Pada suatu pembentukan perencanaan, ideologi sangat berpengaruh karena ideologi akan menjadi landasan terbentuknya sistem hukum. Oleh karenanya, ideologi dalam perencanaan sangat menentukan arah pembangunan suatu wilayah yang disusun melalui dokumen perencanaan yang dihasilkan. Perbedaan ideologi yang dianut oleh penyusun rencana pasti mengimplikasikan perbedaan dari arah pembangunan suatu wilayah. Pada tulisan kali ini, akan dibahas mengenai ideologi hukum perencanaan. Secara garis besar, sekarang ini terdapat 3 jenis ideologi hukum perencanaan yang telah dikembangkan. Ketiga ideologi tersebut adalah Private Interest Ideology, Public Interest Ideology, dan Public Participation Ideology. Ketiga jenis ideologi tersebut dikembangkan oleh Patrick McAuslan pada tahun 1980. Ketiga paham ini muncul dan berevolusi sesuai dengan kebutuhan zaman.
Ideologi yang berkembang pertama kali adalah Private Interest Ideology (Ideologi yang melindungi hak-hak individu dan kebebasan). Ideologi ini sangat menjunjung tinggi pengakuan atas hak milik pribadi. Dinegara penganut dari konsep ideologi ini, setiap warga negara memiliki tingkatan kepastian hukum yang optimal karena dengan kemampuan mereka secara personal meraka dalam memiliki ruang yang sesuai dengan kondisi finansial ataupun kondisi artifisial lainnya dari warga tersebut. Ideologi ini muncul karena setiap orang masih berfikir untuk melindungi hak milik pribadinya. Mereka merasa bahwa sebagai pemilik, mereka memiliki kekuasaan penuh atas barang miliknya sehingga bebas menggunakannya sesuai dengan kehendak masing-masing.
Seiring bertambahnya jumlah manusia, maka pemilik barangpun semakin beragam. Dengan beragamnya kepentingan inilah maka dibutuhkan peraturan yang tetap memberikan perlindungan hak pribadi dan juga memperhatikan kepentingan bersama. Inilah yang menyebabkan munculnya ideologi kedua, yaitu public interest ideology. Ideologi ini menekankan kepada pemenuhan kepentingan publik/bersama dengan mengesampingkan hak dan kepentingan perseorangan. Dalam prakteknya, ideologi ini justru dijadikan sarana kesewenang-wenangan penguasa dalam melakukan membangunan dengan dalih pemenuhan kebutuhan publik. Di Indonesia sendiri terindikasi mencampurkan penerapan ideologi ini dalam proses pembangunan dengan adanya Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang perubahan atas Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Karena ketidaksempurnaan dua ideologi diatas, maka muncullah sebuah ideologi baru yang dianggap sebagai jalan tengah terhadap permasalahan yang timbul dari kedua ideologi sebelumnya. Ideologi ini bernama Public Participation Ideology, dalam ideologi ini masyarakat berhak menentukan bersama pemerintah arah dari pembangunan suatu wilayah. Bentuk implementasi ideologi ini di Indonesia antara lain adanya Izin Mendirikan Bangunan yang membedakan antara hak milik dan hak bangun; konsensus antara masyarakat (DPR/DPRD) dengan pemerintah (eksekutif) dalam penyusunan RTRW dan peraturan perundang-undangan; dan pembedaan jenis kepemilikan barang.
Indonesia sendiri, saat ini menggunakan public participation ideology sebagai ideologi hukum perencanaan. Hal ini dijelaskan dalam UU nomor 26 tahun 2007 pasal 65. Penggunaan ideologi ini juga tercermin dari beberapa pasal yang digunakan Indonesia, seperti pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dan pasal 2 ayat 2 UUPA yang mengedapankan kesejahteraan rakyat. Kemudian UU No. 25 tahun 2004 yang mengharuskan musyawarah dalam pembuatan program, dan hukum-hukum lainnya. Namun perlu diperhatikan, bahwa banyak hal yang menjadi faktor argumen seseorang untuk beranggapan ideologi apa yang di anut suatu negara menurut cerminannya masing-masing. Pada dasarnya ideologi adalah hal mendasar yang menjadi landasan pemikiran dan output perencanaan. Pada post selanjutnya akan dibahas mengenai ideologi hukum perencanaan dalam konteks dan studi kasus mengenai kepemilikan barang.
gambar: Gimage
referensi : berbagai sumber