mazhab filsafat islam

in terimakasih •  7 years ago 
  1. Mazhab Filsafat
    Ada lima ciri khas filsafat islam. Pertama, mereka mempunyai kesamaan dalam melihat kebenaran Al-qur’an, dan ajaran islam sehari-hari. Kedua, para filusuf islam percaya bahwa ada garis yang menghubungkan islam dengan filsafat yunani. Ketiga, filsafat islam bertujuan mendapatkan pengetahuan dalam rangka mendapatkan hikmah(kearifan). Keempat, kualitas kebijaksanaan atau kearifan yang hendak digapaioleh para filusuf islam adalah kualitas agama. Kelima,filsafat islam menunjukkan kegemaranya akan masalah pengetahuan dan dasar-dasar psikologi serta ontologinya.
    Al kindi: peletak dasar filsafat islam (809-861)
    Menurut al-kindi, substansi ruh adalah sederhana (tidak tersusun) dan kekal. Jiwa menurut al-kindi adalah prinsip kehidupan yang mempengaruhi tubuh organik untuk beberapa saat lamanya kemudian melepaskanya.jiwa merupakan entitas tunggal yang substansinya sama dengan substansi penciptanya sendiri karena ia sesungguhnya adalah limpahan dari substansi tuhan sebagaimana sinar matahari dengan matahari. Sekalipun ia bergabung dengan tubuh, sesungguhnya ia terpisah dan independen dari tubuh.
    Al-kindi membagi jiwa menjadi tiga:daya bernafsu (appetitive), daya pemarah (irascible), dan daya berpikir (cognitive atau rational). Al kindi membagi pengetahuan menjadi dua: pengetahuan panca indera dan pengetahuan akal. Pengetahuan panca indera hanya mengenai yang lahir-lahir saja. Sedangkan pengetahuan akal adalah hakikat-hakikat dan hanya diperoleh kalau manusia mampu melepaskan sifat kebinatangan dalam dirinya
    Bagi al-kindi, fungsi filsafat sesungguhnya bukan untuk menggugat kebenaran wahyu atau untuk menuntut keunggulan yang lancang atau menuntut persamaan dengan wahyu. Filsafat haruslah sama sekali tidak mengajukan tuntutan sebagai jalan tertinggi menuju kebenaran dan mau merendahkan dirinya sebagai penunjang wahyu .ia mendefinisikan filsafat sebagai pengetahuan tentangb segala sesuatu sejauh jangkauan pengetahuan manusia. Karena itu, al-kindi dengan tegas mengatakan bahwa filsafat memiliki keterbatasan dan bahwa ia tidak dapat mengatasi problem semisal mukjizat, surga, neraka, dan kehidupan akhirat.
    Ar-razi: Filusuf muslim nonkompromis (864 M-25 Oktober 925 M)
    Ar-razi adalah seorang filusufmuslim rasionalis murni. Ia sangat mempercayai kekuatan akal. Akal dalam filsafat ar-razi,menempati posisi yang sangat tinggi. Ar-razi sama sekali menolak semua pemikiran yang irasional.bahkan ia meragukan wahyu dan kenabian. Baginya ajaran yang dibawa para nabi, tidak lebih dari sekedar tradisi atau karena terpengaruh oleh upacara keagamaan yang memikat perasaan orang yang taraf pemikirannya masih sederhana. Bahkan ia mengkritik kitab suci dan menolak Al-qur’an dan lebih menyukai buku-buku ilmiah.
    Ada tiga alasan yang dikemukakan ar-razi mengaba dia m,enolak wahyu dan kenabian.

  2. Akal sudah mencukupi untuk membedakan antara yang baik dan buruk, bahkan dengan akal, manusia dapat mengatur dirinya dan mengetahui tuhan.

  3. Tidak ada keistimewaan bagi seseorang untuk membimbing orang lain karena setiap manusia dilahirkan dalam keadaan yang sama.

