Yang Sebenarnya Terjadi di Pascasarjana ISI Yogya

in story •  7 years ago  (edited)

image

Aku diajak @kitablempap ke kampus Pascasarjana ISI Yogyakarta. Ia ingin aku menemaninya mengurus beberapa dokumen untuk menuntaskan syarat magisternya yang beberapa hari kedepan akan diwisuda. Ini kedua kalinya aku kesana. Melewati gerbang, sepeda motor parkir di sebelah kiri, depan kantin yang sepi, hanya beberapa meja yang terisi. Lelaki muda yang sibuk dengan gawainya, di atas meja buku tebal terletak begitu saja.

Sembari menunggu pegawai administrasi yang sedang menghadap-Nya. Kami mengisi salah satu meja, memesan dua cangkir kopi saset dan dua batang rokok. Dari tempatku duduk, aku menatap lama ke arah kiri, disana sepotong dinding dengan huruf kapital tertulis "Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta." Yang terpikirkan olehku adalah jika aku berfoto di depan emblem itu, lalu memajang di akun medsos pasti bakalan heboh.

Kuutarakan niatku pada @kitablempap, ia menyambut setuju. "Kabereh nyan jeut kè foto siat teuk." Aku sedikit membayangkan respons yang akan terjadi, jika saja foto itu terunggah di akun medsos nantinya, sudah pasti dugaan aku ingin lanjut ke jenjang magister di kampus ISI, akan ditanggapi serius oleh kawan-kawan. Padahal itu cuma akal-akalan saja untuk memancing kegaduhan, begitu skenarionya.

Beberapa seruputan kopi dan sebatang rokok selesai tersulut. Kami menuju ruang perpustakaan. Aku memasang pandang di kitaran komplek kampus. Ruangan-ruangan tampak tertutup, kosong dan sepi. Uniknya, sepanjang deretan, kontruksi gedung tampak sederhana untuk ukuran bangunan pascasarjana. Jika kesana, tak ubahnya kau sedang berada di komplek perumahan yang punya banyak taman di beranda, dengan harga sewa terjangkau. Jika tak ada embel-embel informasi layaknya kampus, sudah pasti tak ada yang menduga bahwa disana tempatnya orang lanjut esdua.

image @kitablempap latihan pose sebelum wisuda.

Masuk ke ruang pustaka, disana hanya ada beberapa orang yang sedang buka buku, ada juga menatap layar komputer. @kitablempap menegur sapa dengan kawannya yang sedang baca buku. Mereka mengobrol tentang perkuliahan yang tak selesai-selesai. Entahlah, aku tak mendengar jelas, sebab aku sedang membuka lembaran buku "Dawai Dawai Dewa Budjana." Covernya menarik betul, sosok dewa Budjana berlatar aneka gitar yang terusun melingkar bulat. Berkisah tentang perjalanan karir musik sang gitaris Gigi.

Setelah mengurus dokumen @kitablempap, kami berjalan kembali ke kantin, mengitari arah beda melewati emblem ISI Yogya. "Teuh kamera keuno, kadeung ju." Aku menyodori @kitablempap gawai bikinan Tongkok yang sudah siap tekan tombol take. Aku beranikan diri berdiri di depan emblem, memasang lagak seadanya, agak malu juga bersebab tak jauh di sana, sudut lain ada beberapa mahasiswa yang duduk berkelompok bercengkrama. Aku mencuri pandang ke arah mereka yang tampak tak peduli. Satu dua take selesai.

Balik lagi ke kantin, ruangan sudah kosong. Pelayan paruh baya sibuk mengelap meja. Kami duduk lanjut seruput kopi yang belum tandas, saat kami tinggali ke pustaka tadi. Sebatang rokok tersulut lagi. @kitablempap mengirim dokumen ke dosen pembimbingnya, Sumbo Tinorbuko. Kebetulan saya juga kenal guru besar desain komunikasi visual itu, buku-buku karyanya pernah kubaca. Ia cukup peduli dengan pajangan produk visual jalanan di simpang-simpang jalan kota Jogja yang ditata semraut, menurutnya itu sampah visual dan harus dibersihkan.

Selesai mengurus perkara @kitablempap di kampusnya yang tak lama lagi akan menjadi mantan dan tempat dimana akan menjadi catatan sejarah perkuliahannya di jurusan Pengkajian Desain Komunikasi Visual, lantas kami pulang ke asrama mahasiswa Aceh, Sabena, Jalan Taman Siswa. Tempat dimana aku dengan santainya mengunggah foto sebelum paragraf pertama di atas itu ke beberapa akun seperti IG, FB, dan WA. Tak perlu menunggu lama, seperti yang aku perkirakan, bereaksi banyak komentar dan tanda jempol.

Sebagai catatan, foto yang terpajang di pesbuk selama 24 jam lebih, sampai postingan ini kutulis, muncul 15 komentar (maaf aku tidak membalas komentar satu persatu) dan disukai 115 pengguna pesbuk. Sepanjang sejarah aku menjadi pengguna pesbuk, itu pertama kali postingan gambar mendapat like terbanyak. Di laman ige mendapat 4 komentar dan dilove 61 pengguna. Sedang wasap dilihat oleh 50 kontak, dikomentari 2 pengguna. Bagiku, angka-angka itu sudah cukup menjadi tolok ukur untuk sebuah keberhasilan mengelabui kawan. Hahaha.

Celakanya, keisenganku berfoto depan emblem Pascasarjana ISI Jogja, akan menjadi persoalan lain ketika bertemu langsung dengan mereka nantinya. Apalagi bagi yang tidak membaca postingan ini. Ada sebab tentu ada akibat. Melalui postingan inilah ingin kupastikan bahwa, aku sama sekali tidak berniat melanjutkan kuliah magister. Dan foto di depan emblem kampus Pascasarjana ISI Jogja hanyalah iseng belaka. Aku tidak seserius itu.

Kalau boleh jujur, dulunya pas selesai sarjana, memang aku sangat berniat lanjut kuliah ke jenjang lebih jauh. Namun setelah kupikir masak-masak sampai hangus, kampus bukanlah dunia menyenangkan bagiku. Menyelesaikan kuliah strata satu saja, lamanya minta ampun, walau akhirnya tuntas juga menyabet dua gelar, titel sarjana dan level legendary. Keren emang, tak banyak yang mampu meraih dua prestasi sekaligus dan sangat gemilang tersebut. Oleh karena itu dengan rendah hati aku tidak ingin lagi meraih prestasi lebih tinggi lagi.

Lewat postingan ini pula, aku ingin memohon maaf sebesar-besarnya gunung di muka bumi atas kebercandaanku itu, jika ada kawan-kawan yang menanggapinya dengan serius. Jujur lagi, aku memang masih berminat kuliah magister, entah kapan itu. Apalagi aku sangat menyukai desain komunikasi visual dan ISI Jogja adalah pilihan tepat untukku jika ingin belajar dekave lebih jauh lagi. Dalam hal ini, aku berterima kasih bagi yang sudah mendukung. Sekali lagi aku masih tidak nyaman dengan segala urusan tetek bengek di kampus.

Menjadi seorang dosen tidak pernah masuk dalam list keinginanku, terus terang aku tidak menyukainya. Jikapun, siapa tahu kedepannya, pikiranku berubah seratus delapan puluh derajat, aku kuliah lagi, itu karena aku butuh belajar dekave semata, bukan menjadi dosen, makanya sekarang aku masih betah dan lebih baik belajar dari bahan bacaan saja. Namun, jika kau ingin berdiskusi perihal desain grafis denganku, dengan senang dan gembira aku menyambutnya, tentu sejauh pengetahuanku yang seadanya. Cukup siapkan kopi dan dua biji timphan, selesai perkara.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Teulah kee tanyong serius dan cilaka jih jeut keu ureueng tanyong yg phon pulak bak foto fb. Hana vote!

na bak loen sineuk.

Kabereh, thenkiyu

Ahahaha, that geupap, tuwoe kujok bocoran. That na teuh. 😂

Bereutoh kanot bu 😂😂😂😂😂😂😂

Khak khak, 🤣

@homalamba kuliah inan yang paih. Tapi awai that awakkah deportasi.

Secara gelagat @homalamba memang kajeut ta deportasi, peunajoh luih ipeugah, pu tadeung lom. Haha

@homalamba yang paih chit u vietnam jih taba. Saban peunajoh

Vietnam dan sekitarnya nyan cocok han dilake woe le.

Ta jok keu viet cong

Ganti kostum dl bg @zeds kalo mau foto di situ, soalnya tulisan "Lazy" di baju seolah2 memberitahu secara tdk lgsng alasan bg @zeds tdk melanjutkan ke jenjang yg lebih tinggi 😁✌️

Memang saya tidak berencana lanjut ke jenjang lebih tinggi lagi kak @santiintan, makanya saya pakai kaos lazy itu, hehe