About Someone

in writing •  7 years ago  (edited)

Sudah lama aku ingin menuliskan tentang dirinya, tapi ia selalu melarang. Setiap kali jari-jemariku mulai tergerak di atas keyboard, dengan cepat ia mencegahnya. Kepalanya menggeleng, matanya menatap tajam, memberi kode agar aku menghentikan niatku. Akupun patuh. Ya, aku selalu patuh padanya. Apa yang dia inginkan, itulah yang selalu kuinginkan, apa yang ia lakukan, itu juga yang menjadi pekerjaanku. Maka ketika ia melarang, aku tak kuasa menolak.

Tapi hari ini aku menentang larangannya. Kode yang ia kirim melalui matanya sengaja kuabaikan, aku tetap melanjutkan menulis meski ia berkali-kali bilang hentikan, hentikan.

Dia. Kali ini aku menulis tentang dia. Tentang seseorang yang sudah kukenal sejauh aku mengenal diriku sendiri. Seseorang yang menurut ibunya memiliki perwatakan, hm, aku lebih suka menyebutnya prinsip, yang tegas. Ia tidak pernah mengatakan ‘iya’ untuk hal-hal yang menurutnya tidak. Seseorang yang selalu memberikan pilihan-pilihan pada dirinya sendiri, dan setia dengan pilihan itu sendiri.

Sepuluh tahun lalu, tak lama setelah ayahnya meninggal dunia ia pernah bermimpi. Ia dan ayahnya naik truk melewati areal perkebunan, duduk manis di sebelah ayahnya yang mengendalikan setir kemudi. Mereka mengobrol, berbicara dari hati ke hati. Hingga sampai di suatu titik, ayahnya menyerahkan kemudi itu padanya, lalu ayahnya melompat dari pintu truk, pergi, menjauh, meninggalkannya seorang diri yang termangu sambil mengambil alih kemudi itu. Sesaat kemudian ia pun terbangun.

Sepuluh tahun berlalu, mimpi itu rasanya seperti berlangsung sepuluh jam yang lalu. Masih jelas tergambar wajah ayahnya di mimpi itu, truk itu, dan juga lokasi tempat mereka berpisah itu. Mimpi itu, mimpi itulah yang menjadi sumber kekuatannya untuk mengeja hari-hari setelah itu.

Lelah? Ya, kadang-kadang ia merasa lelah. Bohong kalau ia tidak lelah. Ia bukan robot yang seluruh panca inderanya digerakkan oleh tenaga baterai atau tenaga surya. Ia hanya manusia biasa. Manusia biasa yang terdiri dari tiga perangkat utama yaitu fisik, akal, dan jiwa.

Dia, adalah seseorang dengan hati sedalam samudra, tak seorang pun bisa menerka apa yang bergemuruh di dalam sana. Apa yang tampak di permukaan persis seperti debur ombak dan riak gelombang yang selalu riang dan dirindukan cipratnya. Ia belajar semua itu dari ayahnya. Ya, ayahnya yang selalu tampak tenang. Yang tidak pernah gegabah mengambil keputusan. Ayahnya yang selalu penuh perhitungan.

Seseorang yang aku ceritakan ini adalah seseorang yang pernah menangis di sudut pertokoan, di usia yang sudah bukan lagi kanak-kanak. Aku tahu mengapa ia menangis ketika itu, tak lain karena ibunya ‘memaksa’ untuk membeli baju-baju yang membuatnya agar terlihat lebih feminim. Ia tak suka itu, ia tak suka perhiasan, ia tak suka pernak-pernik perempuan, baginya menjadi perempuan tak harus menjeratkan diri melalui simbol-simbol. Ia selalu punya cara untuk melawan dan memberontak, melalui diam. Diam yang tak selamanya berarti setuju atau sependapat.

Dia, ya, dia adalah seorang gadis. Seorang gadis yang di masa balitanya pernah berhasil merebut baju abang sepupunya agar menjadi miliknya. Yang di masa kanak-kanaknya sudah cukup bangga dengan setelan berupa celana pendek dan singlet putih, serupa dengan yang dipakai adik lelakinya. Seorang gadis kecil dengan rambut yang kadang dikuncir kuda, kadang dikepang seribu, atau kadang berupa potongan bob, namun selalu mengidolakan celana jins sebagai pakaian ‘kebanggaan’ di hari raya.

Gadis itu, harus rela berpisah dengan kedua orang tuanya di usia sebelas tahun demi melanjutkan sekolahnya di kota. Yang selalu tak pernah sabaran menunggu ayahnya di akhir pekan, untuk menjemputnya pulang atau sekadar membawanya ke toko bakso. Gadis muda yang selalu menjadi kesayangan ayah dan ibunya karena terlalu penurut. Ia tak pernah tahu bagaimana caranya membantah atau membuat keduanya kesal. Yang sejak kecil sudah diajarkan bagaimana menggemburkan tanah dan memasukkannya ke polybag, cara mengeluarkan biji-biji kakau dari tempurungnya, cara memasak air, cara menanak nasi, cara menjaga adik-adik, cara bekerja keras dan tidak cengeng.

Gadis itu, ya, gadis, itu, yang ketika balita ditidurkan di ayunan kain yang diikatkan di keranda di bawah menasah oleh ibunya. Kemudian ibunya berladang tak jauh dari menasah itu. Yang kerap menghilangkan cincin yang melingkar di jari kecilnya karena suka bermain di hutan. Mungkin itu pertanda ia tidak suka logam mulia itu bertengger di tubuhnya sebagai perhiasan.

Aku sudah mengenal gadis itu sama seperti ia mengenal dirinya sendiri. Aku tahu apa yang ia sukai, aku tahu apa yang selalu menjadi mimpi-mimpinya, aku tahu bagaimana ia menghadapi orang-orang saat mereka bertanya tentang ini dan itu. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak ia harapkan untuk dilontarkan.

Aku juga tahu siapa yang selalu menjadi inspirasinya dalam melakukan sesuatu. Hm, kalau itu bisa disebut sebagai cinta, maka aku tahu siapa yang mencintai dia dan siapa yang dicintainya. Cinta yang telah ia pilih, membuatnya kadang ingin menyerah, tapi ia tetap bertahan pada pilihan itu. Ia selalu mengatakan, jika semuanya didapat dengan mudah, maka kita tak pernah tahu bagaimana caranya menghargai apa yang telah kita dapatkan itu, sehingga tak jarang malah justru menyia-nyiakannya.

Hari ini gadis itu merayakan ulang tahunnya dalam diam, tanpa lilin, tanpa kue, tanpa kado-kado. Selalu begitu, ia selalu mengingat hari lahirnya, mengingat bukan untuk merayakan. Buatnya sudah cukup sepotong ucapan yang dikirimkan oleh kekasihnya. Ya, itu saja sudah cukup. Tapi kali ini ia ingin mendapatkan lebih dari puisi yang dikirimkan kekasihnya. Karena itu ia mengizinkanku menuliskan ini dan mengatakan, selamat ulang tahun diri ini.[]

Authors get paid when people like you upvote their post.
If you enjoyed what you read here, create your account today and start earning FREE STEEM!
Sort Order:  

Gelap...

gulita...

Kisah ini menjadi inspirasi

semoga ya...

Untaian kata yang luar biasa... Salut, sepertinya rika harus banyak belajar dari ihan

Yuk kita belajar sama-sma di kelas FAMe....

selamat berulang tahun ya

tengkyu Bang @meja :-D Kapan ngopi kitah....

Keren banget, penasaran bila tidak habis membacanya..

hahhaha dan kalau sudah baca nggak enak kalau nggak komen ya?

Terbawa suasana hati oleh tulisannya. Keren.

hehehehhe....