Kelangkaan sumberdaya dan keinginan yang tidak terbatas
Sebagaimana yang dituangkan dalam tulisan Syukri Shaleh bahwa salah satu asumsi dasar ekonomi yang dibuat oleh ekonomi konvensional yaitu kelangkaan sumber daya sementara keinginan manusia tidak terbatas. Mengenai hal ini, banyak sarjana ekonomi Islam, biasanya baik mengambil jalan keluar yang mudah dengan hanya setuju dengan asumsi langsung, atau mencoba untuk memberikan pembenaran kepada mereka. Salah satu contoh yang jelas untuk kasus terakhir adalah sebuah artikel berjudul: “Ekonomi Islam - Menuju Pengelolaan Sumber Daya Terbatas dalam Memenuhi keinginan yang tidak terbatas” (Mohd Riduwan Wahab 2001: 63-64).
Dari judul itu sendiri, penulis menyampaikan dengan jelas bahwa penulis sepakat dengan dua asumsi ekonomi konvensional. selanjutnya, penulis juga memandang ekonomi Islam sebagai pemecahan masalah pengelolaan sumber daya untuk memenuhi tujuan tersebut.
Menurut perspektif 'Islam', kelangkaan sumber daya disebabkan oleh dua alasan. Pertama, barang dapat dikonsumsi dibatasi oleh kehalalan dan manfaat, Kedua, kesalahan manajemen dan pemborosan sumber daya umum (public) seperti air, sinar matahari dan udara. Di sisi lain, kenginan manusia dikatakan tidak terbatas seperti tercermin dalam al Syatibi dan Imam al-Ghazali terkait hirarki kebutuhan manusia, dari daruriyat terendah (kebutuhan dasar) ke hajiyat tinggi (kenyamanan) dan tahsiniyat tertinggi (kemewahan).
Berdasarkan argumen ini, penulis berpendapat bahwa Islam secara umum mengakui masalah kelangkaan sumber daya dan keinginan yang tidak terbatas sebagaimana yang tertuang dalam asumsi dasar ekonomi konvensional. Dalam situasi ini, menurutnya kita harus membuat pilihan yang wajar dan setiap pilihan melibatkan biaya kesempatan, yang mana pemikiran tersebut sangat mirip pemikiran ekonomi konvensional. Muhammad Ridwan Wahab menyarankan dua solusi untuk masalah ini. Pertama, dalam memenuhi keinginan yang tidak terbatas dengan kelangkaan sumber daya, umat Islam harus memanfaatkan prinsip-prinsip fiqh (Qawaid fiqhiyah), seperti "menolak hal-hal buruk lebih baik daripada menerima hal-hal yang baik dan mengambil risiko yang lebih kecil ", sebagai panduan. Kedua, pengelolaan sumber daya harus dilakukan secara efisien dan cemerlang.
Dalam artikel lain, hal yang sama telah dilakukan, namun pada kenyataannya masih sangat buruk (Mohd Ridwan Wahab 2002: 58-60). Sementara mempertahankan pendiriannya pada kelangkaan sumber daya, kali ini ia menggunakan teori Abraham Maslow (psikolog Barat), untuk membenarkan persetujuannya terhadap pendapat keinginan yang tidak terbatas. teori Maslow dari hirarki kebutuhan, mulai dari kebutuhan fisiologis (kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal) untuk perlindungan dan keamanan, kebutuhan sosial dan pengakuan, dan akhirnya kebutuhan untuk kehidupan yang sukses, digunakan sebagai kerangka kerja untuk argumennya. Dalam kerangka ini, penulis mengutip berbagai ayat dari al Qur 'an dan juga mengutip dari satu ulama kontemporer of Islamic ekonomi, M.A. Mannan, mengenai prinsip-prinsip konsumsi. Semua ini dikatakan telah meyakinkan pemanfaatan sumber daya yang langka secara optimal untuk memenuhi keinginan manusia yang tak terbatas.
