SETELAH dari Pocut Baren, kami melanjutkan perjalanan menuju Meulaboh. 45 menit dari Tungkop, kami tiba di Desa Meugoe Rayeuk, Kecamatan Kaway IX. Di desa itu, kami memasuki jalan menuju makam pahlawan Aceh, Teuku Umar.
Makamnya berada di hutan pegunungan di sana. Dari jalan Geumpang - Tutut, makam Teuku Umar berjarak kurang lebih satu kilometer. Saat masuk ke jalanan menuju makam, kami disambut sebuah gapura. Kemudian, di kiri dan kanan hanya persawahan, pegunungan, dan hutan.
Setelah lima menit, kami disambut sebuah balai di ujung jalan aspal. Di depannya, jalanan tidak bisa lagi dilalui. Kami disambut oleh tiga pria yang tengah duduk di bagian gerbang. Mereka warga setempat yang bertugas tukang parkir kendaraan.
Uniknya, parkir di sana tidak dipungut tarif. Mereka meletakkan sebuah kotak parkir di tengah jalan. Saat pengunjung ingin mengambil kendaraan untuk pulang, maka akan melewati kotak parkir. "Kalau mau menyumbang untuk uang parkir, letakkan saja di dalam kotak," kata seorang warga di sana.
Dari lokasi parkir, butuh 10 menit berjalan kaki untuk mencapai makam. Di tengah perjalanan, ada dua jalur terpisah menuju makam, yaitu naik tangga atas atau pun tangga bawah. Pengunjung kebanyakan memilih menggunakan tangga bahwa, karena tidak ingin bersusah payah menaiki anak tangga dan melewati sebuah bukit untuk mencapai makam.
Hari itu, kami memilih menggunakan jalur tangga bawah. Kami sebenarnya bukan karena tidak ingin bersusah payah menaiki anak tangga yang harus melewati bukit, tapi karena belum tahu tangga mana yang benar ke makam.
Kami melihat sejumlah penziarah berjalan melalui tangga bawah. Kami mengekor mereka. Sebelum tiba di makam, di jalur itu ada sebuah pondok warga berjualan. Kemudian menuruni anak tangga, dan terakhir menaiki kembali anak tangga.
Makam Teuku Umar berada di balik sebuah bukit jika dari jalan Geumpang - Tutut. Lokasinya persis di lembah gunung. Di dalam kompleks makam sangat banyak bangunan yang digunakan oleh warga setempat untuk menggelar zikir dan kegiatan lainnya saat hari besar.
"Biasanya ramai pengunjung hari Sabtu dan Minggu, kebanyakan orang yang melepas nazar," kata seorang pengurus makam, saya tidak sempat menanyakan namanya.
Halaman makam sangat luas. Pepohonan sangat banyak dan menjulang tinggi. Saat angin sedikit kencang, dedaunan yang telah layu berjatuhan. Di antaran pepohonan itu, terdapat sebuah pohon yang sangat mencolok berwarna putih.
Menurut riwayat, pohon putih itu dulunya keluar air dari himpitan dahannya. "Saat pohon masih agak pendek, air keluar di balik himpitan dahan. Sering dijadikan obat oleh penziarah," kata seorang warga Meulaboh, saya juga tidak sempat menanyakan namanya.
Usai tsunami, pohon itu bahkan pernah dikunjungi sejumlah bule. Namun, saat kami berkunjung ke sana, pohon putih itu telah tumbuh tinggi. Kami tidak melihat air keluar dari himpitan dahannya. "Sudah lama tidak keluar air lagi."
Teuku Umar (1854 - 1899), seorang pahlawan Aceh saat melawan Belanda. Dia wafat pada 11 Februari 1899 di Suak Ujong Kalak, Meulaboh. Pada masa perjuangan, ia pernah berpura-pura bekerjasama dengan Belanda demi mendapatkan uang dan senjata.
Dia wafat setelah dicegat oleh pasukan Belanda dan terkena tembak. Istrinya, Cut Nyak Dhien meneruskan perjuangan setelah suaminya meninggal.
Hujan gerimis mulai turun. Jam pukul 16:00 WIB. Kami harus mencapai Meulaboh sejam lagi. Di sana, kami akan singgah di rumah Tomy, di Desa Krueng Tinggai, Kecamatan Samatiga, Aceh Barat. Kami meninggalkan makam itu, dan melanjutkan perjalanan.
Bersambung
Hey, i just upvote you..
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Hey, tengkiyu for your upvote.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Na lon inan nyan...:D
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit