Perseteruan dengan Van Huetzs dan Terusirnya Snouck Hurgronje

Setelah hubungannya dengan Gubernur Sipil dan Militer Hindia Belanda di Aceh, Kolonel JB Van Huetsz berakhir, karena berbeda pandangan dalam penangan Aceh, Snouck Hurgronje memutuskan meninggalkan Aceh menuju Jambi dan Palembang. Sebelum kemudian kembali ke Belanda untuk selamanya.

Di dua daerah itu Snouck Hurgronje ditugaskan Pemerintah Hindia Belanda untuk melakukan penelitian terkait hubungan antara pemerintah swatantra pribumi dengan perangkat pegawai. Dalam awal-awal bulan 1901 Snouck Hurgronje sering berada di Jambi dan Palembang. Pada akhir thaun 1901 ia tinggal beberapa pekan di Jambi.

Jendral Van Huetsz Sumber

Tahun 1903, setelah kepergiannya dari Aceh, dan setelah ia tinggal dua bulan di daerah itu dalam rangka pemukiman yang diperpanjang, Snouck Hurgronje mengupayakan perjalanan ke Kerinci, di perbatasan daerah pegunungan Padang, Sumatera Barat.

Selanjutnya ia menumpang perahu ke Bangka. Ketika sampai pada pertemuan sungai Mesuma dengan sungai Marangin, Snouck Hurgronje harus berjalan kaki lewat medan yang sangat sulit, selama sepuluh hari untuk sampai ke tujuan. Tapi ia terpaksa kembali sebelum sampai ketujuan karena serangan penyakit malaria.

Meski demikian, dari penelitian yang setengah perjalanan itu, Snouck Hurgronje berhasil mengumpulkan bahan tentang sebab musabab yang menimbulkan pemberontakan di Jambi dan Palembang. Sementara data-data tentang Tanah Gayo, Aceh yang dikumpulkannya pada tahun 1902 juga diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1904.

Kereta api Atjeh Tram di jembatan Demmeni Kutaraja tahun 1895, sekarang jembatan Pante Pirak, Banda Aceh Sumber

Pada 12 Maret 1906, Snouck Hurgronje kembali ke Belanda, setelah mengambil cuti selama setahun. Ia kembali ke Belanda yang sudah 17 tahun ditinggalkannya, yakni sejak ia mulai bekerja di Betawi tanggal 11 Mei 1889.

Bagi Snouck Hurgronje, dalam kurun waktu terakhir ia di Betawi, hubungannya dengan Gubernur Jendral Van Huetzs kurang menggembirakan. Ia mengungkapkannya dalam sepucuk surat yang dikirim kepada Kolonel Van Der Maaten tanggal 11 Oktober 1907.

Surat tersebut bisa dibaca dalam lampiran buku yang ditulis oleh Snouck Hurgronje sendiri yang berjudul Snouck Hurgronje en de Atjeh Oorlog (Snouck Hurgronje dan Perang Aceh). Salah satu bagian surat tersebut seperti kutipan di bawah ini.

Lama kelamaan bagi saya soal bekerja di Hindia Belanda terasa dibuat pahit getir karena dengan sengaja ditunjukkan kurangnya penghargaan dan batuan dari kedudukan yang tertinggi, dan barang kali rasa mudah tersinggung yang telah bertambah pada saya karena sudah lama tinggal di sini, telah menyebabkan saya lebih merasakan kekecewaan tersebut dari pada dulu. Namun, hal itu menjadi ‘terlalu berat’ bagi saya.

Taman Sari tempo dulu, kini taman Bustanus Salatin Banda Aceh Sumber

Namun ternyata cuti setahun yang diambil Snouck Hurgronje itu kemudian berubah menjadi selamanya. Ia memilih menetap kembali di Belanda, tak lagi kembali ke Betawi (Batavia) untuk bekerja di Pemerintah Hindia Belanda. Tapi, ia baru akan bersedia kembali lagi ke Betawi jika atas dasar pekerjaannya terdahulu, yang menghasilkan sesuatu.

Itu diungkapkan Snouck Hurgronje dalam surat lainnya yang dikirim dalam bulan September 1907. Ia menulis. Namun andai kata kepada saya ditawarkan kesempatan untuk bekerja di sana dengan menghasilkan sesuatu, maka biarpun hal itu akan dilakukan dengan dasar yang dahulu, saya tidak akan keberatan.

Snouck Hurgronje secara perlahan kemudian melepaskan jabatannya sebagai Penasehat Pemerintah Belanda, ia lebih menyibukkan diri dengan kewajibannya dalam jabatan guru besar di Leiden. Meski demikian analisa-analisanya dan saran-saranya tentang daerah jajahan Hindia Belanda kepada Pemerintah Belanda tetap lebih tajam dibandingkan dengan yang lainnya.