  4. Ajaran para nabi saling bertentangan, para pemeluk agama saling menjunjung tinggi ajaran nabinya masing-masing sehinnga terjebak dalam fanatisme buta.
    Atas dasar tindakan yang kontroversial tersebut tidak mengherankan jika ia dikecam sebagai kafir dan ia pun dituduh tidak memahami pikiran aristoteles dan mendukung pikiran nturalis kuno. Salah satu pemikiranya yang bertolak belakang dengan aristoteles adalah yang terakhir mengatakan bahwa waktu semacam gerak atau deretan bilangan sehingga relativitas waktu tergantung secara logis pada gerak pada umumnya dan gerak falak pada khususnya. Sementara menurut ar-razi, gerak tidaklah menghasilkan waktu, tetapi hanya menyingkap atau memperlihatkan waktu sehingga secara esensial, keduanya tetap bebeda. Ar-razi adalah seorang filusuf yang berani menentang arus, disaat ajaran aristoteles sedang ditegakkanserta bahaya bid’ah tengah disorotsecara dramatis, dia justru berani menentang. Pikirang filsafatnya adalah tipikal non kompromis.pemikiran ar-razi bertupu pada doktrin”lima kekal”, yaitu tuhan, jiwa universal, materi pertama, ruang absolut, dan zaman absolut. Dari lima kekal tersebut, ada duayang hidup dan bergerak yaitu tuhan dan ruh. Sementara yang pasif dan hidup adalah materi pembentuk setiap wujud. Sedang yang tidak hidup, tidak bergerak, tidak pasif adalah kehampaan dan keberlangsungan.
    Al-farbi: pembenaran filosofis atas kenabian dan wahyu (890-desember 950)
    Tokoh naturalis dalam islan yang paling terkenal adalah ar-razi. Dia dicaci maki karena dianggap mendukung pandangan kaum naturalis kuno sehingga ia berani menolakkenabian dan wahyu sebagai sesuatu yang tidak perlu, karena akal telah m,encukupkan dirinya untuk mencari kebenaran.
    Terhadap doktrin kaum naturalis inilah filsafat kenabian al farabi diarahkan. Menurut al-farabi, nabi dapat mengetahui hakikat-hakikat karena ia dapat berkomunikasi dengan akal kesepuluh (malaikat) yang merupakan akal terakhir dalam rangkaian proses emanasi. Kesanggupan berkomunikasi inilah yang memungkinkan para nabi dapat menerima wahyu. Filsafat kenabian al-farabi terikait erat dengan ajaranya tentang daya-daya jiwamanusia. Menurutnya, kemampuan pengideraan jiwa manusia terbagi kedalam lima tahap. Urutan penginderaan jiwa manusia adalah pertumbuhan, penginderaan, bernafsu, mengkhayal, dan berpikir. Kelima daya jiwa ini membentuk hierarki dimana setiap tahap hadir untuk tahap diatasnnya. Hierarki tertinggi tentu saja adalah daya berpikir. Menurut al-farabi, manusia memperoleh pengetahuan dari daya mengindera, mengkhayal, dan berpikir.
    Ibnu sina: perintis filsafat modern (980-1037)
    Beberapa pandangan filsafat ibnu sina yang sangat penting bisa dikelompokkan menjadi tiga hal:

  5. Logika : ibnu sina mengembangkan konsep logikanya kurang lebih semodel dengan komentar al-farabi tentang organonnya aristoteles. Ibnu sinamembagi pengetahuan logika kedalam sembilan bagian yang berbeda yang berkaitan dengan delapan buku aristoteles yang didahului oleh isagogenya prophyry.

  6. Psikologi : psikologi ibnu sina memberikan perhitungan yang sangat sistematis dengan berbagai macam jiwa dan daya-dayanya. Menurut ibnu sina ada tiga macam jiwa: jiwa tumbuhan (Kekuatan nutrisi/makan,kekuatan tumbuh/growt,dan kekuatan reproduksi), hewan (daya motif dan daya perseptif), dan manusia. Hanya jiwa manusia yang memiliki pikiran (reason). Pikiran (reason) atau intelegence dalam pandangan ibnu sina terdiri atas dua macam: akal praktis (berhubungan dengan moralitas) dan akal teoretis (akal yang memungkinkan kita berpikir abstrak).

