Satu Malam Bersama Dilan

in story •  7 years ago 

image

Lepas magrib, Bin Ahmad Coffee, Tibang, Banda Aceh sesak pengunjung. Mereka datang tak sekadar menikmati kopi, melainkan bersua penulis yang sedang kesohor namanya; Pidi Baiq.

Karya penulis asal Bandung itu, sedang digandrungi. Mayoritas penggemarnya kaula muda. Apalagi sejak karyanya difilmkan. Judulnya Dilan.

Minggu malam itu, Pidi datang bersama manajemennya. Temu ramah dibuka Apache 13, grub band Aceh yang sedang naik daun. Kabarnya sudah menandatangani MoU untuk menggarap album bersama Panas Dalam Band. Selain penulis, Pidi juga vokalis band tersebut.

Lagu yang dibawakan Apache menjadi pembuka yang asik, para hadirin larut dalam nuansa itu. Setelah mereka mendendangkan sebuah lagu, barulah masuk ke acara inti. Selain Pidi, turut hadir para pembicara pula penulis Aceh. Seperti Taufik Al-Mubarak, penulis buku Aceh Pungo dan Khairil Miswar yang menulis buku Habis Sesat Terbitlah Stres.

"Saya tidak pernah ingin tenar dan mencari ketenaran. Sebab, hal itu justru menghilangkan kemerdekaan. Karena bagi saya, barang siapa yang membutuhkan maka ia lah. Maka, saya tidak butuh itu". Pidi mulai membuka obrolan menjadi manusia merdeka dan humanity (kemanusiaan).

Sontak para pengunjung manggut-manggut, mungkin mereka sedang bernalar entah mengamini atau justru menolak pandangan seperti itu. Yang pasti, saya menangkap ada kekaguman yang mereka saksikan seorang Pidi Baiq yang kukuh pada pendiriannya.

image

Saat sesi pertanyaan dibuka, Hendra seorang pengunjung bertanya, "Ayah (sapaan akrab Pidi), dalam film Dilan salah satu sekuelnya disebutkan seorang perempuan itu berasal dari Aceh. Nah, mumpung Ayah di Aceh dan kami sebagai Aceh, penasaran siapa sih sosok itu?"

Tangan Pidi menggaruk kepala, satu tangannya lagi menyalakan rokok. "Sosok perempuan Aceh di buku maupun film Dilan akan terjawab di buku berikut saya yang sedang digarap. Teman-teman akan tau siapa ia di buku Bunda Hara. Plot dari buku itu, 50 persen berlatar Aceh dan 50 persen Bandung." Ada satu yang menarik yang keluar dari mulut Pidi, baginya Aceh itu sesuatu. Jujur saya katakan, "Karena tidak akan ada Dilan, bila tidak ada Aceh," akunya.

Malam itu, tabir siapa perempuan yang disebut berasal dari Aceh dalam film maupun novel Dilan, akhirnya dibahas serius. Mungkin Pidi belum menjawab gamblang siapa bunga Aceh tersebut. Tapi, satu hal yang pasti, ia menggaransikan bahwa misteri itu akan terkuak dalam karyanya berikutnya. Dan, yang mungkin mengembang-kempiskan dada Aceh adalah, betapa Aceh memainkan peranan penting sebagai virus dari demamnya Dilan di seantero Indonesia.

Tak terasa, jam beranjak pukul 22:35, Pidi yang ke Aceh mulanya diundang oleh salah satu jaringan ritel buku terbesar di Indonesia yang cabangnya di seputar Lampineung, masih mau menyempatkan waktu untuk menyapa yang lainnya di Tibang. Tentu, ia harus kembali ke Hotel untuk beristirahat, esok pagi sekali ia akan melakukan penerbangan untuk kembali.

Sebelum berpisah, Pidi menutup dengan sebuah tembang dari Panas Dalam Band. Jemarinya lentur memetik sinar, suaranya yang sesekali serak, sudah cukup mampu menjadi kado sayonara. Setelah ditutup lagu pamungkas, Pidi melanjutkan tanda tangan bukunya sembari foto ria bersama para hadirin yang datang.

Sebelum kembali ke kampung halaman, Dilan sukses menanam penasaran di Tibang.

image

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Susananya seru sekali, dan ini yang membuat saya merindu bumi pertiwi. kebersamaan.
Salam sukses Bang @lontuanisme😊

Iya seru, hangat nan bersahabat. Jika sudah sampai masanya, pulanglah.

Seandainya tanggal dimundur beberapa hari.. 😭😭

Andai ya. Tapi waktu berlalu begitu saja, sedang rutinitas sering mengilas apa saja. Well, ke Bna lah kak, jumpa kita.

dan @lontuanisme mengamati sambil duduk santai di aneuk reunyeun rumoh aceh. saleum bang

Hehe, malam itu saya memberanikan menegur bang @hendrafauzi. Jadi, pajan ta jeep kupi tanyoe dua?