Traveler Pengantin Baru ( kak keloan )Di Bumi Kluet Menggamat Aceh

in wedding •  7 years ago 

DSC_0139.JPG

Disaat matahari terbit dari upuk barat mulai bergema suara bunyi kicauan burung di kaki gunung dan bukit tanah suku kluet Menggamat. sebuah kota kecil di kabupaten Aceh Selatan yang berada di lereng-lereng gunung terjal. Hutan belukar mengiasi datarannya, sawah berpapasan dengan kaki gunung dan bukit mengelilingi daratan pasir serta mata air yang mengalir sebagai sumber kehidupan masyarakat setempat. Menggamat dikenal sangat memegang teguh budaya local. Masyarakatnya masih mengetumakan ikatan persaudaraan, gotong royong menjadi landasan untuk mengokohkan kekompakan masyarakat.

Adat dan resam sudah melekat pada darah daging masyarakat dalam berbagai bidang kegiatan sesuai dengan hukum yang berlaku artinya resam dan adat sudah lahir sejak zaman nenek moyang terdahulu sehingga kultur berbeda, suku yang berbeda sekalipun bisa menjadi sama dalam konteks interaksi sosial adat. Ada beberapa Adat yang menonjol secara signifikan di diantaranya: adat perkawinan, adat bercocok tanam dan adat marga. .

Desa koto merupakan salah satu dari 13 desa yang berada di menggamat dan juga ibu kota daerah suku kluet tengah, desa-desa berada dalam ruang lingkup kawasan diantaranya:

 Desa koto, Desa malaka, Desa lawe melang, Desa kp padang, Desa kp  sawah, Desa pulau air, Desa mersak, Desa sp 2, Desa sp 3,  Desa seurai-urai, Desa koto indarung, Desa alur kejreun, Desa jambur papan.

Secara geografis kecamatan Kluet Tengah Kabupaten Aceh Selatan terletak di lintas pegunungan lauser Desa-desa berada dalam bingkai perairan sungai kluet. Kemukiman menggamat dan kemukiman telago batu terletak memanjang mengikuti arus sungai ngamat dan sungai besar kluet ( lawe melang bhs kluet ) dari selatan keutara melintang digaris katulistiwa dihiyasi bukit-bukit dan pepohonan yang rimbun nan hijau.

Marga yang kental sering menjadi bahan lelucon untuk mempererat keakraban persaudaraan, sejak zaman kerajaan suku kluet masa kepemimpinan imam Gerdung ibu kota peparik peraturan mulai dihidupkan, persoalan hidup yang menyangkut segala sesuatu tentang masyarakat telah ditata dengan kearifan adat setempat tidak terlepas dari Syari’at islam sebagai satu-satunya Agama yang dianut pada saat itu. 1 syawal atau hari raya idhul fitri sudah tentu menjadi hari kebahagiaan bagi seluruh umat muslim diseluruh dunia. Begitu juga dengan masyarakat dikota kecil ini masyrakat sangat antusias dengan hari kemenangan tersebut, bermacam kuliner dipersiapkan, aneka ragam seni di tampilkan, sehingga kultur dan budaya adat daerah tidak lekang dimakan waktu. pada umumnya masyarakat menggamat memaknai 1 syawal tidak hanya sebagai hari kemenangan atau hari saling memaafkan saja tetapi sudah menjadi sesuatu kekuatan budaya yang dipraktekan melalui Resam dan Adat.

Resam dan Adat dua kata yang berbeda makna tapi mempunyai tujuan sama. DImana tujuan tersebut untuk mengokohkan ikatan silaturrahmi kekeluargaan antara suku, marga dan garis keturunan sesama masyarakat . Keunikan resam dan adat sangat menonjol dipertontonkan pada 1 syawal hari raya idhul fitri.

Traveller pengantin baru / Kak Keloan ( bahasa kluet )

Pengantin baru mungkin tidak asing lagi terdengar di telinga kita sepasang suami istri yang baru saja melangsungkan pernikahan terlihat kebahagiaan masih terpancar diwajah, kesetiaan tertanam dihati begitulah pribahasa masyarakat menggamat menyebutnya. Namun traveller pengantin baru atau kak keloan ( bahasa kluet ) pada 1 syawal di menggamat kecamatan kluet tengah kabupaten Aceh selatan cukup berbeda dari segi kultur, tradisi aceh biasanya. mempunyai bumbu-bumbu seni dan aroma adat dalam pelaksaaan traveller pengantin baru baik dalam prakteknya maupun teori. Hidangan makanan ringan menghiyasi pandangan mata, menggairahkan jiwa kita disaaat suasana pada hari raya idhul fitri. Tradisi lebaran dilereng gunung lauser ini mempunyai nilai khas tersendiri dari daerah-daerah lain. Perbedaan sudah dimulai sejak zaman nenek moyang terdahulu DImasa kerajaan-kerajaan suku kluet masih Berjaya ditanah bumi menggamat sebelumnya.

Traveller pengantin baru ada namanya Pemandu tua / sentuoan ( bahasa kluet ) baik nenek dari pihak laki-laki maupun dari pihak perempuan. bertugas memandu langkah untuk mendatangi rumah-rumah family terdekat. Dari zaman kezaman tradisi pemandu tua sudah terlahir kebumi suku kluet menggamat dan menjadi kebutuhan primer dalam adat perkawinan . pemandu tua ini boleh ditiadakan apabila nikah tanpa mufakat dalam artian adat dan hukum tidak mengetahui kabar pernikahan tersebut. Seperti contohnya kawin lari. Karena tidak sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh perangkat kemungkiman daerah setempat dan hukum syari’at islam yang berlaku maka ditiadakan pemandu tua.

Pemandu tua merupakan perangkat penting dalam traveller pengantin baru, kunjungan kerumah-rumah pimpinan desa menjadi awal langkah kaki silaturrahim. Kemudian keperangkat desa dan seluruh keluarga terdekat dikampung atau desa. Pemandu tua juga membawa hidang dengan maksud untuk diberikan kepada pemilik rumah agar dicicipi. Tujuannya menjaga ukhwah persaudaraan sesama umat muslim. Pribahasa kacang tidak lupa dengan kulitnya mungkin berlaku dalam resam menggamat . artinya pertama dari pihak kak keloan membutuhkan pertolongan dari perangkat adat untuk menikahkan sang mempelai dengan kata lain kunjungan tidak hanya untuk ajang silaturrahim namun sebagai tanda ucapan terimaksih.

Hidang merupakan satu bingkisan kecil yang dibalut dengan kain tenun berisi makanan ringan seperti sapit, kama Loyang, kue bolu dan kacang plong untuk diserahkan kepada tuan rumah dengan maksud agar dicicipi dan sebagai bahan kabaran bahwa sudah sampai ketangan sanak family. Pada hakikatnya Hidang bermacam corak dan model namun yang dipakai waktu 1 syawal menurut kesukaan traveller pengantin baru. Kevariasian isi hidang kak keloan menjadi titik tumpu resam sehingga canda tawa, kata demi kata kebahagian dicurahkan antara tuan rumah dan rombongan traveller pengantin baru. Hidang juga merupakan sebagai bentuk kemuliaan terhadap tuan rumah bahasa nenek moyang yaitu keluarga terdekat.

Hidang tersebut secara tidak langsung ingin meminta balasan dari tuan rumah berupa material sebesar Rp5000 maupun Cuma sekedar sapu tangan, transaksi tersebut tidak boleh dengan cara bertatap muka tetapi ada jalur aturan yang berlaku di suku kluet menggamat. Pertama sekali pemandu tua memberikan hidang kemudian oleh tuan rumah dibawalah hidang tersebut kesuatu tempat tersembunyi yang tidak bisa dijangkau oleh mata rombongan traveller pengantin baru / kak keloan ( bahasa kluet ) artinya tanpa diketahui. Disaat itulah system barter antara pihak tuan rumah dengan rombongan kak keloan berlangsung dimana tuan rumah mencicipi isi hidangan dan rombongan kak keloan menerima sapu tangan atau material sebesar Rp5000 / Rp10.000.

Resam traveller pengantin baru / kak keloan ( bahasa kluet ) tidak dapat dihapuskan atau di ubah karena makna yang terkandung didalamnya sangat melekat dalam berbudaya, hidup dalam kampung bagaikan hidup berdasarkan adat dan hukum, adat disebut payung negeri sedangkan hukum adalah lampu negeri kedua unsur ini saling terikat menjaga keutuhan budaya supaya terhindar dari kerusakan hubungan sesama umat muslim dari pihak luar. Sedangkan pemuda dikatakan pagar negeri dalam bahasa aceh disebutkan aparat gampong. Tujuan bersama Mengikat tali persaudaraan supaya tidak hilang dengan berjalannya waktu tak lekang dimakan zaman. Ini Menjadi sebuah kunci untuk mempertahankan keutuhan persaudaraan sesama umat muslim dan menjaga interaksi sosial masyarakat.

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!