  7. Metafisika : ada bagian dalam ajaran metafisika ibnu sina yang terlihat sangat kuno sekarang. Didalamnya dia berbicara tentang akal dan jiwa (soul) planet yang beremanasi dari tuhan dalam sebuah tatanan hierarkis.
    Al –ghazali: epistimulogi filsafat(w.1111 M.)
    Al-ghazali dituduh sebagai antiintelektual hanya karena ia berpolemik dengan kaum filosofis. Namun tuduhan itu tidak mendasar jika kita melihat sisi filsafat mana yang diserangnya. Yang diserang al-ghazali adalah filsafat metafisika neoplatonisme karena menurutnya itu merupakan kesewenang-wenangan para filusuf. Mengenai ketuhanan, maka disinilah terdapat kesalahan mereka. Mereka tidak dapat mengemukakan bukti-bukti menurut syarat-syarat yang telah mereka tetapkan sendiri dalam ilmu logika. Serangan al ghazali terhadap filsafat metafisika bukan berarti ia mengingkari terhadap masalah-masalah metafisika, tetapi jawaban-jawaban para filusuf terhadap masalah-masalah metafisika dengan kesewenang-wenangan akal mereka.bahkan metafisikalah yang menggerakan al ghazali untuk memulai perjalanan intelektual spiritualnya.
    Ketertarikan al ghazali membuat ia haus akan mengetahui kebenaran akan segala sesuatu. Maka untuk yang pertama harus dirumuskan adalah arti kata tahu. Menurutnya ilmu atau tahu adalah tersingkapnya sesuatu dengan jelas sampai tidak ada lagi ruangan untuk ragu-ragu, tidak mungkin salah atau keliru, tidak ada di hati tempat untuk perasaan itu. Setelah mendefinisikan makna tahu, ia memeriksa pengetahuan yang dimilikinya ini yang bersumber dari indera dan akal. Kemudian ia menguji kredibilitas indera. Menurutnya penglihatan mata sebagai indera terkuat adakalanya seperti menipu.misal:engkau melihat bintang tampak kecil, padahal bukti berdasarkan ilmu ukur menunjukkan bahwa bintang lebih besar dari pada bumi. Hal-hal semacam ini menunjukkan bahwa inderawi dapat ditumbangkan oleh akal. Sampai disini gugurlah keyakinan al ghazali terhadap indera sebagai instrumen yang dapat mengantarkan pada pengetahuan yang sesungguhnya tentang hakikat segala sesuatu.
    Dia pun kemudian menyelidiki akal.akan tetapi, terhadap pengetahuamn awwali ia pun didera keraguan yang luar biasa. Keraguan ini berdasarkan refleksinya terhadap tumbangnya hukum indriawi karena datangnya hukum akal. Menurutnya apakah tidak mungkin pada suatu saat hukum akal pun mengalami nasib yang sama dengan hukum inderawisetelah datangnya hukum lain yang dapat mendustakanya. Akhirnya setelah didera keraguan ia merasa aman dapat menerima pengertian awwali dari akal karena hal itu merupakan pengertian yang telah ada (given).
    Dengan modal pengetahuan awwali, al ghazali meneruskan pengembaraan intelektualnya untuk mendapatkan pengetahuan yang terang benderang terhadap hakikat segala sesuatu. Ia pun meneliti 4 golongan pencari kebenaran yaitu ahli ilmu kalam, golongan batiniyah, kaum filusuf, dan gol.sufi. dari ilmu kalam, batiniyah dan filsafat ia mendapat pengetahuan yang bernilai namun menemukan apa yang dicarinya, pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu. Akhirnyatinggal satu jalan yang belum ia masuki yaitu jalan sufiah. Jalan ini tidak dapat ditempuh dengan ilmu dan amal. Jalan ini harus ditempuh dengan suluk dan dzauq (perjalanan batin). Disinilah alghazali menemukan apa yang dicarinya. Pengetahuan ini hanya dapat dipahami dengan dzauq oleh orang yang melalui jalanya. Oleh karena itu pengetahuan ini tidak dapat dijelaskan.
