Menulis di Media Massa | #AyoMenulis11 |

in writing •  7 years ago  (edited)

Oleh @ayijufridar

KETIKA menulis di media massa, seorang penulis berhadapan dengan dua hal; terbatasnya ruang dan waktu. Kedua aspek ini harus diperhatikan sebelum menyiapkan tulisan untuk media massa. Aspek ruang menyangkut panjang pendeknya tulisan, sehingga penulis dituntut untuk memerhatikan space yang tersedia dan menyesuaikannya tanpa mengabaikan kekuatan pesan bagi pembaca.

Kaver Kabut Perang (2010).jpg

Kaver novel Kabut Perang yang diterbitkan oleh Universal Nikko Publishing, Jakarta, tahun 2010.

Sedangkan waktu berkaitan dengan isu tertentu dan timing yang tepat. Banyak tulisan bagus tidak bisa ditayangkan karena timing-nya kurang sesuai (sudah berlalu atau masih terlalu dini). Jadi, harus memerhatikan waktu yang tepat kapan mengirim tulisan ke media dengan isu tertentu. Biasanya, ada momen khusus yang bisa dimanfaatkan untuk membuat artikel/opini tertentu. Misalnya, hari guru, hari pendidikan nasional, hari ibu, hari anak, hari kebebasan pers internasional, hari AIDS, dan sebagainya. Hari-hari besar ini dengan mudah ditemukan di mesin pencari.

1. Potensi media massa

Pertumbungan media massa—terutama online—saat ini berkembang pesat. Perkembangan ini tidak diimbangi dengan kualitas dan kuantitas tulisan yang memadai. Tidak heran jika para penulis yang meramaikan media utama (mainstream) sebagian besar adalah penulis yang itu-itu juga.

Menurut catatan Sudarman (2008), dengan jumlah media cetak di Indonesia (Dewan Pers, 2001) sebanyak 564 dan rata-rata satu media membutuhkan 3-5 tulisan dari penulis lepas. Maka hitungannya:
 305 surat kabar harian x 5 tulisan = 1.525 tulisan
1.525 x 30 hari = 45.750 tulisan
 132 tabloid x 3 tulisan per edisi = 396 tulisan
396 x 4 pekan per bulan = 1.584 tulisan
 127 majalah mingguan x 4 tulisan = 508 tulisan
508 x 4 edisi = 2.032 tulisan

 45.750 tulisan koran + 1.584 tulisan tabloid + 2.032 tulisan majalah = 49.366 tulisan per bulan!!!

Itu baru jumlah tulisan di media cetak saja dan data di atas tahun 2001 akhir. Dewan Pers belum merilis data terbaru jumlah media cetak tahun 2017 ini. Tapi pada 2014, jumlah media cetak di Indonesia 567 media. Ditambah media penyiaran dan siber 1.771 di seluruh Indonesia. Berapa tulisan yang dibutuhkan?

Booming media online bisa dimanfaatkan untuk menghadirkan tulisan berkualitas yang bisa menjadi referensi banyak kalangan. Untuk itu, dibutuhkan ketekunan, disiplin, dan jaringan agar bisa menembus media massa, terutama yang dikonsumsi oleh banyak pembaca.

2. Jenis tulisan

Media massa menyediakan ruang yang luas bagi pembaca di luar tulisan yang dihasilkan jurnalis/penulis mereka sendiri. Ada rubrik yang disedikan untuk menampung tulisan dari luar. Misalnya:
 Opini; Di surat kabar, rubrik opini setiap hari ada, kecuali hari minggu yang digantikan dengan artikel sasta dan budaya.
 Artikel; esei, tips, catatan perjalanan, tulisan kuliner, resensi (buka, film, pementasan drama, dll), psikologi, ulasan olahraga, dan sebagainya. Setiap media memiliki rubrik khas yang dikirim dari penulis luar.
 Fiksi: cerpen, cerita bersambung, dan puisi. Di koran, rubrik fiksi biasanya dimuat pada hari Minggu, dan ada sebagian kecil surat kabar pada hari Sabtu.

