[Relawan WCD Abdya]
Gerakan World Clean Up Day (WCD) yang serentak dilakukan di 150 negara telah memberi sebuah pengalaman besar buat kami core team atawa Panitia Pelaksananya di Aceh Barat Daya
Bagaimana proses pembentukan core team WCD Abdya dapat dibaca link dibawah:
https://steemit.com/indonesia/@masripribumi/kilas-balik-world-cleanup-day-aceh-barat-daya-part-1
Atas saran Koordinator Multimedia, Divisi Knowledge team dimerger dengan multimedia kerena tupoksinya hanya merangkum beberapa video yang menyampaikan masalah pengolahan limbah menjadi produk yang berguna.
Namun seiring waktu, ada beberapa tugas tambahan yang muncul dari ide ide liar yang harus segera di kerjakan.
Sebagai penanda identitas relawan dan core team sekaligus menjadi buah tangan maka harus dibuatkan ban lengan berlogo WCD, maka dimulailah pekerjaan mencari kain, menjahit dan menyablon.
Kekurangan tenaga ahli dalam hal menjahit menjadi kendala, bermodal 175 anggota grup WCD Abdya, maka ditawarkanlah relawan yang bersedia memback up pekerjaan ini.
Ada beberapa anggota siap membantu, namun terkendala minyak motor (alasan klasik) dan waktu luang yang sempit.
Sehingga akhirnya dibackup oleh divisi logistik menyelesaikan mesti harus lembur malam, dan hasilnya ban lengan menjadi incaran relawan. Ludes dan tak tersisa.
Bagaimanapun proses sablon membutuhkan biaya dan waktu serta cat yang digunakan.
Disinilah proses kreativitas bermunculan, ketika kain sablon ternyata menyerap tinta, dan pada saat tinta sablon habis, Yudhi mengambil inisiatif untuk menggunakan cat tembok warna hitam yang diaduk.
Akhirnya logo WCD digantikan dengan stiker, sebuah solusi praktis untuk deadline.
[Ban lengan yang ditempel stiker logo WCD]
Di lain hal, ketika kebutuhan video dokumenter untuk pendidikan maka team mengusulkan membuat video pra WCD, dan ini langsung ditangani oleh salah satu anggota divisi yaitu Bambang Herlambang yang begitu bersemangat.
Hasilnya menjadi sesuatu yang layak kita apresiasi, bila anda ingin menyaksikannya dapatlan link videonya dibagian bawah postingan ini.
Sementara dalam proses promosi, kita ingin adanya video yang berisi ajakan untuk masyarakat agar berpartisiasi menjadi relawan.
Karena waktu dan kesempatan mengambil video dengan pejabat daerah, maka kita mengundang musisi Nazar Shah Alam alias @gulistan sebagai vokalis dari Apache 13 untuk ikut ambil bagian, kemudian ada Siti Reffa Resa sebagai duta wisata Abdya dan Agus Salim dari tokoh pemerhati lingkungan di Aceh Barat Daya.
[salah satu video ajakan dari Nazar Shah Alam]
Di segmen spanduk backdrop, ada cerita berbeda, setelah semua terpasang dan tertancap kokoh di TKP, alamak, ternyata logo forkopimdanya bukan Level kabupaten tapi level Provinsi, Ferry menjadi penyelamat malam itu.
Saya luput akan detailnya sebelum cetak, padahal sudah dijapri untuk dicek.
Design by accident, logo harus ditutup dengan stiker, namun pemasangan tidak mungkin dilanjutkan, karena terlalu larut.
Namun ternyata letak logo di posisi paling atas menyulitkan sementara yang tersediapun tangga kayu, alhasil dengan sangat terpaksa ditempel di sela sela logo lain.
[Logo forkopimda yang diselipkan diantara logo logo lain]
Sementara di divisi logistik, setelah mengambil sarung tangan dinas perkim dan LH, dinas Kesehatan, ada satu kendala muncul, tenda belum tersedia.
Penjajakan ke dinas BPBD, tenda masih di gudang PKK dan akhirnya kunci gudang didapatkan oleh bang Agus jam 8 malam.
Setelah mengantar tenda ke lokasi bersama umbul umbul dari bagian umum, sambil menunggu kehadiran tambahan core team untuk pemasangan tenda.
Saya, bang Agus dan Fauzi Adani merapat ke rumah mantan Panglima Laot untuk menyampaikan kepada pengawas PPI Ujong Serangga sebagai tuan rumah.
Semua itu harus dilaksanakan malam itu juga, karena dua faktor, pejabat desa menyarankan hal tersebut dan surat pemberitahuan buat panglima laot ternyata belum tersampaikan.
Selagi asik berdiskusi tentang sampah, tiba tiba kami dikejutkan berita musibah dari isteri bang Agus yang kecelakaan dan dilarikan ke IGD.
Tidak terlintas apa apa memang, hubungan musibah bang Agus dengan Acara besoknya, setelah meminta Izin, saya dan Fauzi kembali ke Lokasi dan ternyata ada 4 laki laki dari core team ditambah Andi sebagai tenaga tambahan bersiap memasang tenda bencana.
Di antara kami, Yudhi menjadi instruktor karena pengalaman pramuka mumpuni bahkan prestasi pernah mewakili Indonesia ke Swedia menjadi satu satu andalan untuk memulainya.
Sempat kami berkelakar, semoga besok pihak TNI tidak menertawakan kami dalam memasang tenda.
Dingin malam dan ombak laut menjadi saksi 7 manusia berjibaku dengan pentungan batu coral rapuh dan kayu balok untuk menancapkan pancang demi pancang.
Penerangan hanya menggunakan lampu sepeda motor dan senter dari handphone, dalam segala keterbatasan ilmu, sarana dan energi tenda akhirnya tegap berdiri, dan sempat kulirik jam tangan, jarum pendek di angka 3.
Kami berdoa semoga besoknya cerah dan tuhan merestui juga doa Laut atas asupan basi sampah manusia yang selalu ditolaknya.
Bagaimana strategi dan pembelajaran dari pelaksanaan hari H?, tunggu di tulisan part 3 ya.
Link Video pra WCD Abdya:
Blangpidie, 17 September 2018.