    Jelaslah bahwa al ghazali tidak anti rasio, dia hanya meletakkan akal pada wilayahnya sendiri. Ketika akal menjalankan tugas dalam batas-batas wilyahnya, maka pengetahuan dapat diterima. Akan tetapi, kalau seseorang menginginkan menerobos ke wilayah metafisika untuk mengetahui hakikat sesuatu, maka akal tidak memiliki kesanggupan ke sana. Di titik inilah orang membutuhkan dzauq, kekuatan batin yang denganya orang mendapatkan pengalaman secara langsung (musyahadah) yang berada diluar jangkaun akal.
    Semakin jelas disini bahwa teori dzauq al-ghazali tidak dimaksudkan untuk menegasikan alat-alat pengenal yang lain. Ia hanya menekankan bahwa setiap instrumen pengenal memiliki batas kemampuan sendiri-sendiri yang hanya cocok dalam batas-batas wilayahnya.
    Immanuel kant sama sekali tidak mengkui ide-ide metafisika sebagai pengetahuan karena hal itu di luar jangkauan kategori-kategori akal manusia. Kesamaan al ghazali dengan kant adalah keduanya mengakui keterbatasan akal dalam menjangkau ide-ide metafisika. Hanya saja kalau kan mengakhiri pengetahuan manusia sampai pada verstand, maka al ghazali menambah alat idrak untuk menjangkau wilayah metafisika, yaitu dengan dzauq atau mata hati.
    Ibnu tufayl: akal dan wahyu(lahir dekade pertama abad ke 123 M. Wafat pada tahun 1185)
    Salah seorang filusuf yang terpikat oleh pikiran-pikiran yunani dan berusaha menyelaraskan dengan ajaran islam. Karya monumentalnya yang berjudul hayy bin yaqzhan membuktikan hal itu.Dalam karyanya yang berjudul hayy bin yaqzhan ia mencoba menjelaskan tentang rahasia filsafat timur melalui cerita. Usaha ibnu tufayl ini bisa dilihat dari tiga tokoh yang ditampilkan dalam romannya. Tiga tokoh tersebut mewakili tiga kelompok manusia dan konteks mencari kebenaran. Hayy (tokoh pertama) mempresentasikan manusia yang hidup diluar jangkauan wahyu, yang dengan menggunakan kekuatan rasionalnya, sanggup menemukan tuhan dan kebahagiaan tertinggi berupa penyaksiaan atas sang wajib wujud.dengan kata lain hayy adalah filusuf murni. Absal(tokoh kedua) merepresentasikan teologi filosofis (aspek esoteris ajaran agama), sedang salaman (tokoh ketiga) merepresentasikan pemahaman keagamaan orang kebanyakan (awwam) yang hanya terbatas pada makna literal ajaran agama (aspek ekstoseris agama).
    Menurut ibnu tufayl, filsafat hanyalah untukorang tertentu untuk mencapai kebahagiaan tertinggi. Untuk mencapai ini mereka harus mundur dari kehidupan praktis sehari-hari (mengasingkan diri). Ibnu tufayl menjelaskan bahwa aktifitas filsfat berada dibawah pengalaman mistis. Filsafat hanya sampai pada tahap kemampuan rasio manusia yang terbatas. Akan tetapi pengalaman mistis itu berada diluar dunia materi yaitu rubbany ilahy.
    Absal yang merepresentasikan kehidupan keberagamaanya dalam dimensi esoteris digambarkan ibnu tufayl sebagai orang yang mendalami masalah-masalah yang bersifat batiniyah, suka mencari pengetahuaan keruhanian, dan menggandrungi penafsiran rasional, yang akhrinya membawanya pada pengalaman ekstasemistis. Sementara hayy sebagi gambaran orang filusuf, dengan kekuatan rasionya akhirnya juga sampai pada kebahagiaan tertingginya yaitu musyahaddah pada tuhan. Dua jalan yang ditempuh kedua orang tersebut pada akhirnya berujung pada titik yang sama.
