Nyawa merupakan ciptaan Allah. Ada saatnya nyawa itu menghilang dari jiwa setiap insan di dunia, itulah janji Allah dengan setiap makhluk. Tidak ada yang dapat menggantikan dengan nyawa agar manusia senantiasa hidup selamanya, tidak ada bahkan tidak mungkin.
Dalam masyarakat dulu dikenal dengan istilah "Jak Cok Roh", istilah ini sangat asing dipendengaran masyarakat zaman kini. Seiring perjalanan waktu orang-orang dahulu yang masih hidup hingga kini banyak yang masih tahu bahkan tidak lekang dalam ingatan tentang istilah tersebut.
Dalam kehidupan setiap insan, bala dan musibah itu merupakan hal biasa dalam ilmu Allah, itulah yang dinamakan ujian dan cabaran hidup dalam dunia.
Orang Aceh dulu sangat memahami tentang istilah Cok Roh ini. Ketika ada seorang yang kena musibah misal kemalangan di jalan raya baik itu kemalangan oleh diri sendiri ataupun ada sebab kontra lawan dengan orang lain dalam berkendara. Setelah kejadian itu kondisi korban tidak sadar atau disebut juga pingsan. Sampai di rumah sakit pun kondisinya masih juga belum sadar, upaya selanjutnya yang dilakukan oleh pihak keluarga ialah menemui seseorang di kampung ataupun di luar kampung yang mampu untuk melakukan prosesi "Jak Cok Roh" itu.
Kemudian orang pintar ini menyiapkan sebuah botol semacam botol kaca sirup atau kecap asin. Lalu pergi ke tempat di mana korban tadi terjadi kemalangan dan di simpang mana, maka dibukalah tutup botol itu secara perlahan yang disertai dengan bacaan khusus menurut keyakinan agar roh yang masih melekat di sana supaya masuk ke dalam botol tersebut.
Dalam prosesi itu, apakah roh nampak atau tidak di mata orang pintar itu, Wallahu A'lam. Yang pasti kita tidak tahu. Kemudian setelah yakin roh itu sudah masuk dalam botol lalu menutupnya dengan cekatan agar tidak keluar lagi.
Selanjutnya botol tersebut dibawa ke hadapan korban kemalangan tadi, botol pun dibuka perlahan juga disertai bacaan khusus agar roh itu tidak melayang sia-sia entah kemana. Setelah menunggu beberapa saat maka korban pun dengan izin Allah bergerak sedikit demi sedikit walau dalam keadaan lemah.
Terlepas benar tidaknya ulasan ini, kita kembali berpulang kepada tetua kampung dahulu yang hidup hingga kini, dan juga jangan lupa berdoa agar Allah selalu melindungi hidup kita dalam kebaikan, kesejukan, dan kedamaian hendaknya juga selalu tercurahkan dalam jiwa. Amin.
Lampoh Batee, 18 Haji 1442 h