The Lala Story From Sittwe Burma (2) | Kisah Lala dari Sittwe Burma (2)

in story •  7 years ago  (edited)

Saya sendiri baru mengenalnya sejak mereka pindah ke shelter yang dibangun ACT di Gampong Blang Adoe. Memang kalau diperhatikan Dolly ini memiliki karakter berbeda dari pengungsi lainnya.

Para perempuan Rohingya, bila berbicara memang selalu dengan intonasi yang keras. Tapi Dolly memiliki intonasi di atas rata-rata. Maka bisa dibayangkan, bagaimana gaya bicara Dolly.

Sekalipun Ia sedang berbicara dengan Lala, putrinya. Suaranya bisa kedengaran sampai tiga shelter di sebelahnya. Lebih lagi bila Ia sedang marah. Hmmm, suaranya bisa kedengaran satu blok jaraknya tanpa alat pengeras suara.

Begitupun, ada yang saya kagumi dari perempuan ini. Ia tidak pernah terlihat mengeluh. Misal karena tak punya uang, atau bila listrik mati, atau juga ketika air dikeran sedang tidak mengalir. Ia santai saja. Hal ini salah satu bagian uniknya pribadi Dolly. Sangat pemarah, tapi juga ada bagian yang lain Ia sangat penyabar.

Satu lagi sisi baiknya adalah Ia tak muda dipengaruhi orang lain. Bila sudah memilih maka akan bertahan pada pilihannya. Keren ya. Seperti cerita ketika para pengungsi lain mengajak Dolly kabur ke Malaysia. Ia bergeming, menolak dengan keras. Dolly memilih menetap di Aceh. Baginya, apa yang sudah Ia dapatkan di Aceh ini, belum tentu akan Ia dapatkan di tempat lain. Baginya Aceh adalah harapan. Harapan bagi masa depannya juga harapan bagi masa depan kedua anak-anaknya.

Baginya Aceh adalah ketenangan. Tanah yang penuh kedamaian. Tak ada konflik yang mengancamnya, mengancam keselamatan dua anaknya. Ia bisa hidup tenang. Kehidupan yang tak pernah dikenyam selama Ia lahir dan tumbuh menjadi seorang ibu di negerinya Burma.

Tak hanya Dolly, putrinya Lala juga bersikap serupa. Saya pernah mengutarakannya langsung kepada saya. Sore itu, Lala dan belasan anak-anak lainnya baru saja selesai belajar membaca Alquran. Beberapa relawan ACT mengajari mereka membaca buku Iqra. Saya melihat Lala tampil sangat lain. Ia menggunakan baju baru, ikat rambut yang juga terlihat baru. Bibirnya merah dengan perona bibir wanita dewasa. Saya memujinya, “Lala..sundor banyak..beautiful banyak”

Lala tersenyum. Ia tampak sangat senang karena dipuji cantik. Beberapa menit kemudian, Ia beranjak. Ia minta untuk dipangku. Setelah saya angkat tubuhnya dan saya letakkan di atas paha, lantas saya tanya padanya. “Lala dan mama suka ke Malaysia?”. Ia menggeleng kuat. Terus saya tanya lagi, “Kenapa Lala tidak suka ke Malaysia?. Sembari memainkan ujung jarinya Ia menjawab. “Lala..mama no suka Malaysia. Lala..mama suka Burma. Burma baba ada,” katanya. Ia mengatakan, dirinya dan juga ibunya tidak suka pergi ke Malaysia. Keduanya hanya suka pulang ke Burma.

Saya sangat memahami bagaimana anak ini sangat rindu pada ayahnya. Karena itu ia menyakinkan saya bahwa Ia dan mamanya tak pernah punya keinginan pergi ke Malaysia seperti pengungsi lainnya. Yang mereka inginkan adalah kembali ke Burma. Ke negeri asalnya, ke kampung halamannya. Gadis kecil ini tidak mengerti bahwa di sana, di tempat Ia berasal, situasi belum berubah. Etnis Rohingya masih belum masuk dalam kelompok masyarakat yang diakui oleh negara sebagai penduduk Burma, setelah dihapus puluhan tahun yang silam. Harapan memang ada, seperti harapan Lala dan mamanya, Dolly.

Bersambung ….

Note – ACT adalah sebuah lembaga kemanusiaan global yang bermarkas di Jakarta.

Tulisan ini ditulis pertengahan 2016.

image


I just known them since they moved to shelter in Blang Adoe Village, built by ACT. Indeed, if we looking on her, Dolly has a different character from other refugees. The Rohingyas, when speaking are always with a violent intonation. But Dolly has an above-average intonation. So you can imagine how Dolly speaks. Even though he is talking to Lala, his daughter. Her voice could be heard until three shelters beside her. More when she is angry. Hmmm, her voice can sound a block away without a loudspeaker.

Likewise, there is something I admire about this woman. She never looked complaining. For example because no money, or when the electricity died, or also when water dikeran not flowing. She relaxed. This is one of Dolly's unique personal parts. Very angry, but also there is another part she is very patient.