    Gagasan-gagasan neoplatonisme terlihat sangat kental mewarnai pikiran ibnu tufayl. Tetapi, corak pemikiran tersebut bukan hanya dimiliki oleh ibnu tufayl. Hampir semua filusuf muslim memandang dunia materi sebagai sesuatu yang rendah sehingga orang yang ingin menggapai kesempurnaan harus mengatasinya. Bahkan, gagasan ini juga sangat subur didalam tasawuf falsafi.
    Ibnu rusyd: aristotelianis muslim penyelaras agama dan filsafat (1126-1198)
    Ibnu rusyd merupakan komentator besar karya-karya aristoteles. Karyanya yang sangat terkenal adalah bidayat al-mujtahid wa nihayat al-muqtasid yang merupakan karyanya dibidang fiqh. Buku ini, merupakan perbandingan hukum islam, dimana didalamnya diuraikan pendapat ibnu rusyd dengan mengemukakan pendapat-pendapat imam-imam fiqh.
    Filsafat ibnu rusyd mempresentasikan titik kulminasi pemikiran muslim dalam sebuah arah yang esensial, yaitu memahami aristoteles. Ibnu rusyd sangat mengaggumi logika aristoteles. Ia memberi penghormatan yang sangat tinggi pada aristoteles, bahkan ia diserang oleh kaum ortodoks karena usahanya untuk menyejajarkan ajaran aristoteles dengan islam. Para teolog merasa bahwa ibnu rusyd, dalam rangka untuk merekonsiliasi dogma islam dengan filsafat aristoteles, telah menodai ajran islam. Mereka sangat murka kepada ibnu rusyd dan menuduhnya murtad. Kejadian ini sebetulnya murni karena faktor politik.
    Doktrin utama filsafatibnu rusyd yang membuatnya dicap sebagai murtad berkaitan dengan keabadian dunia, sifat pengetahuan tuhan, dan kekekalan jiwa manusia dan kebangkitanya. Membaca sekilas tentang ibnu rusyd memang bisa memberi kesan bahwa ia murtad dalam hubunganya dengan masalah-masalah tersebut, tapi penelaahan secara mendalam akan membuat orang sadar bahwa ia sama sekali tidak menolak ajaran islam. Ia hanya menginterpretasikannya dan menjelaskanya dengan caranya sehingga bisa sesuai dengan filsafat.
    Karena ibnu rusyd diserang kaum ortodoks dimasa hidupnya, maka perlu untuk menilai posisinya secara jelas berkaitan dengan masalah hubungan antara agama dengan filsafat. Prinsip utamanya adalah filsafat harus besesuaian dengan agama. Ibnu rusyd percaya bahwa filsafat yang mentah mungkin akan memalingkan manusia pada atheisme, tetapi penelaahan yang mendalam akan membuat manusia memiliki pemahaman yang lebih baik tentang agama. Tetapi ada satu yang jelas bahwa ibnu rusyd meyakini bahwa keberadaan tuhan dapat dibuktikan semata-mata oleh akal, tanpa membutuhkan wahyu. Ibnu rusyd adalah orang pertama yang memperkenalakn tentang dua kebenaran atau dua wahyu: wahyu filosofis dan wahyu keagamaan, yang keduanya akan bertemu dalam analisis akhir.ibnu rusyd sepenuhnya percaya pada kebenaran al-qur’an, tetapi dia juga meyakini akan kesatuan kebenaran.
    Dengan memperhatikan bahsa kitab suci, pembedaan harus dibuat antara pengertian literal dan pengertian alegoris. Jika ada ajaran al-qur’an yang bertentangan dengan filsafat, kita bisa menduga bahwa ayat tersebut memiliki pengertian selain makna literalnya dan kita harus mencari makna yang lebih dalam dan murni, yaitu dengan cara takwil. Terkadang perkataan filosof yang bagi banyak orang membingungkan dari pada mencerahkan atau mengarahkan. Oleh karena itu , filusuf tidak mengkomunikasikan interpretasinya atas dogma terhadap khalayak. Ibnu rusyd sendiri menyatakan bahwa dogma agama dijelaskan kepada masyarakt umum secara beragam sesuai dengan level intelektualnya. Pada umumnya masyarakat hanya mampu memahami bahsa piktorial berupa gambaran-gambaran indriawi. Implikasi berikutnya adalah sekalipun keserasiaan antara filsafat dan agama itu penting, namun agama memiliki jangkauan lebih luas daripada filsafat. Agama berurusan dengan semua manusia, sementara filsafat hanya dengan sekelompok kecil manusia(filusuf). Karena itu al-qur’an harus memuat semua level kepahaman manusia.
    Ibnu rusyd membagi manusia dalam 3 tingkatan : yang pertama dan terbesar adalah manusia yang mengembangkan kesalehan dan keimananya terhadap dogma agama dari mendengarkan perktaan pengkhutbah (kelas kaum ortodoks yang tidak terpelajar). Kelas kedua berisi orang-orang yang memahami agama sebagian berdasarkan atas penalaran tetapi dengan penerimaan yang tidak kritis terhadap premis-premis logika (kelas teolog). Ketigaadalah kelas sebagian kecilmanusia beerisi orang-orangb yang memahami agama secara rasional (filusuf).
    Kitab suci yang diturunkan oleh tuhan untuk semua lapisanmanusia menggunakan tiga macam pembuktian sebagai tigkat keilmuan manusia. Ibnu rusyd menyatakan bahwa orang awam harus mengambil kitab suci menurut arti literalnya dan dilarang untuk takwil. Untuk mengejar makna yang benar adalah tugas orang-orang yang terpelajar.

  8. Mazhab Politik
    Seorang orientalis terkemuka, V. Fitzgerald dalam bukunya Mohamedian Law, mengatakan bahwa Islam bukanlah semata agama (a religion), namun juga merupakan sebuah sistem politik (a political sistem). Meskipun pada dekade-dekade terakhir ada beberapa kalangan dari umat Islam yang mengklaim sebagai kalangan modernis, yang berusaha memisahkan kedua sisi itu, namun seluruh gugusan pemikiran Islam dibangun atas fundamen bahwa kedua sisi itu saling bergandengan dengan selaras dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain.
    Pernyataan tersebut diperkuat oleh Joseph Schacht, seorang orientalis lainnya, yang berpendapat bahwa Islam lebih dari sekedar agama, ia mencerminkan teori-teori perundang-undangan dan politik. Dalam ungkapan yang lebih sederhana Islam merupakan sistem peradaban yang lengkap, yang mencakup agama dan negara secara bersamaan. Dengan demikian, seperti yang di kemukakan oleh H. A. R. Gibb, jelaslah bahwa Islam bukanlah sekedar kepercayaan agama individual, namun ia meniscayakan berdirinya suatu bangunan masyarakat yang independen. Ia mempunyai metode tersendiri dalam sistem kepemerintahan, perundang-undangan dan institusi.
    Pendapat dari para orientalis tersebut diperkuat oleh fakta-fakta sejarah. Misalnya sistem politik yang dibangun oleh Rasulullah SAW bersama kaum Mukmin di Madinah jika dilihat dari segi praksis dan diukur dengan variabel-variabel sistem politik modern, maka dapat dikatakan bahwa sistem itu adalah sistem politik par excellence, tetapi juga tidak disangkal jika dikatakan sebagai sistem relegius, karena dilihat dari tujuan-tujuan dan motif-motif dan fundamental maknawi tempat sistem itu berpijak.
