EB Kielstra dalam Eschrijving van den Atjet Oorlog, 1883, jilid pertama halaman 7 menulis bahwa menjelang invansi Belanda ke Aceh, wilayah Kesultanan Aceh meliputi tiga bagian kekuasaan.
Yang pertama adalah wilayah Aceh Besar yaitu daerah sepanjang Krueng Aceh yang terdiri atas tiga wilayah yang disebut sebagai Sagi, masing-masing sagi diberinama menurut jumlah mukim di dalalmnya, yakni wilayah Mukim XXII, Mukim XXV, dan Mukim XXVI, wilayah Aceh Besar juga termasuk daerah di selatan mukim XXV yakni Lhoknga, Leupeung dan Lhong.
Lukisan perang Aceh pada saat invansi Belanda pertama di Pantai Ceureumen, Uleelheu, Banda Aceh, Maret 1873 Sumber
Yang kedua, wilayah Kesultanan Aceh juga meliputi daerah-daerah di luar Aceh Besar yang menjadi daerah taklukan Kerajaan Aceh yang terletak di pantai utara, pantai barat dan pantai timur dari ujung pulau Sumatera, yang terdiri dari kerajaan-kerajaan kecil yang otonom yang merupakan bagian dari federasi Kerajaan Aceh. Kemudian yang ketiga, wilayah Kesultanan Aceh di pedalaman yakni Gayo dan Alas.
Sementara daerah yang langsung berada di bawah pemerintahan Sultan Aceh sendiri merupakan kawasan Dalam atau Kraton Darud Dunia sebagai pusat ibu kota dan pusat pemerintahan Kerajaan Aceh, yang meliputi kawasan Peukan Aceh, Merduati, Keudah, Gampong Jawa, dan Gampong Pande.
Dalam buku yang sama pada halaman 58, EB Kielstra menambahkan bahwa, untuk menghadapi agresi Belanda, Kerajaan Aceh mengimpor 5.000 peti mesiu dan 1.349 peti senapan dari Pulau Pinang sejak Agustus 1872 sampai Maret 1873.
Salinan teks Proklamasi Perang Belanda terhadap Kerajaan Aceh Sumber
Prof Ibrahim Alfian dalam Banda Aceh Sebagai Pusat Awal Perang di Jalan Allah, 1988, halaman 26, menjelaskan, pusat pemerintahan Kerajaan Aceh itu dinamai Madinat al Sultan al-Asyi al-Kubra Bandar Aceh Darussalam. Wilayah inilah yang kita kenal sebagai Kota Banda Aceh sekarang.
Dalam menghadapi kemungkinan agresi Belanda, Sultan Alaiddin Mahmud Syah bersama para pemimpin Aceh di ibu kota kerajaan, meningkatkan kegiatan pertahanan. Pasukan-pasukan disiagakan, rakyat dikerahkan untuk mempertahankan negeri di bawah pimpinan Panglima Polem Mahmud Arifin Seri Muda Perkasa, Sri Imam Muda, Sri Setia Ulama Cut Abbas, berserta para Panglima Sagi dari Mukim XXII, Mukim XXVI, dan Mukim XXV.
Senada dengan EB Kielstra, Prof Ibrahim Alfian mengungkapkan bahwa dana-dana untuk pembelian senjata untuk pertahanan Kerajaan Aceh itu dihimpun dari sumbangan rakyat untuk kebutuhan perang. Malah, anak cucu keluarga Sultan Alauddin Jamalul Alam Badrulmunir al-Jamalulail memberikan sumbangan sebesar 12 kilogram emas untuk keperluan belanja perang. Dokumen tentang dana pembelian senjata itu menurut Ibrahim Alfian masih tersimpan dalam manuskrip Aceh dalam bentuk lembaran lepas berlum berkatalog di Perpustakaan Universitas Kebangsaan Malaysia.
Untuk menghadapi kemungkinan agresi Belanda, Kerajaan Aceh juga mengirim para diplomat ke luar negeri, salah satunya ke Turki untuk mencari bantuan. Para diplomat Aceh juga dikirim ke Sigapura menjalin hubungan dengan Konsul Amerika, Perancis dan Italia.
Lukisan kapal perang Belanda di perairan Aceh saat invansi pertama Sumber
Peristiwa itu kemudian diketahui oleh Belanda, naskah kerja sama pertahanan Kerajaan Aceh dengan Amerika dibocorkan oleh Teungku Arifin putra mahkota Moko-Moko yang kerajaannya sudah takluk kepada Belanda. Mengetahui hal itu Belanda tidak ingin ada kekuatan kegita yakni Amerika, Prancis dan Italia yang bermain di Sumatera, apa lagi setelah diketahui squadron angkatan laut Armada Amerika dibawah komando Laksamana Jeankins akan berangkat pada 1 Maret 1873 dari Hongkong ke Aceh.
Sebelum armada Amerika sampai ke Aceh, Belanda kemudian mempercepat invansinya ke Aceh. Wakil Presiden Hindia Belanda FN Nieuwenhuyden yang merangkap Komisaris Pemerintah berangkat dengan Kapal perang Citadel van Antwerpen dan kapal api Siak pada 7 Maret 1973 dari Betawi menuju Singapura. Kemudan ditambah lagi dengan dua kapal perang Marnix dan Ceohoorn pada 19 Maret 1873 dari Singapura menuju Aceh, mereka tiba di perairan Aceh pada 22 Maret 1873. Dan pada 26 Maret 1873 di atas geladak kapal Citadel van Antwerpen yang berlabuh di perairan Aceh antara Sabang dan Uleelheu, FN Nieuwenhuyden memproklamirkan perang terhadap Kerajaan Aceh.
Congratulations @isnorman! You have completed the following achievement on the Steem blockchain and have been rewarded with new badge(s) :
You can view your badges on your Steem Board and compare to others on the Steem Ranking
If you no longer want to receive notifications, reply to this comment with the word
STOP
To support your work, I also upvoted your post!
Vote for @Steemitboard as a witness to get one more award and increased upvotes!
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Thank you so much @steemitboard I will get it.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
You're welcome @isnorman
Feel free to support us back, vote for our witness.
You will get one more badge and more powerful upvotes from us on your posts with our next notifications.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit