Wajah sembab Samara jelas mengganggu tidur Rakha. Ia tidak bisa tidur sama sekali. Setiap kali ia memejamkan mata dan berharap bisa berpindah dimensi mimpi, tetapi tatapan tajam Samara memupuskan harapan tersebut.
Rakha beranjak dan duduk di tepi ranjang, merenungi perbuatannya juga mencari cara untuk bisa melupakannya seperti mana yang sering ia lakukan pada gadis-gadis lainnya.
Rakha mengambil ponsel di atas nakas, mengecek aplikasi chat. Beberapa kontak terlihat mengirimkan pesan kepadanya, termasuk Bunga si gadis yang membuatnya jatuh hati. Alih-alih membalas pesan gadis itu, Rakha malah mengecek ruang obrolan bersama Samara. Pesan terakhir yang ia kirim kepada Samara bahkan tidak dibaca.
Rakha kembali meletakkan ponsel di atas nakas, lalu menoleh pada Anna yang tertidur. Gadis kecil itu terlihat sangat pulas, bahkan ketika Rakha beranjak untuk membenarkan posisi selimutnya, Anna sama sekali tidak terusik. Tak lama Rakha mencoba membelai kepala Anna sepelan mungkin. Di sanalah Rakha seperti melihat malaikat kecil yang berhasil mengurangi kegelisahannya.
**
Kosan tempat Samara tinggal berada di lantai pertama dari 3 lantai kos-kosan. Lantai paling atas merupakan balkoni dimana para penghuni kosan menjemur pakaian. Meski Samara berada di bawah, ia menyukai pemandangan langit malam dari tempat tersebut. Terkadang, saat ia tidak bisa tidur, ia naik ke lantai atas dan duduk diam sembari menghitung bintang.
Menjelang pergantian hari dimana umur Ritz akan bertambah, Samara membawa Ritz ke tempat favoritnya tersebut. Dengan semua perbekalan yang ada, kedua sahabat itu terus membicarakan hal-hal yang tak berbobot. Tertawa, saling membully, bahkan pukulan-pukulan kecil pun menghiasi malam istimewa untuk Ritz tersebut. Samara pun sempat lupa dengan sesak di dadanya.
“Jadi, siapa yang bikin kamu nangis?”
Tangan Samara yang ingin mengambil pizza menjadi terhenti. Semula, Samara berpikir ia berhasil menutupi kesedihannya, tetapi sahabat tetaplah sahabat. Sekeras apapun kau menutupi kesedihan dengan tawa, ia akan selalu tahu.
“Ada sedikit masalah di kantor, tapi aku nggak bisa cerita.” Samara tidak punya pilihan selain berbohong.
Samara tidak menyembunyikan apapun dari Ritz, kecuali perihal Rakha. Sejak awal, Samara tidak pernah menyinggung nama Rakha sekalipun di depan Ritz. Ia juga tidak tahu mengapa ia tidak pernah ingin mengatakan pada Ritz. Itulah sebabnya, malam ini ia memilih untuk tetap tidak menceritakan Rakha, meski ia membutuhkan teman bicara untuk meleburkan kesedihannya.
“Terakhir kali kamu nangis sampai begini, kamu dibully sama temen kuliah kamu,” Ritz mencoba mengingatkan gadis itu.
Samara tertawa kecil. “Jadi orang baperan susah, ya? Padahal dulu itu aku cuma dikatai pendek!”
Ritz tidak bereaksi seperti Samara. Ia malah menghela napas sembari bertanya-tanya mengapa sahabatnya ini masih saja sungkan menceritakan kesedihan padanya.
“Aku selalu ngerasa gagal jadi sahabat kamu tiap kali kamu sedih tapi enggak mau cerita,” pandangan Ritz sekarang mengarah pada langit gelap yang menyisakan titik-titik cahaya.
“Itu pertanda kalau masalahnya enggak penting-penting banget! Kalau aku cerita terus jadi sedih lagi gimana?” Samara mencebik kesal.
“Kalau enggak penting kenapa sampai nangis?”
“Yaaahhh…!” Samara memutar bola mata, “yaudah deh lupain! Aku enggak mau merusak malam ulang tahunmu.”
“Ngeles aja terus!”
Samara mengecek ponselnya, hanya tersisa 2 menit lagi sebelum pergantian malam. Meski Ritz tidak terlihat antusias, Samara berusaha membuat suasana malam itu menjadi ceria.
Di 30 detik terakhir, Samara menyalakan lilin di antara tumpukan cokelat yang menyerupai kue ulang tahun.
“Ciye… sebentar lagi nambah tua!”
“Sialan!” Ritz menoyor kepala Samara pelan sebagai ekpresi kesalnya.
Samara menghitung mundur dari hitungan lima. Setelah hitungannya berhenti di satu, Samara menyuruh Ritz berdoa sebelum meniup sebatang lilin yang menyala.
Bagaimana aku bisa berpikir untuk menggantikan posisinya dengan si brengsek Rakha itu? Setiap kali ada orang yang bikin aku nangis, aku semakin sayang sama kamu.
Batinnya selagi Ritz merapalkan doa.
“Happy birthday, Rizky Seftianku… Semoga sehat selalu dan enggak ada halangan untuk menikahi Yossi. Aamiin!”
Ritz tertawa mendengar kalimat terakhir Samara, tetapi pada akhirnya Ritz mengaminkan doa tersebut dengan meniup lilin.
“Suapan pertama untuk sahabatku tersayang, Samara Alfara yang baperan. Moga setelah memakan cokelat pertama ini kamu enggak baperan lagi dan cepat dapet jodoh!”
Samara tertawa miris, namun dilahapnya juga cokelat pemberian Ritz.
“Selamat ulang tahun, Ritz. Terima kasih sudah lahir di dunia,”
Ritz merespon kalimat barusan dengan pelukan yang hangat.
**
(bersambung)
Read Another Parts:
Turn On Turn Off Part 1
Turn On Turn Off Part 2
Turn On Turn Off Part 3
Turn On Turn Off Part 4
Turn On Turn Off Part 5
Turn On Turn Off Part 6
Turn On Turn Off Part 7
Turn On Turn Off Part 8
Turn On Turn Off Part 9
Turn On Turn Off Part 10
Turn On Turn Off Part 11
Turn On Turn Off Part 12
Turn On Turn Off Part 13
Turn On Turn Off Part 14
Turn On Turn Off Part 15
Thanks for reading...
Serasa baca novel di steemit nih... Keren @viviehardika..
Harus baca dari Turn On Turn Off dari part 1 nih.. 😍😍
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Emang ini novel yang lagi aku kerjain dok ehehehe dokter baca dilwale aja dulu baru baca uang ini ehehehe
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Waw waw waw..., sedang dibaca novel dilwhale nya.. ntar lagi saya bisa ngomong india nih vie.... 😁😁
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
ahahaha gapapa dong dok ehehehe
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit