Ia Telah Bersujud

in sukro •  7 years ago  (edited)

image

Perempuan berkulit manis, berseragam biru. Dari wajahnya, jelas menunjukkan garis keturunan India. Tapi bukan itu yang membuatnya terlihat menarik. Panggilannya. Ya, siapa yang tidak kenal "Rum, si Bondon SMP" dari kampung sebelah?

Mungkin kata 'bondon' sudah jarang terdengar di zaman italicnow ini. Bondon merupakan panggilan "halus" untuk perempuan muda (biasanya masih sekolah) yang menganut paham bebas. Bebas di 'apain' saja, oleh siapa saja dan dimana saja.

Tidak ada istilah harus bayar. Asal suka, senang, saling memberi dan menerima apa adanya. Tidak perlu ada kata pacar atau cinta. Yang terpenting sama-sama mau. Ya, lebih kurang seperti itulah aku memahaminya.

.

Aku mengenal Rum hanya beberapa pertemuan. Perjumpaan pertama, di Ulelhue. Di warung Pertamina tepatnya. Ia dibawa Nursan, yang aku kira adiknya. Terlihat manja, akrab jika tidak ingin kukatakan genit.

Beberapa Minggu kemudian, aku melihatnya sedang menikmati kopi bersama Muktar. Ia juga bertingkah sama. Alisku mulai berkedut, bertanya-tanya, apakah ia adik Muktar juga?

Dan di malam minggu, setelah dua atau tiga bulan pertemuan terakhir, aku melihat Rum sedang dilumat oleh Aulia. Mereka berciuman ditengah hentakan musik techno di salah satu hotel. Beberapa botol bir Bintang, dan gelas yang berisi setengah tersusun di meja mereka.

Rum tertawa melihat wajahku yang bingung. Mungkin, mereka menganggap aku kampungan. Tapi bukan itu, sebab aku datang bersama Nusran. Apa kata dunia, jika mereka saling membunuh di depanku?

Nusran cuek, Aulia meremas dadanya yang langsung di tepis manja oleh Rum. Aku melongo.

Malam itu, Rum dan Aulia duluan keluar. Katanya, ingin mengantar pulang. Aku dan Nusran menyusul sejam-an kemudian. Mencari makan, setelah berkeringat mengikuti hentakan musik.

"Siapa si Rum?", Tanyaku setelah duduk sambil menunggu pesanan nasi goreng.

"Kenapa? Mau?", Tanya Nusran balik.

"Hnm... Kok? Bukannya dia adikmu?", Aku keheranan.

"Gila kau, kalau dia adikku, langsung aku bantai tadi...", balasnya sambil terkekeh. "Kenapa? Mau?", Ulangnya.

Pesanan kami tiba. Nasi goreng berteman jus jeruk.
Kami sama-sama diam menikmati hidangan masing-masing. Sesekali aku melihat sekeling kami. Jalan arteri sudah mulai sepi. Beberapa polisi berpakaian preman, terlihat duduk di sekitar kami. Sepertinya mereka habis menangkap buruan. Entahlah.

"Jadi bukan adikmu? Kenapa kau tawarkan dia?", Setelah kami sama-sama menggeserkan piring kosong.

"Dia itu bondon. Anak gagal dirumah...", Jawabnya sambil menepuk bahuku. Aku diam. Menyulut dua batang rokok, dan menyerahkan sebatang kepadanya.

"Oh, bondon rupanya...hahaha maaf, selama ini kukira adikmu atau saudaramu. Ada mirip kalian...". Aku diam sejenak, mencoba memainkan asap yang keluar dari mulutku. "Orangtuanya cerai? Atau salah satu mati?", Tanyaku penasaran.

"Kalau boleh aku nilai, gagal eknomi. Bapaknya anak kapal. Kerja di laut penghasilan tidak cukup. Ibunya, tukang cuci. Saudaranya banyak...", Urainya pendek-pendek.

"Aku pernah jemput dia, tepat ketika dia maki-maki ayahnya. Jadi, bisa kau pahami bukan?", Tambahnya lagi. Aku mengangguk-angguk dalam diam.

Setelah malam itu beberapa kali aku berjumpa dengannya. Salah satunya saat seorang kawan tinggal sendirian dirumahnya. Ayah ibunya sedang keluar negeri, katanya Australia.

Beberapa malam Rum menginap bersama kami. Hilir mudik santai dengan gaya yang mengundang birahi. Entahlah, aku tidak tertarik untuk ikut memberikan kasih sayang kepadanya saat itu.

Yang pasti, namanya menjadi berkibar. Rum si Bondon...

.

Aku sedang menikmati sate matang di kawasan Rex Peunayong. Beberapa tamu datang dan pergi bersama kawan atau pasangannya. Aku tidak peduli. Aku sendiri asyik menghirup kuah soto.

Ini adalah gaji pertamaku, sebagai pekerja kantoran. Jadi tidak ada salahnya jika aku memanjakan diri, bukan?

Seorang perempuan mendekat. Badannya berbalut celemek dengan jilbab biru dikepalanya. "Maaf pak? Apakah sudah siap makannya?", Aku mendongak mendengar pertanyaan itu.

"Iya, sudah... Eh... Sepertinya saya kenal kamu...", Tanyaku sambil mengeluarkan dompet. Kupandang wajahnya lekat-lekat karena cahaya tidak cukup terang.

Dia tersenyum. "Hayoo... Siapa...", Balasnya ramah.

"Sebentar... Sudah lama soalnya...hmmm... Aku lupa". Akhirnya aku menyerah sambil mengulurkan uang limapuluhan ribu. Ia tertawa kecil, menyambut uangku dan berjalan menjauh.

"Ini bang, kembaliannya, 35 ribu...udah ingat abang? Siapa saya?", Tanyanya sambil membereskan piring bekas hidangan.

"Aku lupa. Coba berikan sebuah nama...", Pintaku.

"Rum... Ini bang Indra kan?".

"Rum...? Benar Rum?... Alhamdulillah... Udah tambah cantik kamu...", Pujiku. Ia sudah menggunakan jilbab, dan ada aura yang menenangkan terpancar diwajahnya.

Sepertinya ia sudah tobat, pikirku.

"Ini, kamu lagi hamil?", Tanyaku melihat perutnya yang terlihat agak sedikit berisi. Celemeknya tidak bisa menyembunyikannya. Ia tersenyum sambil mengusap perutnya.

"Doakan ya bang. Semoga ia tidak bernasib seperti Rum...", Bisiknya lemah.

"InsyaAllah. Mana suami kamu?", Tanyaku penasaran sambil mleihat ke arah tukang sate.

"Bukan dia bang. Rum ga tahu dia dimana. Dia menghilang. Ah sudahlah..., Ini mungkin nasib Rum. Tapi Rum iklas kok. Akan Rum besarkan anak ini...", Jawabnya optimis.

Aku mengangguk berusaha memahami jalan buruk hidupnya. "Ya... Rum harus bisa. Pasti bisa...", Aku menyemangatinya. Ia tersenyum. Aku tersenyum. Dan malam itu, sebelum kami berpisah, aku menyelipkan beberapa lembar uang ketangannya.

26 DESEMBER 2004

TSUNAMI. Bencana terdasyat yang membekas di hati penduduk negeri Serambi Mekkah. Aku sedang berada dikota lain, beberapa bulan kemudian baru bisa kembali.

Sambil kususuri jalan-jalan yang kukenal, berharap bertemu karib atau sohib. Tidak banyak yang bisa aku temukan. Tetapi, sebuah cerita tentang Rum membuatku meneteskan airmata. Ya, Rum sedang di ambang persalinan ketika bencana itu datang.

Menggulung rumahnya hingga tak bersisa. Dan, semua yang menceritakan Rum, bukan lagi Rum si Bondon. Tapi Rum yang selalu melantunkan ayat suci di waktu shubuh dan magrib, dari balik papan lapuk rumah sewanya....

InsyaAllah Rum, kau telah berhasil. InsyaAllah.

Sumber: https://goo.gl/images/RsjRNr

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

asyiik..alus dan memaksa. ngalir tak tersendat.