“Kami orang Aceh ini keras, tidak sama dengan suku-suku lain, apalagi kalau urusan berusaha, kami susah bekerjasama, lebih suka bekerja sendiri-sendiri,” timpal lelaki necis yang tadinya datang menggunakan mobil baru itu.
Seisi ruang terdiam. Roem bertanya, “Selain untuk sembahyang, meunasah di gampong-gampong itu biasanya digunakan untuk apa lagi?”
Lalu seorang lelaki sepuh berkemeja lusuh dengan sarung dan kopiah menjawab pelan, “Di situ biasanya kita ngobrol tentang berbagai persoalan, lalu bersepakat melakukan sesuatu bersama-sama.”
Roem hampir maklum, “Jadi, di Aceh sini, kerja bersama-sama itu sebenarnya tradisi ya, Pak?” Lelaki tua itu tersenyum mengangguk. Lainnya masih terdiam. Beberapa menunduk sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Percakapan di atas saya kutip dari Roem Topatimasang dalam pengantar buku Adat Berdaulat, Melawan Serbuan Kapitalisme di Aceh (2015). Dari pengalamannya menyambangi satu gampong di Peukan Bada, Aceh Besar, September 2005 –tepatnya sembilan bulan usai bencana Tsunami itu, Roem menyadari bahwa ikhtiar untuk menggalang gerakan kolektif masyarakat adat di Aceh bukanlah kerja mudah.
Tantangan lainnya disampaikan Affan Ramli, salah seorang penulis di buku tersebut. Bulan Juli lalu, ia mampir ke KontraS Aceh. Dengan runut dan pelan, Affan mengajak saya dan teman-teman berkontemplasi, selagi ia bercerita tentang sejarah kapitalisme di Aceh.
Paparannya mudah dimengerti, sampai-sampai keseruannya keburu tanggung dinikmati hanya dalam sekali tatap muka. Dari caranya bertutur, Affan seolah mengiyakan Roem dalam pengantar buku ini, bahwa “tidak mudah memahami bahasa Das Kapital yang sarat dengan peristilahan filsafat Jerman yang pelik itu.”
Istilah pelipatgandaan primitif, akumulasi modal dan sebagainya seringkali bikin garuk-garuk kepala. Orang-orang seperti Affan dan pegiat sipil lainnya, mengutip saran Roem, punya tanggung jawab untuk menjelaskannya dengan bahasa yang lebih sederhana untuk dipahami kalangan yang lebih luas, "terutama bagi warga masyarakat adat lokal di pelosok-pelosok Aceh," tulisnya.
Ini jelas bukan kerja 'kaleng-kaleng'. Tanpa penyederhanaan, kita terus saja memisahkan masyarakat dari substansi persoalan yang dialaminya. Penguasaan alas dan alat produksi oleh para pemodal yang berlangsung sampai hari ini, setidaknya turut andil melatari konflik bersenjata (dulu) maupun aturan-aturan diskriminatif (kini) yang dipicu politik identitas.
Pada waktunya, muncul beberapa pertanyaan penting untuk ditanggapi bersama: apa penyebab Aceh tak kunjung punya peruntungan atas pergolakan ini? dan, kenapa adat -yang selama ini kita pahami sekadar perangkat simbolik- ternyata punya potensi besar melawan kapitalisme di Aceh?
Dan jawaban yang paling mengena dari Affan, “Kita tak pernah benar-benar mengerti apa yang kita hadapi sejak ratusan tahun lalu.”
Kalimat itulah yang mengawali diskusi panjang kami.
Diskusi membahas pengantar buku 'Adat Berdaulat' oleh Affan Ramli, di pekarangan KontraS Aceh, Juli 2019. (Foto/Ist)
Sedikit catatan, beberapa cuplikan diskusi bersama Affan sempat saya rekam seadanya, dengan berpikir, “ini bisa didengar lagi kapan-kapan.” Namun, setelah beberapa bulan mengelola siniar Breedie dengan segenap keterbatasannya, saya tak sengaja menemukan rekaman ini lagi di laptop.
Tiga jam berselang, ponsel berbunyi. Dari ujung pesan WhatsApp, teman saya Azharul Husna mengirim saran, “Bro, ke depan qe arsipkan aja rekaman diskusi sabtuan kita, maunya biar bisa dipublis juga ke kawan-kawan yang gak sempat datang.”
Sambil memandangi file MP3 bernama ‘Affan 25 Juli 2019 (15.43)’ ini di layar, saya tiba-tiba menepuk jidat.
“Wadoh, kenapa gak dari kemaren-kemaren ya!”
Breedie Podcast adalah rubrik baru di Breedie yang tayang sejak April. Cuap-cuap ala Breedie ini dipandu host Fuadi Mardhatillah bersama co-host dadakan lainnya. Rencananya (jika sempat) akan mengundang beberapa narasumber untuk membahas topik tertentu.
Pantau terus ya, siapkan telingamu. Breedie Podcast bisa didengarkan juga di Spotify, Breaker, RadioPublic, PocketCasts, Anchor, dan Soundcloud. Jika di Google Podcast, cari saja "Breedie Podcast".
Posted from my blog with SteemPress : https://breedie.com/podcast-breedie-episode-4-pengantar-adat-berdaulat-bersama-affan-ramli/