3. Sesuai kapasitas

Menulis di media massa juga perlu memerhatikan kapasitas dan latar belakang penulis. Topik tulisan harus sesuai dengan kapasitas diri. Kalau sahabat Steemians seorang blogger, tetapi menulis opini tentang politik, tentu tidak nyambung. Demikian juga ketika menggunakan predikat latar belakang pendidikan. Misalnya, seorang dosen FISIP seperti @teukukemalfasya, tentu tidak tepat menulis opini tentang masa depan mata uang ktipto meski ia memiliki pengetahuan tentang itu karena seorang Steemian yang aktif. Barangkali ia bisa menggunakan predikat sebagai Steemians. Jadi, pilihlah topik yang relevan dengan kapasitas diri atau sesuaikan predikat dengan topik tulisan, tetapi jangan bermain-main dengan predikat ini. Predikat adalah sesuatu yang ditabalkan pihak lain dan sudah dikenal luas atau sesuatu yang melekat dengan diri sendiri. Misalnya, baru-baru ini @teukukemalfasya memposting tentang tentang pertandingan Piala Champion Eropa antara Barcelona dengan Juventus. Meski sudah mengulas hasil pertandingan setajam Kusnaini, bukan berarti bisa mengklaim ini sebagai pengamat sepakbola. Bedakan kapasitas pengamat, penikmat, atau pakar. []

Referensi (dan buku-buku yang bisa dibaca berkaitan dengan tulis-menulis di media massa):

  1. Atmiwiloto, Arswendo (2003). Mengarang Itu Gampang. Gramedia, Jakarta.
  2. Laksana, A.S (2013). Creative Writing. Gagas Media, Jakarta.
  3. Lee, Christopher (2002). Author Handbook. Petunjuk Lengkap dari Penulis untuk Penulis dan Calon Penulis. Elex Media Komputindo, Jakarta.
  4. Mahayana, S. Maman (2012). Pengarang Tidak Mati. Peranan dan Kiprah Pengarang Indonesia. Nuansa, Bandung.
  5. Royan, M. Frans (2009). Cara Mudah Menulis Buku Best Seller. Masmedia Buana Pustaka, Sidoarjo.
  6. Sudarman, Paryati (2008). Menulis di Media Massa. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
  7. Sumardjo, Jakob (2007). Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
  8. Sukirno (2010). Menulis itu Mudah. Pustaka Populer LkiS, Yogyakarta.
  9. Windia, Wayan & Atmaja, Jiwa (2010). Teknik Menulis Artikel Opini. Udayana University Press, Bali.

Badge_@ayi.png

DQmNuF3L71zzxAyJB7Lk37yBqjBRo2uafTAudFDLzsoRV5L.gif

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

No comment utk isinya, apik kayak biasanya.
Tp sy tertarik kata 'kaver' . Sudah masuk kbbi ya?
Btw foto di sampul bukunya rambutnya lain kali kok 😁

Saya mulai akrab dengan kata kaver untuk menggantikan cover saat berkomunikasi secara intens dengan Mas Bimo, waktu itu pimpinan editor di Penerbit Grasindo, Grup Gramedia. Di grup Kompas, kalau sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia, lebih baik menggunakan bahasa Indonesia. Dan untuk bahasa asing yang diadopsi dalam bahasa Indonesia (serapan) maka penulisannya sesuai dengan pengucapan.

Ada Sista @mariskalubis dan Bro @teukukemalfasya di sini yang bisa menambahkurangkan.

Oh ya, itu rambut saya di tahun-tahun aktif sebagai jurnalis yang memang rada gondrong. Disukai anak muda dan dibenci orang tua. Hehehehehe....

Kosakata baru nih, meskipun belum familiar sama sekali.
Jurnalis lagi sibuk2nya kejar kejar narasumber untuk bahan menulis artikel, jadi mungkin ga sempat pangkas :D

Masa muda dulu memang sering gondrong Bund @horazwiwik, hehehehe....

Dasyat sabee postingannya, meuaso tok (20)

Adak aso tok kadang hana keunong catok cit Bro @rismanrachman. Kakeuh tacok gatok-gatok mantong ta peugot keu sop...

Bagus.... Kalau kata Pak Tino Sidin. Sisi yang harus dilihat dalam setiap proses pembelajaran adalah bukan hanya masalah 'content', tapi juga motivasi. Di sini @ayijufridar memadukan keterampilan itu dengan mutu motivator yang baik.

Motivator terbaik tetap diri sendiri Bro @teukukemalfasya. Penulis besar seperti @teukukemalfasya, @hermanrn, dan @mariskalubis (sekadar menyebut beberapa nama yang sudah aktif di Steemit), hanya bisa menjadi sumber inspirasi saja. Pada akhirnya, tergantung masing-masing calon penulis dalam membangun kesetiaan dalam menulis sampai "jadi".

Bereh

Thanks so rayeuk Bro @dahlanaceh.

Sangat betul bang @ayijufridar konteks saya hanya pendidikan saja, dan bahkan ketika ruang lingkup dipersempit, jadinya geregetan. Mung kin karena sajian yang menarik, jadinya kurang berkenan di mata dan pikiran pembaca. Kedepan barangkali harus saya buat evaluasi dan tetap belajar dalam menulis. Terima kasih dengan pencerahannya.

Kalau kita fokus dan terus menulis dan membaca, saya yakin suatu saat akan menjadi penulis yang hebat @atafauzan79. Istiqamah dalam bidang apa pun, akan menentukan keberhasilan. Selamat menulis.

ayooo menulis...

Ayooo menulis lebih dalam, lebih luas, dengan informasi terbaru dan ditulis dengan cara berbeda tentang kopi @albertjester. Hari itu saya ke StarBlack, si Bos nggak ada.

Media massa mengalami banyak perubahan, banyak tulisan tapi kualitas menurun. Yang terparahnya lagi adalah kesamaan sudut pandang atau isi tulisan, serupa walau berbeda penulis dan tempat. Ini membuat bosan dan jenuh serta tidak mendidik semua untuk meningkatkan kualitas menulis. Pendidikan menulis pun banyak yang hanya mengandalkan teori instant, proses perjalanan menulis hingga dapat menemukan karakternya dalam tulisan, tidak ada yang bantu. Mungkin dirimu dapat membantunya. Salam hangat.

Dari pengalamannya saya menulis opini Sista @mariskalubis, ternyata hubungan kita dengan editor terkadang lebih menentukan dibandingkan dengan kualitas tulisan. Nama besar juga demikian, lebih menentukan. Meski demikian, tetap lebih penting menghasilkan tulisan yang bersinar dibandingkan dengan mengandalkan koncoisme dan nama besar (yang diperoleh di luar kegiatan kepenulisan).

Sepakat! Karena itu juga saya sudah malas menulis di media massa. Meskipun juga saya pernah menjadi pimpinan dan editor, tetap saja ada "titipan" yang tidak sesuai dengan hati. Lebih baik menulis sendiri dengan gaya sendiri, ciri khas sendiri, kualitas pun untuk memuaskan diri sendiri.

Ketegasan Sista @mariskalubis yang memesona. Itu judulnya dengan dua jempol teracung.

Cd Masih belajar nulis di steemitnih bg.

Tinggalkan cara posting saja CD. Yang lainnya sudah beres tuh!

betul mas, peluang menulis memanga banyak tinggal kita aja mau apa nggak menulisnya begitu ... siip :)

Bang, ini popon. saya belum dapat buku nya abang yang kemarin itu saya minta.

@popon harus lebih aktif di Steemit, ya? Saya lihat lebih produktif di IG dibandingkan Steemit. Ayo, utamakan Steemit baru yang lain-lain. Soal buku, kalau jumpa ingatkan, ya?

siap bang.

Postingan yanga sangat mendidik terima kasih bang

Terima kasih @edy02. Pajan neupeureuno lon tentang analisa PER emiten? Hehehehe....

Tulisan bang @ayijufridar memberikan pengetahuan yang banyak bagi kami di Steemit. Dan itu adalahsebuah Novel yang keren! Teruskan perjuangan ya Bang AJ. Salam dari BIreuen.

Terima kasih @bahagia-arbi. Tambah semangat menulis neh....