Another good side is that she is not young influenced by others. When you choose it will survive the choice. Cool. Like the story when the other refugees took Dolly away to Malaysia. She shrank, refusing aloud. Dolly chose to settle in Aceh. To her, what she had gained in Aceh, she would not have been elsewhere. For him Aceh is hope. Hope for her future is also a hope for the future of his two children. For him Aceh is calm. Peaceful land. No conflict threatens him, threatens the safety of his two children. She can live quietly. A life never experienced during his birth and growing up to be a mother in her country of Burma.

Not only Dolly, her daughter Lala also behave similarly. I once mentioned it directly to me. That afternoon, Lala and dozens of other children had just finished learning to read the Koran. Some ACT volunteers teach them to read Iqra books. I see Lala look very different. She was wearing new clothes, hair tie that also looked new. Her lips were red with the adult lips. I praise him, "Lala..sundor a lot..so beautiful "

Lala smiled. She looks very happy because it is praised beautiful. A few minutes later, she moved on. She asked for a lap. After I lifted his body and I put on the thigh, then I asked her. "Lala and mama love to Malaysia?". She shook his head firmly. Then I asked again, "Why Lala does not like to Malaysia ?. While playing the tip of his finger he answered. "Lala..mama no like Malaysia. Lala..mama like Burma. Burma baba is there, "She said, she and her mother did not like to go to Malaysia. Both just love to go home to Burma.

I really understand how this boy missed her father so much. She therefore assured me that she and her mama never had any desire to go to Malaysia like other refugees. All they want is to get back to Burma. To her home country, to her hometown. This little girl did not understand that there, where she came from, the situation has not changed. Rohingya ethnicity is still not included in the community groups recognized by the state as Burmese residents, having been removed tens of years ago. Hope is there, like Lala's hope and her mama, Dolly.

to be continued …

Note - ACT is a global humanitarian agency based in Jakarta.

This story writen on midle of 2016.

image

SaveRohingya

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Sangat sedih melihat perjalanan hidup saudara kita ini. Minoritas yang tertindas karena warna kulit dan Islam. Semoga tulisan bang @zainalbakri dibaca oleh pengambil kebijakan internasional.
Btw kenapa Burma bukannya ditulis Myanmar. Setau saya, Burma itu nama zaman dahulunya, sama spt Muangthai utk Thailand skg, Persia utk Iran, Babylonia utk Irak, Uni Sovyet utk Rusia dll.. Thanks

orang2 Rohingya menyebutnya Burma. seperti kita menyebut Cina, kadang Tiongkok, kadang RRT. tdk ada yang salah.

Tetap semangat yach dolly... 😊
Dolly anak yang kuat, jagan pernah menyerah atas apa yang telah terjadi. Semua ini hanya ujian... Semoga suatu hari nanti akan ada kebahagiaan dan dapat berkumpul lagi dengan teman - teman dan keluarga di burma 😊

haha.. Dolly itu mamaknya. kasih semangat buat Lala donk. Bunda Fitri baru bangun tidur ya?

Hehehehehe.... Salah bwt nama 😁
Ya... Semangat juga bwt lala dan ibunya... Semoga selalu senang selama tinggal di aceh 😊

haha. saat ini keduanya sudah lama dibawa ke Medan, Bunda Fit. mereka akan diseberangtkan ke Amerika Serikat sebagai pencari suaka.... #janganbilangsalahajabundayafit

Ahahahahha.... Salah aja adk dimata ab 😑
Kan, selama di aceh loh pak.... 😄

Hahaha

Setiap kisah pengungsian adalah kisah kemanusiaan yang memilukan. Terika kasih @zainalbakri dalam melahirkannya dengan sangat filmis, sangat visual kata-katanya.

Terima kasih bang @teukukemalfasya atas apresiasinya. tulisan itu saya tulis untuk buku Rohingya yang diminta ACT.

Saya merasa sangat beruntung punya kesempatan menjadi sukarelawan dalam melayani mereka.selama setahun penuh.

Banyak sekali hal yang saya dapatkan betapa hidup mereka begitu memilukan.

Saleum
@zainalbakri

Luar biasa senior. "Baginya Aceh adalah ketenangan. Tanah yang penuh kedamaian. Tak ada konflik yang mengancamnya, mengancam keselamatan dua anaknya. Ia bisa hidup tenang. Kehidupan yang tak pernah dikenyam selama Ia lahir dan tumbuh menjadi seorang ibu di negerinya Burma." jadi tanda tanya juga kenapa mereka terdampar di Aceh ketika Aceh sudah damai?........ mohon penjelasan senior. Ketika konflik Aceh berkecamuk. apakah yang dirasakan Lala di Negeri Arakan Myanmar serupa dengan apa yang dirasakan masyarakat kita? salam Senior @zainalbakri

lebih parah mereka. jauh.