    Sebagai sebuah sistem politik dalam perjalanan sejarahnya Islam diwarnai dengan dinamika pemikiran politik, seperti halnya perjalanan sejarah pemikiran politik agama-agama lain. Pemikiran politik Yahudi, Kristen, dan juga Islam tidak terlepas dari unsur kesejarahannya. Teori-teori politik tidak muncul begitu saja tetapi merupakan satu rangkaian proses dengan fenomena dan kejadian kesejarahan yang dikaji dan diteorisasi secara sistematis. Teori-teori politik yang muncul di Barat sebagaimana telah dimunculkan oleh Hocker, Hobbes, Locke, dan Rousseou merupakan kecenderungan-kecenderungan politik mereka dan perhatian mereka terhadap relasi nilai dan kekuasaan, agama dan kekuasaan, ideologi dan kekuasaan, kepentingan dan kekuasaan, yang sangat menonjol terjadi di zamannya, di negara-negara mereka atau di negara-negara yang menjadi perhatian mereka.

Demikian juga pengalaman Islam teoritisasi politik mengarah kepada perbincangan besar di sekitar Sunni, Syi'ah, dan Khawarij yang ketiganya menjadi representasi kajian dalam konstalasi politik dunia Islam. Ketiganya menjadi paham, preferensi politik juga sekaligus sistem politik yang melahirkan berbagai teori politik yang tidak lepas dari kesejarahan Islam klasik, tengah, dan moderen dari dulu hingga sekarang. Dalam bab ini dilihat bagaimana perkembangan teori politik Islam khususnya pada dua golongan yang besar yaitu Sunni dan Syi'ah. Oleh karena itu, untuk memahami teori politik Sunni dan Syi'ah, diperlukan pandangan ringkas tentang ajaran Islam, sejarah pertumbuhan kedua aliran ini dari sumbernya, dan perkembangan lanjut dari keduanya.
Sebenarnya tidak ada perbedaan berarti antara golongan Syi'ah dan Sunni dalam hal inti keimanan. Al-Qur'an dipandang oleh kedua golongan itu sebagai peran suci Allah Swt, dengan kata lain konsep ideal golongan Sunni juga disepakati oleh golongan Syi'ah. Permasalahan sebenarnya bersumber pada sejarah masa lalu yang sangat bersifat politis, bukan dari segi teologi Islam, walaupun kemudian dicarikan legitimasinya secara teologis. Friksi politik kedua golongan tersebut menurut Abd. Salam Arief dalam buku Negara Tuhan: The Tematic Encyclopaedia, diawali dengan kemelut politik sejak pengangkatan Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah dan disusul kemudian dengan penolakan Muawiyah bin Abu Sufyan terhadap eksistensi kekhalifahan Ali, telah menimbulkan ketegangan politik yang akut dari kedua belah pihak yang berujung terjadinya perang Siffin. Perang Siffin inilah yang oleh sementara kalangan sejarawan disebut al-fitnah al-kubra dan berpengaruh besar dalam mewarnai perjalanan panjang sejarah politik umat Islam dari generasi ke generasi sesudahnya.
Fraksi politik dalam Islam antara kedua kelompok yaitu Sunni dan Syi'ah, disebabkan perbedaan pendapat mengenai masalah imamah, seperti yang dikatakan oleh salah satu ulama Syi'ah, A. Syarifuddin al–Mussawi, yang mengakui bahwa tiada suatu penyebab “perpecahan” di antara umat Islam yang lebih hebat dari pada perbedaan pendapat yang berhubungan dengan soal imamah. Tiada bentrokan dalam Islam demi suatu prinsip agama, yang lebih parah daripada yang terjadi di sekitar persoalan ini. Persoalan imamah menurut al-Mussawi, adalah penyebab utama yang secara langsung menimbulkan perpecahan selama ini. Generasi demi generasi yang mempertengkarkan soal imamah telah menjadi demikian gandrung dan terbiasa dengan sikap fanatik dalam kelompoknya masing-masing tanpa mau mengkaji dengan kepala dingin.
