Potret Usang

in story •  7 years ago 

medium-dubai-skyline-2-global-event-management.jpg

Di belakang potret itu tertulis, ‘Jangan menyerah.’

Dia tinggal di lantai tujuh ratus enam puluh. Lift membutuhkan waktu tujuh belas menit untuk sampai ke lantainya sekali jalan tanpa berhenti saat tidak ada orang lain di dalamnya. Sangat jarang terjadi, baru tiga kali dialaminya. Jika tidak, diperlukan tambahan dua puluh detik di setiap lantai, ditambah tiga detik untuk mencapai kecepatan maksimum.

Hari ini, dibutuhkan dua puluh sembilan menit.

Dia tidak keberatan. Sambil meluncur naik, dia menatap setengah terhipnotis angka-angka merah menyala dari jam digital hingga milidetik.

Ada jam di mana-mana, jadi dia selalu tahu waktu. Begitu juga penampil kadar polutan udara.

Kota ini adalah rimba purba dari baja dan beton, dengan dinding tebal yang kotor berlapis jelaga buangan asap knalpot dan cerobong pabrik. Jendela menghitam.

Tidak ada yang tinggal di tingkat terbawah, tentu saja. Udara di bawah sana beracun.

Dia pernah ke permukaan sekali, dalam sebuah wisata lapangan saat kelas dua sekolah menengah atas. Dengan peralatan pernapasan yang berat, terengah-engah menghirup oksigen dari tabung yang tersembunyi di perut melalui selang ke ke dalam helm baju pelindung. harus menggunakan lampu senter yang kuat, bahkan di siang hari. Jika kamu berdiri di permukaan tanah dan mendongak, kamu takkan bisa melihat lantai pemukiman lapis pertama.

Apalagi sekarang, polusi di luar sudah mencapai ke lapis pemukiman ketujuh. Dia tahu itu.

Hari ini dia duduk di bangku logam taman di puncak gedung, menatap ke bawah melalui perisai kaca aluminium ke atap pemukiman lapis keenam. Tampak buram berselimut kabut kelabu.

Di atasnya, robot-robot antigrav bekerja membangun lapis kedelapan, yang akan selesai lima tahun lagi.

Robot antigrav tidak dioperasikan oleh manusia. Manusia tidak mengerjakan apa-apa lagi.

Tidak ada orang lain di taman. Tidak pernah ada, sungguh.

Manusia jarang bergerak, berlindung dalam kamar kecil berwarna putih. Untuk menyentuh dua sisi dinding yang berhadapan, cukup rentangkan saja kedua tanganmu. Jika meregang dengan cara lain, jari akan menekan permukaan layar sentuh yang bisa ditarik keluar.

Orang kaya mempunyai kamar berjendela, tapi jendela jarang diperlukan. Langit selalu gelap di ketinggian seperti ini. Matahari bersinar dengan latar biru tua. Udara tipis, yang semakin menipis setiap tahunnya. Manusia terus naik ke ketinggian, mendaki ke titik di mana udara hampa.

Dia menemukan selembar potret di antara bilah-bilah logam bangku taman. Gambar hamparan air biru yang membentang menua ke batas cakrawala. Langit diolesi merah oranye saat nyala api matahari memantul ke permuaan air membiru.

Laut, pikirnya.

Jangan menyerah.

Dia menatap tulisan itu, guratan halus tinta biru. Tinta, tulisan tangan dari pena, bukan printer. Huruf-hurufnya melengkung hidup. Dia menyukai masing-masing huruf terlihat berbeda, garis tergelincir menipis dan kemudian lenyap, muncul kembali pada awal kata berikutnya bersama amarah membara.

Dia menoleh ke sekeliling, tapi taman itu masih kosong.

Awalnya ragu-ragu, namun akhir dia berdiri memanjat bangku, menyeimbangkan pijakan di sandaran tangan saat dia membuka tutup jendela pelindung aluminium kaca dan membiarkan potret itu lepas dari jari-jarinya.

Lembaran kertas antik itu berputar, melintas di depan matanya, melayang turun ke bawah kakinya, meninggalkan ketinggian pencakar langit pemukiman lapis tempat tinggalnya ke dalam kabut kelabu pekat tebal, terus turun dan melayang jauh.

Dia bertanya-tanya berapa lama waktu yang dibutuhkan selembar potret usang untuk mencapai permukaan tanah yang padat.

Apakah ada angin berhembus di sana, menyapu jalan raya kuno, yang membawa kertas tebal itu, seperti doa, ke samudera raya tempat matahari masih terbenam?

Dia bertanya-tanya.

WashSunset.JPG

 

Bandung, 9 Maret 2018

Image source: 1, 2

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Wah kerennnn

Terima kasih, @gethachan. Suka fiksi ilmiah juga? 😁

Salam

Iya tapi ga sebanyak kaka hehe

saya takut ketinggian, mungkin jika berada disana, dinding almunium menjelma ibu

Acrophobia (dan phobia lainnya bisa diatasi dengan terapi hipnosis, teh @ratuayu 😊

Wah lantainya sampai ratusan gitu. Berapa lama bangun gedung itu ya....hehehe

Bangunan tertinggi Burj Khalifa (828 m, 160 lantai hunian) di Dubai butuh waktu 4 tahun 😊

Saya lebih suka menginjak tanah dan mandi Matahari. Kayaknya tidak cocok hidup di jaman robot antigrav ini

Betul, bang @blogiwank. Jangan sampai karena keserakahan kita sekarang, anak cucu tak bisa lagi menikmati harum tanah basah, sinar mentari yang melimpah, samudera lepas sejauh ujung cakrawala.

Saleum 😊