Siang tadi, saya bertemu dengan seorang teman. dia salh seorang teman dekat ketika sekolah dulu. seperti biasa, bertemu dengan kawan lama tidaklah afdhol jika tidak dibarengi dengan cerita nostalgia ketika masa-masa sekolah dulu.
setelah selesai dengan nostalgia, ntah kenapa pembicaraan berlanjut dengan aktifitas masing-masing, hingga kawan saya dengan sangat antusias membicarakan "mimpi-mimpinya."
saya tahu, anda pasti bertanya kenapa saya sebut mimpi?! karena ketika saya tanya apakah sudah dimulai? dia bilang, "sedang menunggu waktu terbaik untuk mewujudkannya."
saya menyadari betul apa yang sedang dirasakn oleh kawan saya ini, dia sangat mengharapkan alam semesta tiba-tiba berkolusi dengannya untuk bekerja sama mewujudkan angan-angan tersebut. dan saya pernah berada di titik itu.
pada saat itu, rasanya memiliki mimpi dan menceritakan mimpi tersebut kepada semua orang serta menunggu mimpi tersebut terwujud dengan sendirinya sudah cukup. tapi menunggu saja ternyata tidaklah cukup.
mimpi tidak akan terwujud dengan hanya menghitung waktu. yaa,.. saya rasa bukan hanya saya yang terjebak dalam kondisi ini. bisa saja anda yamg membaca tulisan ini juga pernah masuk dalam perangkap menunggu waktu terbaik.
tahukan anda, berdasarkan penelitian yang pernah saya baca, 45% depresi terjadi karena menunggu. anda yang sering mengisi hari dengan menunggu tentu tahu apa sebabnya.
kembali ke cerita teman saya diatas, saya kemudian memutuskan untuk mengakhiri pertemuan dengan berbagai macam alasan. saya takut terpancing untuk memberikan saran-saran yang saya tahu akan mengurangi optimismenya. sebab jangan pernah memberi saran kepada orang lapar dan orang yang sedang jatuh cinta.
teman saya ini sedang jatuh cinta pada mimpinya, jadi saran apapun yang diberikan tentu akan bertentangan dengan cara berfikirnya dan otak kritisnya akan memfilter setiap perkataan yang saya sampaikan.
jika tidak demikian, tentu dia sudah tahu bahwa tidak ada waktu terbaik selain saat ini untuk memulai setiap rencana.