Sekitar dua minggu lalu, tepatnya 2/4/2018M yang bertepatan dengan 16/Rajab/1437H, adalah hari lahir (Harlah) Ormas Islam terbesar di Indonesia (dan di dunia!) yaitu Nahdlatul Ulama. Harlah yang ke berapa? Tergantung sistem kalender yang digunakan: ke-90 menurut sistem Masehi dan 93 menurut sistem Hijriyah. Kelahirannya adalah buah kesepakatan sejumlah kiai dari Jawa Timur, Jawa Tengah dan Madura yang berkumpul di kediaman Kiai Wahab di Surabaya, dan “dibidani” oleh duo KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Chasbullah (*).
Bangsa Indonesia sudah selayaknya mengucapkan Selamat Harlah kepada NU dalam kedudukannya sebagai salah satu sokoguru NKRI. Kenapa? Karena sejak awal berdirinya NU tidak pernah mempertentangkan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Lebih dari itu, NU melihat Pancasila dan NKRI bentuk final dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Cara pandang ini baru saja dipertegas melalui deklarasikan bersama dengan Muhammadiyah, Ormas Islam terbesar kedua, pada 23 Maret 2018 yang lalu (**).
Cara pandang ini tubul dari kesadaran kolektif mengenai karakter electif budaya Nusantara. Pada gilirannya, kesadaran ini membangun nilai-nilai prinsip NU dalam menyikapi berbagai persoalan sospol-keagamaan bangsa: tawasut (moderat), tasamuh (toleran) serta tawazun (proporsional). Nilai-nilai inilah yang menjaga NU tidak terjebak dalam sikap radikal atau ekstrem (tathorruf) dalam kiprahnya, sikap-sikap yang popular di kawaan MENA, Middle East and North Africa.
Itulah sebagian dari catatan positif NU. Selain catatan positif, sebenarnya ada catatan fenomenal (more than good or great) yang ditorehkan oleh NU. Catatan fenomenal ini adalah keberhasilan NU membentuk Komisi Hijaz ke Raja Arab Saudi. Komisi ini berangkat pada 7 Mei 1928 (dua setengah tahun setelah NU berdiri), diwakili oleh KH Wahab Chasbullah serta Syaikh Ahmad Ghonaim Al-Mishri, untuk menyampaikan sejumlah petisi yang tiga di antaranya:
- Meminta Raja Ibnu Saud untuk tetap memberikan kemerdekaan bermazhab bagi umat Islam di Hijaz,
- Memohon agar tempat-tempat bersejarah peninggalan jaman Nabi tidak dihancurkan, termasuk makam puteri-puteri Nabi, dan
- Meminta agar biaya yang dikenakan kepada jemaah haji diumumkan ke publik dunia (*).
Misi dari komisi ini dinilai sebagai produk politik pertama NU dan... bertaraf internasional. Pertanyaan: Apakah NU kini memiliki kapasitas, “niat ingsun” dan agenda kongkret untuk melakukan kerja serupa. Tantangan kontemporer keumatan (=kemanusiaan) global sangat konkret: malapetaka kemanusiaan di Yaman, Syria, Rohingnya, dan seterusnya; daftar dapat diperpanjang!
Catatan:
()http://aswajaonline.com/2016/04/selamat-hari-lahir-nahdlatul-ulama-ke-93/
(*)https://www.nu.or.id/post/read/87632/pernyataan-bersama-pbnu-dan-pimpinan-pusat-muhammadiyah
Spiritualitas menjadikan manusia berani, kreatif, inovatif serta berkontribusi bagi kemaslahatan sesama umat manusia. Rasa rasanya kita jadi rindu dengan spiritualitas yang pernah di tunjukkan oleh pendahulu negeri ini.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Tkb komennya. Setuju Pak! "Bangunlah jiwanya" sebelum "bangunlah badannya" dalam lagu kebangsaan kita; narasi aline ke-3 pembukaan UUD45, dan dokumen kesejarahan bangsa yg sejenis; semuanya merelkesikan spiitualitas mereka. In addition, jangan2 lebih sah mengatakan kita bukan "tubuh yang memiliki ruh", tetapi "ruh yang menubuh"; i.e.., spiritual lebih esensial bagi wujud kita secara keseluruhan (our whole being)....@
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit