MENGAPA berhenti menulis?
Pertanyaan itu sering disampaikan kepada penulis atau mubtadi penulis (penulis pemula). Jawaban yang sering terdengar adalah “sibuk” dan “tidak ada ide”. Sibuk adalah alasan umum, sering digunakan untuk menghindar dari sebuah situasi, atau sebuah justifikasi atas sebuah sikap. Namun, tidak ada ide atau ide kering merupakan sebuah kondisi khusus.
Benarkah kita tidak bisa menulis tanpa ide? Benarkah sebuah tulisan harus dimulai dari ide?
Apakah itu ide?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), ide adalah sebuah rancangan gagasan di dalam pikiran atau gagasan. Ia berupa letikan sesaat yang terkadang langsung menghilang sebelum kita sempat menuliskannya. Ide ada di mana saja, kapan saja. Tergantung bagaimana kita menyiapkan seluruh indera yang ada untuk menangkap ide dan menuangkannya dalam bentuk tulisan. Ide tidak pernah kering dan tidak pernah kosong. Ide sebanyak udara di sekitar kita, bahkan ketika udara di sekitarnya hampa, ide masih tetap ada sebab kekosongan udara adalah ide yang luar biasa.
Tentang ide, bagaimana menggalinya, mengikatnya, lalu mengembangkan menjadi sebuah tulisan, sudah saya posting sebelumnya dalam tautan berikut ini:
https://steemit.com/writing/@ayijufridar/samudra-inspirasi-menulis
Jadi, persoalannya bukan pada ide, melainkan kepada penulisnya yang gagal menangkap ide, atau belum memiliki konsep yang baku dan kuat mengenai pengelolaan ide.
Kembali ke pertanyaan di atas. Apakah penulis tidak bisa menghasilkan sebuah tulisan tanpa ide?
Saya pernah membaca sebuah pesan yang sangat inspiratif dan kemudian saya kaitkan dalam kegiatan menulis. Katanya: Jangan menunggu kaya baru bersedekah, bersedekahlah maka kita akan kaya. Jangan menunggu bahagia baru tersenyum, tersenyumlah maka kita akan bahagia. Jangan menunggu ada ide baru menulis, tetapi menulislah maka ide itu akan datang.
Kesimpulannya, seorang penulis tidak boleh pasif terhadap ide. Sebaliknya, harus mengembangkan sebuah metode untuk menjaring ide. Dan ketika gagal menjaring ide apa pun, juga tidak boleh pasif. Menulis saja meski ide tiada. Menulis tanpa ide? Yang benar saja? Mau menulis apa?
Gagasan Menulis Tanpa Ide ini datang ketika seorang guru jurnalistik saya, Yarmen Dinamika, memberikan materi yang harus saya siapkan dalam latihan kepenulisan di Forum Aceh Menulis (FAMe) Chapter Lhokseumawe. Judulnya, Menggali dan Mengembangkan Ide untuk Penulisan Novel. Saya mengembangkan konsep berpikir terbalik dan mengajukan pertanyaan kepada diri sendiri. Bagaimana kalau menulis tanpa ide? Bukan hanya menulis novel, tetapi menulis apa pun, fiksi dan nonfiksi, panjang atau pendek (tulisannya), memulainya tanpa ide apa pun.
Yarmen Dinamika, jurnalis senior di Aceh.
Saya yakin sudah ada tulisan sebelumnya tentang konsep menulis tanpa ide. Saya menghindari membacanya agar tidak terjadi intervensi pikiran dan mengganggu kemurnian gagasan diri tentang konsep ini.
Dalam kurun 1990 sampai 2000, saya sangat produktif menulis cerpen dan artikel non-fiksi dan sering gagal menangkap ide. Namun, kegiatan tulis-menulis dan membaca jalan terus. Target mengirim minimal 10 tulisan per bulan membuat saya harus bekerja keras dan menulis. Saya sudah mempraktekkan konsep menulis tanpa ide ini sejak lama. Beberapa di antaranya berhasil, malah ada yang menghasilkan tulisan terbaik menurut saya dan mendapat apreasiasi dari pembaca.
Bebas bereskpresi
Menulis tanpa ide memberikan kebebasan bagi Anda untuk mengekspreasikan seluruh pikiran dan perasaan. Tidak ada batasan sama sekali seperti menulis dengan ide. Jud Judkins dalam bukunya The Art Creative Thinking menyebutkan, orang kreatif mengekplorasikan dengan cara terbuka dan eksperimental; mereka tidak mulai dengan tujuan dalam pikiran, karena target menjerat mereka pada jejak yang ditentukan.
Judkins menyontohkan novelis William Burroughs yang termasuk penulis paling berpengaruh pada budaya modern karena berangkat dari pikiran dan tujuan jelas ketika menulis sebuah novel. Burroughs mengembangkan sebuah teknik yang disebut cut up untuk mendapatkan alternatif yang tidak terbatas dari sebuah tulisan. Dia tidak tahu akan menulis apa dan karakter penokohan yang bagaimana, sebab tidak ada ide tentang itu. Dia hanya memulai dengan kalimat dalam sebuah surat kabar, atau potongan kalimat dari apa pun yang terlihat atau terlintas di kepalanya.
Metode seperti ini tidak salah bila dicoba meski dengan sedikit penyesuaian agar cocok dengan karakter masing-masing penulis.
Source
William Burroughs, seorang novelis yang mengembangkan konsep menulis cut-up dan terbiasa menulis tanpa ide.
Saya mengembangkan beberapa teknik menulis ketika ide tidak ada, bukan teknik baru karena seperti kata pepatah, tidak ada yang baru di bawah sinar matahari. Waktu itu, saya sungguh tidak tahu mendefinikan teknik menulis tanpa ide, tetapi langsung mempraktekkan dengan menulis. Saya pikir, seorang tukang tidak perlu harus mampu membuat definisi tentang kursi. Dia disebut tukang karena bisa membuat kursi. Kalaupun dia mampu membuat kursi sekaligus dengan definisinya, maka itu adalah sebaik-baik tukang.
Menggambarkan situasi
Sebuah situasi bisa diperoleh di mana saja dan menjadi pilihan untuk memulai sebuah tulisan. Datanglah ke suatu tempat, atau bila perlu jangan datang ke mana pun. Duduk di depan jendela dan perhatikan keadaan di luar.
Bisa juga di sebuah pasar, toko, pusat perbelanjaan, kampus, sebuah seminar, kafe, tempat ibadah, dan sebagainya. Begitu banyak pilihan. Sebuah situasi akan melibatkan beberapa karakter, lalu biasanya konflik akan lahir dengan sendirinya. Bagaimana ia lahir, sulit menjelaskan kalau tidak langsung menulis. Imajinasi akan terus berkembang ketika menulis. Tokoh demi tokoh akan lahir dengan berbagai pilihan kemungkinan yang tak terbatas.
Melukiskan sosok dan karakter
Seseorang dengan karakter unik bisa ditemui di mana saja. Menulis tentang orang tersebut baik sifatnya maupun sosok fisiknya akan membuka kesempatan mengembangkan ke konflik demi konflik, baik dengan karakter yang lain maupun dengan sebuah situasi.
Saya sering memerhatikan seorang di kantin kampus untuk menggambarkan seorang tokoh secara fisik. Lalu, mencampurkan bentuk fisik itu dengan sifat tertentu yang belum tentu sifat dari objek tersebut. Karakter setiap orang berbeda satu sama lain, tetapi ada karakter yang sama. Orang akan senang membaca tentang orang lain yang terkadang mereprentasikan diri mereka sendiri.
Mendetailkan tempat/pemandangan
Setiap pagi ada matahari terbit dan setiap sore ada matahari tenggelam (kecuali pada saat mendung kita tak bisa melihatnya dengan jelas). Matahari yang kita saksikan, baik yang terbit maupun terbenam, masih matahari yang sama. Namun, ketika menuliskannya di tempat berbeda, akan memberikan nuansa yang berbeda pula, apalagi dipengaruhi dengan perbedaan suasana hati.
Pemandangan bukan saja matahari terbit dan tenggelam. Banyak lokasi lain yang bisa dituangkan dalam bentuk tulisan, ketika tidak punya ide apa pun. Banyak destinasi wisata yang selama ini luput dari perhatian kita. Tulislah dengan rinci setiap jengkalnya, lalu ide akan datang dengan sendirinya.
Masih banyak metode lain yang bisa dikembangkan. Beberapa pilihan di atas bisa dicoba salah satunya, atau malah menggabungkan beberapa di antaranya. Ketika memulai dengan satu langkah, biasanya akan terbuka pilihan untuk langkah-langkah berikutnya.
