Sering kali kita melakukan komunikasi via suara melalui telpn, atau minimal berbalas pesan singkat. Telpn menjadi kanal bertukar kabar. Dalam kontestasi komunikasi, tidak melulu aktivitas telponan menggembirakan. Sering, di Aceh saat momen meugang dan lebaran hadir banyak telpn tiba-tiba mati.
Ada banyak sekali orang-orang menghubungi orang lain atas dasar tagihan. Tagihan seorang karyawan kepada bossnya, tagihan uang meugang seorang timses kepada tuan politiknya, hingga ketuk tanya seorang ibu kepada anaknya; "nak, jadi pulang lebaran kali ini?"
Si anak tak tega menjawab pesan dan telpn lantaran tak kuasa menjawab tidak. Ia tak bisa pulang karena ekonomi yang sekarat. Bukan persoalan ini itu, setingkat bensin saja tak punya.
Dalam narasi komunikasi, terutama telpn. Kadang, keberuntungan tidak hanya hadir dari orang yang sudah kita tunggu dan rencanakan untuk diangkat dan dibalas pesannya. Justru sering, hoki dan rezeki hadir dari nomor-nomor baru yang tidak kita simpan. Tentu, buka pesan togel singkat yang tidak jelas, atau, pesan pulsa (kirim) untuk mama.
Telpn dalam artian lain bisa berubah fungsi, dari penghubung ke penghalang. Ada banyak toke yang memutus sepihak, dengan memilih mematikan handphone-nya dari pada harus mengeluarkan uang lebih untuk konco-konco kecilnya. Yang lucu, hal begini menimbulkan ketidakseimbangan satu pihak.
Namun, saat momen selesai segalanya seakan biasa saja. Si konco tetap juga bekerja pada tuan yang sama dan menelan bulat-bulat segala janji politiknya. Misal, jika saya menang, saudara akan saya angkat sebagai dewan pertimbangan bulan bintang. Eh!
Aktivis komunikasi via telpon telah memaparkan banyak sisi dari pada interaksi manusia. Dari tingkah dan polah, hingga urusan rezeki juga tanpa kecuali politik. Komunikasi menjadi penting, dengan gandget sebagai kuncinya. Sedangkan pintunya berupa dering telpon, WA, dan sederet medsos di dalamnya. Dari situ kita paham, bahwa telpn telah menjadi nadi bagi gerak komunikasi yang mewarnai wajah peradaban kekinian.
Oya, berhubung esok lusa lebaran, dering telpon tampaknya tidak akan begitu riuh. Yang paling berdenting agaknya hanya pesan via WA. Maka hidupkan handphone saudara, dan saksikanlah parade parsel ucapan -katakanlah tulus- tapi itu-itu saja dari tahun ke tahun. Tanpa kreativitas untuk memodifikasi. Seperti ucapan; "Karena tangan tak mampu berjabat, mulut tak bisa berucap, kaki tak sempat melangkah, jarak tak dekat.. wal bla bla lainnya". Tak jarang ditutup dengan nama serta status sudah dan atau belum berkeluarga.
Apapun itu, begitulah wajah lain dari telepon kita. Telepon atau hp telah menjadi bilik privasi yang tak jarang batasannya absur. Nikmatilah!