Ulama Syi'ah lain yaitu Thabathaba’i, menulis bahwa orang-orang Syi'ah memang muncul karena kritik dan “protes” terhadap dua masalah dasar dalam agama Islam, kendati tidak berkeberatan terhadap cara-cara keagamaan yang melalui perintah-perintah Nabi merata di kalangan kaum Muslimin sekarang. Dengan kata lain, di luar kedua masalah itu, tidak ada perbedaan secara prinsipil antara Sunni dan Syi'ah. Kedua masalah itu adalah berkenaan dengan Pemerintahan Islam dan kewenangan dalam pengetahuan keagamaan, yang menurut kalangan Syi'ah menjadi hak istimewa ahl al-bayt. Tetapi pendapat Syi'ah seperti itu ditolak oleh kalangan Sunni yang meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW, tidak mewariskan kepemimpinan dan juga tidak menunjuk seseorang pengganti, tetapi ia membiarkan masalah kepemimpinan sepeninggalnya diserahkan kepada ummat.
Ayatullah Imam Khomeini, pemimpin besar revolusi Islam juga mengemukakan pandangannya mengenai paham dan aliran Syi'ah, menurutnya: "Sejak awal mula sejarahnya, aliran syi'ah, yang merupakan aliran yang lazim dianut di Iran, telah memiliki ciri khas tertentu, jika beberapa aliran lain menganjurkan kepatuhan terhadap penguasa (meskipun mereka curang dengan bersifat menekan), maka Syi'ahisme menganjurkan perlawanan terhadap para penguasa seperti itu dan mencela mereka sebagai penguasa yang tidak sah. Sejak dulu orang Syi'ah selalu menentang pemerintahan yang menekan".
Salah satu perbedaan yang juga mencolok antara golongan Sunni dan Syi'ah adalah sifat oposisi dan perlawanan yang ditunjukan oleh paham ini terhadap penguasa tiran, seperti yang juga dikatakan oleh Imam Khomeini: "Banyak orang Sunni mungkin menilai pemberontakan menentang pemerintahan tiran ini sebagai upaya yang tidak sesuai dengan Islam. Hal ini terjadi karena adanya pandangan yang menyatakan bahwa seorang penguasa tiran pun harus dipatuhi. Pandangan ini didasari penafsiran keliru terhadap ayat al-Qur'an yang berkenaan dengan ikhwal kepatuhan". "Sebaliknya, kita orang Syi'ah yang mendasari penahaman kita terhadap Islam melalui sumber yang berasal dari Ali dan keturunannya, menilai hanya para Imam atau orang yang mereka tunjuk yang berhak sebagai pemegang kekuasaan. Pandangan ini sesuai dengan penafsiaran ayat al-Qur'an yang berkenaan dengan ikhwal kekuasaan. Penafsiran tersebut dibuat oleh Rasulullah sendiri."
Akar permasalahan sebenarnya terletak pada kenyataan ini: negara-negara yang didiami Sunni membenarkan kepatuhan terhadap para penguasa mereka; sebaliknya, orang Syi'ah selalu yakin akan kebenaran pemberontakan-kadangkala mereka mampu melawan pada kesempatan lain mereka terpaksa harus diam".
Perlawanan Husein terhadap Yazid dan kematiannya di Karbala merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah muslim. Tindakan Husein merupakan bentuk perlawanan terhadap penguasa yang menyimpang dari konsep ideal Islam. Menurut Akbar S. Ahmed, dalam kepercayaan Syi’ah, pertentangan antara Husein dan Yazid tersebut, merupakan pertentangan klasik antara kebaikan dan keburukan. Husein mewakili kebaikan yang dapat ditemukan dalam Islam, sedangkan Yazid merupakan lambang depotisme, dinasti, dan kekuasaan sementara. Peristiwa tersebut memungkinkan golongan Syi'ah menjadi sekte terbesar setelah Sunni dengan kekhususannya sendiri.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Hi! I am a robot. I just upvoted you! I found similar content that readers might be interested in:
http://sulthon-smiller.blogspot.com/2011/05/konsep-politik-dalam-dua-madzhab-islam.html