Untuk penulisan novel yang membutuhkan napas lebih panjang dibandingkan cerita pendek, biasanya memang harus ada sebuah gagasan terlebih dahulu. Biasanya tidak hanya sebatas ide, tetapi penulisnya sudah membuat outline sehingga ia sudah memiliki acuan apa yang hendak dan bagaimana menuliskannya. Tentang outline ini pun, sudah pernah saya posting sebelumnya dan dapat dibaca dalam tautan berikut ini:
Jadi, kita memang membutuhkan ide dalam menulis, tetapi bukan sebuah kemutlakan. Menulis tanpa ide pun bisa dilakukan, meski tetap ada risiko tulisan tersebut kemudian terhenti dalam perjalanan. Tidak masalah, sebab nanti masih bisa dilakukan kembali. Seperti dalam sebuah perjalanan, mentok di tengah jalan itu biasa untuk mengambil napas sejenak, beristirahat, dan mengatur ulang jadwal perjalanan. Kalau sudah segar kembali, silakan melanjutkan dengan rute dan tujuan yang lebih pasti. Hasil akhirnya, sampai di tujuan, yakni lahir sebuah tulisan yang indah, segar, bergizi, dan tahan lama.
Risiko gagal memang selalu ada dengan teknik improvisasi seperti ini. biasanya, paragraf pertama dan kedua, atau bahkan ketiga, terlalu bertele-tele. Jangan sayang untuk memangkas paragraf yang bertele-tele. Terkadang, dengan memangkas satu datu dua paragraf, tulisan justru terlihat lebih berkilau. []
Design by @jodipamungkas
It is always a pleasure to read your tips related to writing.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
You read it I am flattered Bunda @horazwiwik. After you commented made me feel like flying without wings.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Hahaha, flying without wings, apakah dulu ngefans sama boyband westlife ? hahaha...saya sih iya
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
mas... omong2 mesin ketiknya hebat tuh... ketikannya kok kayak tulisan tangan...he..he..!
Betul mas kalau terbiasa menulis, apapun bisa jadi... tulisan .. sip :)
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Itu mesin tik paling bersejarah @happyphoenix. Sekarang nggak bisa dipake lagi karena nggak ada pita. Susah beli pita mesin tik
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
sangat termotivasi syukran @ayijufridar
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Makanya, menulislah @sazaliza...
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Kalau saya mengembangkan dari 1 kata saja, imajinasikan dari berbagai sudut pandang dan rasakan dengan semua panca indra. 1 kata bia menjadi puluhan, ribuan, bahkan jutaan tulisan dan tak terbatas.
Salam hangat di malam sabtu bang @ayijufridar...
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Intinya, tidak ada alasan untuk tidak menulis meski sedang bingung menulis apa Sista @mariskalubis. Ketika bingung menulis apa, maka kebingungan itulah yang harus ditulis.
Salam hangat di malam Minggu, Sistaaa...
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Sangat bermanfaat pak.
Kapan2 bisa ajarin saya cara menulis yang benar.
Salam dari abu
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Mari kita manfaatkan platform Steemit untuk belajar menulis @abupasi.alachy.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Bagus @ayijufridar. . .
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Terima kasih banyak @nazarwills. Saleum.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Good... Sebenarnya mungkin bukan menulis tanpa ide, tapi menulis dengan ide seadanya dan ketika sudah mulai menulis, ide itu terbang dan mengepak di kiri dan kanan.
Itu hanya terjadi jika penulis penuh antusias dalam setiap menulis. Antusiasme adalah psikologi yang menggelegak yang memaksa ide dimunculkan.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Sepakat Gure @teukukemalfasya. Menulis memang bukan soal teknis semata (yang memang bisa dipelajari dan diasah agar setajam silet), tapi persoalan yang lebih sulit adalah menjaga motivasi tetap di level atas.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Bereh
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Terima kasih Abu @dahlanaceh.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Sepakat, tidak perlu menunggu ide baru menulis. Ide bertebaran dimana-mana, disinilah tugas kita untuk memainkan imajinasi kita.
Terima kasih inspirasinya @ayijufridar
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Terima kasih kembali @ririn. Imajinasi, kata Einstein, lebih berharga dari pengetahuan. Dua-duanya berharga sih, hehehehe
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Perpaduan yang pas, tentu akan menghasilkan sebuah rangkaian kata yang tersusun manis. Begitu kan mas,hehehe
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
That's right Bunda @ririn.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Menarik sekali postingnya, saya selalu tidak melewatkan setiap paragraf yang saya baca. Menulis harusnya menjadi kebiasaan sehingga peradaban bisa dikenang melalui tulisan. Memang bagi yang sudah terbiasa menulis tidak begitu masalah dengan itu, bayangkan saja jika itu terjadi pada pemula sesuai dengan tulisan Bang @ayijufridar, mudah-mudahan melalui steemit gelagat baik akan tumbuhnya literasi semakin baik demi untuk menjaga peradaban kita.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Sepakat Abu Doto @yusrizalhasbi. Tidak ada yang instan, termasuk dalam hal menulis. Dan Steemit adalah platform cantik untuk mengasahnya.
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit
Bagaimana kalau menjemput ilham?
Downvoting a post can decrease pending rewards and make it less visible. Common reasons:
Submit