatan ke beberapa kasus kekerasan yang akhir-akhir ini terjadi. Semua acak, parsial, tak terlihat sistematis. Tapi bukankah demikian cara menyamarkan ini semua, agar kita dengan gampang mengatakan, "semua baik-baik saja"?
Impunitas sudah di depan mata, batin saya.
Breedie Podcast episode 3 direkam pada satu petang di tanggal 8 Mei 2019, tepat di paruh awal Ramadan. Bukan kebetulan jika di hari yang sama kita memperingati 26 tahun kematian Marsinah; perempuan di Jawa Timur yang terkenal dengan perjuangannya terhadap hak-hak buruh.
Obrolan kami di edisi kali ini berkisar pada persoalan rantai impunitas, kesadaran semu, luka para penyintas konflik Aceh, dan hal yang sama-sama kami minati, sastra. Perbincangannya sangat cair, diselip gelak tawa, dan mengalir begitu saja.
Sampai-sampai saya lupa ada kertas kecil berisi list pertanyaan penting untuk mengarahkan framing kami, saat itu.
https://www.instagram.com/p/Bw_ggHInFV2/
Breedie Podcast adalah rubrik baru di Breedie yang tayang sejak April. Cuap-cuap ala Breedie ini dipandu host Fuadi Mardhatillah bersama co-host dadakan lainnya. Rencananya (jika sempat) akan mengundang beberapa narasumber untuk membahas topik tertentu.
Pantau terus ya, siapkan telingamu. Breedie Podcast bisa didengarkan juga di Spotify, Breaker, RadioPublic, PocketCasts, Anchor, dan Soundcloud. Jika di Google Podcast, cari saja "Breedie Podcast".
Posted from my blog with SteemPress : https://breedie.com/podcast-breedie-episode-3-pelanggaran-ham-masa-lalu-di-aceh-ah-lupakan-saja-lah/
Congratulations @breedie! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit