Apparently the Netherlands Has a Role in Gayo Coffee Development (Gayo Coffee History)

Gayo Coffee Storry

image

Gayo coffee plantation was first developed in 1908, and at that time Gayo coffee thrives in Bener Meriah Regency, Central Aceh and a small part of Gayo Lues area. Now all three areas in the 1200 MDPL have the largest coffee plantation in Indonesia, which is about 81,000 hectares. Each of the 42,000 hectares is located in Bener Meriah Regency, the rest of which is 39,000 hectares located in Central Aceh District. Most Gayo people work as coffee farmers with dominance of Arabica varieties. The production of arabica coffee produced from Gayo has now become the largest in Asia.

In the history of Gayo coffee The presence of Dutch power in Gayo Land also has an important role, in 1904 the Dutch power entered kedatarn high gayo and immediately followed by the presence of newcomers ditanah gayo, At that time the region of Central Aceh made onder afdeeling Nordkus Atjeh with his capital is Sigli. On the other hand, the Dutch presence also gives new life by opening plantation land, one of them coffee plantation in Gayo Land (at an altitude of 1,000 - 1,700 MDPL).

image

One of the ancient proofs associated with the history of Gayo coffee is the rest of the coffee drying plant or coffee bean near the Baitul Makmur Mosque, Wih Porak Village, Silih Nara, Central Aceh, Aceh Province by Susilowati in 2007. The coffee refinery is astronomically located on 040 36640 'LU and 0960 45.660' BT (47 N 0251594 UTM 0510018). The former coffee drying plant that occupies the 110 m x 60 m land has now become the land of Darul Uini Integrated Pesantren.
In addition, other historical evidence has also been found in the form of a Waterwheel marked with 3 pieces of wall thickness of 15 cm, height of about 2 m and on the top surface are found each 2 pieces of iron bolts are estimated as a place to ride the windmill.

In the second half of the 1950s, the Gayo community began to open coffee plantations. In that period, forests were cleared for coffee plantations. In 1972 Kabupaten Aceh Tengah became the largest coffee producer compared to other districts in Aceh Province. The area of ​​coffee plantation in Aceh Tengah Regency in 1972 was 19,962 Ha.

And at the end of 2006, Gayo coffee was registered to the European Union as a product of Geographical Indication (IG) from Indonesia which is the third largest coffee producing country in the world.
The registration process is conducted through the Indonesia-EU Trade Cooperation Facility (TCF) program.

image

Sejarah Kopi Gayo
Perkebunan kopi gayo pertama kali dikembangkan pada tahun 1908, dan pada saat itu kopi gayo tumbuh subur di Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah dan sebagian kecil wilayah Gayo Lues. Kini Ketiga daerah yang berada di ketinggian 1200 MDPL tersebut memiliki perkebunan kopi terluas di Indonesia, yaitu sekitar 81.000 hektar. Yang masing-masing dari 42.000 hektar berada di Kabupaten Bener Meriah, selebihnya yaitu 39.000 hektar berada di Kabupaten Aceh Tengah. Sebagian besar masyarakat Gayo berprofesi sebagai petani kopi dengan dominasi varietas Arabika. Produksi kopi arabika yang dihasilkan dari Gayo sekarang telah menjadi yang terbesar di Asia.

Dalam sejarah kopi gayo Kehadiran kekuasaan Belanda di Tanah Gayo juga memiliki peranan penting, pada tahun 1904 kekuasaan belanda masuk kedatarn tinggi gayo serta merta diikuti oleh hadirnya pendatang-pendatang baru ditanah gayo, Pada masa itu wilayah Aceh Tengah dijadikan onder afdeeling Nordkus Atjeh dengan Ibu kotanya adalah Sigli. Di sisi lain, kehadiran Belanda juga memberikan kenghidupan baru dengan membuka lahan perkebunan, salah satunya kebun kopi di Tanah Gayo (di ketinggian 1.000 - 1.700 MDPL).

Salah satu bukti purbakalaan yang ada kaitannya dengan sejarah kopi gayo yaitu sisa pabrik pengeringan kopi atau biji kopi di dekat Masjid Baitul Makmur, Desa Wih Porak, Silih Nara, Aceh Tengah, Provinsi Aceh oleh Susilowati pada tahun 2007. Kilang kopi tersebut secara astronomis terletak pada 040 36.640′ LU dan 0960 45.660′ BT (47 N 0251594 UTM 0510018). Bekas pabrik pengeringan kopi yang menempati lahan berukuran 110 m x 60 m tersebut kini telah menjadi lahan Pesantren Terpadu Darul Uini.
Selain itu bukti sejarah lain juga pernah ditemukan berupa Tempat kincir air yang ditandai dengan 3 buah tembok berketebalan 15 cm, tinggi sekitar 2 m dan di bagian permukaan atasnya dijumpai masing-masing 2 buah baut besi yang diperkirakan sebagai tempat bertumpunya kincir angin.

image

Pada paruh kedua tahun 1950-an, masyarakat Gayo mulai membuka lahan perkebunan kopi, Pada periode tersebut hutan-hutan dibabat untuk dijadikan kebun kopi. Pada tahun 1972 Kabupaten Aceh Tengah menjadi penghasil kopi terbesar dibandingkan dengan kabupaten lainnya di Provinsi Aceh. Luas areal kebun kopi di Kabupaten Aceh Tengah pada tahun 1972 adalah 19.962 Ha.

Dan pada akhir 2006 lalu, kopi gayo didaftarkan ke Uni Eropa sebagai produk Indikasi Geografis (IG) dari Indonesia yang merupakan negara penghasil kopi terbesar ke tiga didunia.
Proses pendaftaran dilakukan melalui program Indonesia- EU Trade Cooperation Facility (TCF).

image

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!