Banyak tulisan-tulisan lain yang serupa dalam bulir yang sama, pasti memiliki essensial penting yang terlihat dari ekonomi Islam. Pada posisi paling pertama, tulisan ini didasari pada temologi dasar filosofis konvensional dan epis-timologi sebagai pondasi yang sesuai dengan pertimbangan islam. konsekuensinya, konsep yang digunakan tidak pantas, didefinisikan ulang sehingga sesuai perspektif Islam, oleh karena itu, menyampaikan penggunaan langsung dari maksud dan tujuan konsep konvensional. Bahkan lebih serius, konsep tersebut dapat bertentangan dengan perspektif yang diambil oleh Islam. Dalam kasus konsep konvensional terkait kelangkaan yang didiskusikan di sini. Sebagai contoh, sumber daya dianggap sebagai langka meskipun fakta bahwa Allah SWT telah menjamin semua orang dengan ketentuan (rizqv, dan bahwa konsep barakah (berkah dari Allah SWT) dalam Islam melampaui pertimbangan kuantitatif. Jelas, konsep konvensional kelangkaan tidak konsisten dengan konsep-konsep Tauhid dari rizqi dan berkah, di mana yang terakhir berkonotasi kecukupan ketentuan untuk setiap makhluk hidup.
Demikian juga, ekonomi konvensional menganggap keinginan tidak terbatas meskipun fakta bahwa dalam Islam, keinginan yang tidak terbatas hanya berasal dari keinginan buruk (naf ~) seperti Ammarah, lawwamah dan mulhamah, dan bahwa keinginan yang tidak terbatas dapat diatasi dengan meningkatkan kecenderungan untuk keinginan yang baik baik seperti Mutmainnah, radhiyyah, mardhiyyalt dan kamilah. Tidak seperti ekonomi konvensional yang selalu menganggap keinginan tidak terbatas, Islam memberikan cara untuk membatasi itu. Oleh karena itu, dalam sistem Islam, bukan tidak mungkin bagi seseorang untuk menaklukkan keinginan yang buruk, memperoleh keinginan yang baik, untuk membatasi keinginan.
Tanggapan Pembaca
Dari uraian penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa antara konsep ekonomi konvesional dan ekonomi islam memiliki kontradiksi terkait dengan kelangkaan sumber daya dan keinginan yang tidak terbatas. Dalam ekonomi konvensional kelangkaan sumberdaya dan keinginan yang tidak terbatas diakui secara absolute, sementara dalam ekonomi islam kelangkaan sumberdaya dan keinginan yang tidak terbatas dianggap sesuatu yang relatif. Selanjutnya, keinginan manusia menurut islam juga dibatasi oleh factor kehalalan dan manfaatnya, dan kesempatan biaya. Contoh kecilnya manusia akan berhenti minum apabila dahaganya sudah terpuaskan. Dalam ekonomi Islam, pilihan tersebut tidak dilakukan karena selera atau kemauan, tapi dipandu oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah
Perbedaan konsep ekonomi akan mengakibatkan penyelesaian masalah yang dilakukan berbeda. Dalam ekonomi islam, jika keinginan tidak terbatas dan sumber daya terbatas, dapat diselesaikan dengan cara memaksimalkan pemenuhan kebutuhan dengan sumber daya yang memadai, hal ini berarti pemanfaatan sumberdaya dilakukan seefisien mungkin. Berbeda dengan konsep ekonomi konvensional yang memaksimalkan kepuasan dengan sumberdaya yang memadai. Dalam ekonomi konvensional, terkait masalah sumberdaya yang terbatas dan keinginan yang tak terbatas menuntut manusia untuk melakukan pilihan atas keinginannya, dan harus bisa memprioritaskan keinginannya yang palig penting. Pilihan tersebut dilakukan berdasar selera masing-masing individu, mereka boleh mempertimbangkan tuntutan agama, maupun tidak, atau secara tidak langsung mereka mempertuhankan hawa nafsunya.
Kritikan:
Setelah saya membaca secara keseluruhan tentang kelangkaan sumber daya manusia dan keinginan manusia yang tidak terbatas terdapat beberapa kejanggalan, diantaranya:
- Qawaid fiqhiyah), seperti "menolak hal-hal buruk lebih baik daripada menerima hal-hal yang baik dan mengambil risiko yang lebih kecil "
- Teori yang dikaitkan dengan masalah kelangkaan sumber daya manusia dan keinginan manusia yang tidak terbatas masih ada yang kurang tepat, salah satunya adalah teori Abraham Maslow. Penggunaan teori ini untuk melihat keterbatasan sumber daya dan keinginan yang tidak terbatas, karena teori ini hanya membahas satu sisi dari masalah yang ada yaitu kebutuhan manusia tanpa melihat keterkaitannya dengan kelangkaan sumberdaya. Selanjutnya Abraham maslow juga merupakan pakar psikolog bukan pakar ekonomi.
- Bahasan ini lebih menekankan penjelasan tentang keinginan manusia yang tidak terbatas tanpa menjelaskan kaitannya dengan kelangkaan sumberdaya.